Zayyan fokus dengan tali helm yang sedang ia pasangkan dibawah dagu Dhita, sementara Dhita sibuk memandangi wajah Zayyan dari deket.
"Dah siap," agak susah kalau pasangin cetekan helm orang tapi untungnya masih bisa.
"Oh? yaudah ayok!" Dhita kaget pas denger suara Zayyan tiba tiba. Tulah terlalu sibuk menikmati ketampanan Zayyan.
"Ini alamatnya," Dhita memberikan selembar kertas yang bertuliskan alamat kantor yang harus mereka datangi.
"Oke, pegangan ya!" Zayyan langsung memainkan pergelangan tangannya di gas Vespa itu sampai menciptakan suara yang besar.
Trenteng Teng Teng!
Suara Vespanya menarik perhatian teman teman Daffa untuk melihat kebawah untuk kedua kalinya.
"Kakak lo pergi bareng kak Zayyan Daf?" melihat Zayyan dan Dhita berboncengan naik Vespa keluar rumah, Maya bertanya.
"Yoi," jawab Daffa dengan santai.
"Oh jadi mereka beneran pacaran ya? berarti gosip yang kita denger itu salah dong kan?" tanya Maya.
Ia sempat dengar gosip di sekolah kalau Dhita sama Zayyan cuma cari sensasi aja makanya jadian didepan semua orang.
Ada juga yang bilang kalau Zayyan yang maksa Dhita jadi pacarnya, tapi ada juga yang bilang sebaliknya. Masing masing Fans membela idolanya.
Intinya dari semua gosip yang beredar mengatakan kalau hubungan mereka berdua itu palsu.
"Ya engga lah, kan udah gue bilang kalau kakak gue emang pacaran dengan dia! tu buktinya," sahut Daffa.
Ia sering mendapat pertanyaan tentang kepastian gosip yang beredar tentang hubungan kakaknya dan Zayyan, tapi gak pernah ada yang percaya walaupuun dia udah bilang kalau mereka beneran pacaran.
"Ya gimana lagi, gosip tentang mereka berdua cepet banget naiknya tau!"
***
"ZAAA PELAN ZAAA!" Dhita berteriak sekeras kerasnya.
Jantungnya udah senam dari tadi ni, Zayyan bawa motor kencang banget! padahal Vespa lho ini tapi kenapa dia bisa kenceng banget bawanya.
'Ya tuhan Dhita belum mau mati hari ini!' Dhita terus menerus berdoa dalam hati.
"Kan lo sendiri yang minta gue bawa Vespa, lagian ini belum loh!" sahut Zayyan sambil melirik ke spion, dia mengarahkan spion kiri ke wajah Dhita biar bisa menikmati wajah yang sedang ketakutan itu.
"Za tolong Za, gue bisa jatuh kalo kenceng banget gini." Dia cuma megangin baju Zayyan aja dari tadi, gak mau meluk. Makanya duduknya gak stabil.
Mana pas dia ngelirik kilometer kecepatan mereka udah diatas 60 km lagi, kenceng banget!
"Vespa adik lo asik banget, bisa lebih kencang lagi nih! mau nyobain?" Zayyan gak peduli dengan ketakutan Dhita, emang jahil banget ni cowok.
"Jangan Za, please lah!" Dhita menolak.
"Pegangan!" Tapi Zayyan gak peduli.
Dia tarik terus itu gas sampek kilometernya nyentuh angka 70 km, pada saat yang sama ia merasakan pelukan yang sangat kuat dari belakang.
Dhita tiba tiba meluk dia kuat banget!
Melirik ke spion, dia udah ngeliat wajah Dhita mulai pucat. Jadi dia turunin gasnya agar melaju dengan normal kembali.
"Awwww!" tiba tiba ia merasa cubitan di perutnya. Dhita yang nyubit perutnya, sakit banget!
"Udah gue bilang pelan pelan Zayyan!" Dhita melampiaskan emosinya dengan mencubit Zayyan sekuat tenaga.
"Iya, iya, iya! Dhita udah dulu cubitnya, gue gak bisa nyetir nii," jawab Zayyan sambil meringis kesakitan, gak dilepas lepas cubitannya sampek dia oleng bawa motornya.
"Huuuh" Dhita melepaskannya dengan wajah gak senang, kesel banget dia niii.
"Asik kan ngebut naik Vespa?" Zayyan mulai mencairkan suasana, muka Dhita gak enak banget di liat. Seremnya udah kayak Bunda pas sedang marah.
"Ini terakhir kali gue mau boncengan dengan lo!" dadanya masih naik turun akibat napasnya yang tidak beraturan, semua gara gara Zayyan bawa motor gak ngotak banget.
"Jangan gitu dong, kita kan belum ada jalan bareng." Zayyan melirik sepion lagi, muka Dhita udah jutek banget sekarang, tapi masih rada pucat.
"Lo gapapa Ta?" tanya Zayyan khawatir.
"Udah gak usah sok perhatian deh, fokus sama jalan aja kita udah mau nyampek!" Dhita masih kesel hati sama ni cowok.
"Kita berenti sebentar ya?" Zayyan gak tega liat wajah cantik Dhita pucat pasi seperti itu.
"Mau ngapain Za? udah deh kita langsung ke kantor itu aja," jawab Dhita singkat, sumpah dia nyesel banget mau boncengan dengan ni orang.
Baru aja Dhita bilang kalau mereka langsung ke kantor aja tapi Zayyan tiba tiba udah berentiin ni Vespa di parkiran.
"Yaampun Za! mau apalagi sih," gumam Dhita pelan sampek Zayyan gak dengarnya dengan jelas.
"Bentar, jangan kemana mana!" Zayyan segera turun dari Vespa.
Dia berenti di depan Coffee shop, karena dia mau membeli 2 minuman hangat. 1 kopi untuknya dan yang satunya lagi teh untuk Dhita biar wajahnya gak pucat lagi.
"Ni minum dulu," kembali dari coffee shop dia memberikan teh yang udah dia beli tadi pada Dhita.
"Apaan nih?" Dhita mengambil itu dengan sedikit kebingungan di wajahnya.
Kenapa ni orang tiba tiba nawarin minuman? oooh mau niat jahat yaaa?
"Itu tea, Cuma lupa gue tipe yang mana tadi pas pesen. Enak kok, cobain deh!" jawab Zayyan sambil menyeruput kopinya.
"Gak mau! gue curiga sama minuman lo!" Dhita memalingkan wajahnya, dia menolak meminum tea ini.
"Yaampun, segitunya banget sih suudzon sama gue. Sini!" Zayyan mengambil tea itu, membukanya dan meminumnya.
"Nah! sekarang masih mikir kalau tea nya udah gue apa-apain?" heran banget sama ni cewek, bisa bisanya parnoan banget kayak gitu.
"ya, ya kan manatau." Ekspresinya jadi canggung, 'duh salah sangka deh gue'
"Mau di minum gak ni? muka lo pucat banget tu," Zayyan menawarkan sekali lagi. Dia gak tega aja liat muka Dhita udah pucat gitu.
"Iya iya," Dhita mengambil cup Tea itu dan meminumnya dengan tenang, barulah wajahnya mulai memerah lagi.
"Gimana udah mendingan?" Zayyan bertanya sambil memperhatikan wajah Dhita.
"Udah ni, lanjut jalan aja lagi keburu sore nih!" jawab Dhita.
"Oke! turun dulu dong biar gue nyalain dulu motornya," sambil senyum gini Zayyan ngomongnya, buat Dhita kesemsem aja. Eh kesemsem gak ya?
"Udah, yok! pegangan!" tambah Zayyan setelah nyalain motor dengan mengengkolnya.
"Iyaa udah jalan terus."Dhita mengulurkan tangannya kedepan. Ragu ragu pas mau meluk Zayyan, tapi tiba tiba tangannya di tarik sama Zayyan.
Udah deh jadinya dipeluk sama Dhita si Zayyan.
"Pelan pelan Za!" entah kenapa rasa kesalnya yang membara tadi sudah mulai hilang dalam persinggahan singkat mereka di depan coffee shop tadi.
"Aman bos!" Zayyan pun gak mau ngebut lagi, kasian dia liat muka Dhita sampek pucat kayak gitu.
mereka melanjutkan perjalanan, dan tiba di alamat yang tertera 5 menit kemudian.
"Ini kantornya? gede juga ya?" guman Zayyan sambil melangkah masuk dengan Dhita.
"Lo mau ikut nyari bapak itu atau tunggu di sini aja?" tanya Zayyan.
"Gue ikut!" Rame banget di kantor ini, dia takut.