Selepas dari kantin tidak ada lagi interaksi yang terjadi antara Dhita dan Zayyan.
Zayyan sibuk dengan makanan dan bercengkrama bareng temannya sedangkan Dhita pergi ke perpustakaan sambil menunggu waktu istirahat habis.
Saat pulang sekolah Dhita terus memikirkan apa yang terjadi di kantin siang tadi. Duduk diatas kasur kesayangannya sambil memeluk boneka panda yang cukup besar umtuk memenuhi pelukannya.
'Sar! Man! kalian bedua kenapa sih? gue gak suka dia duduk di sini!'
'Gak jadi makan bareng ayang Za?'
Tidak tau mengapa, tapi ia terus memikirkan apa yang terjadi saat itu sejak pergi dari kantin.
Ia bahkan berharap Zayyan akan mengajaknya bicara lagi untuk memastikan apakah dia marah karena ucapannya atau tidak.
Tapi diluar dugaan Zayyan sama sekali tidak mengajaknya bicara setelah ia kembali ke tempat duduknya, dan itu membuat Dhita semakin gelisah.
"Gue kenapa sih? memangnya kenapa coba kalau dia marah? ga ada ruginya kan?" Dhita tersentak dari lamunannya dan langsung mencoba menyadarkan pikirannya.
"Seharusnya gue senang, kalau dia tiap hari bisa bersikap kayak gitu kan mood gue bisa bagus terus!" jelas ini hanya usaha untuk menghibur dirinya sendiri, karena habis bergumam sendirian bibirnya cemberut lagi.
"Tapi kenapa dia gak ganggu gue sama sekali abis gue ngomong kayak gitu ya? apa dia beneran marah?" ucapnya dengan wajah sedih.
"Yaampun Dhitaaa!!! Lo itu kenapa sih?" Dhita mengacak acak rambutnya. Ia sama sekali tidak tau apa yang sedang ia pikirkan dan datang dari mana kegelisahan ini.
"Kenapa jadi mikirin dia sih? gak guna banget idup lo tau gak?" dia bicara dengan dirinya sendiri yang duduk di atas kasur persis seperti dirinya saat ini, namun itu ada didalam cermin.
Tok! Tok! Tok!
"Kak, mama manggil!" suara Daffa terdengar dari balik pintu memanggilnya.
"Ia sebentar!" jawab Dhita singkat sambil buru buru merapikan kembali rambutnya. Namun karena udah terlanjur berantakan yauda di ikatnya aja.
Keluar dari dalam kamarnya dengan setelan baju kaos oversize dan celana tidur, ia berjalan menuju ruang tengah tempat biasa ibunya bersantai sambil nonton tv dan baca majalah.
"Kenapa ma?" Dhita menghempaskan bokongnya ke sofa di sebelah mama. Membuat mama yang sedang asik baca majalah yang penuh dengan barang branded tersentak kaget.
"Kamu ini kagetin mama aja," sahut mama sambil menutup majalahnya dan mulai menatap putri kesayangannya ini.
"Mobil papa udah siap itu, nanti ambil ya di bengkel langganan papa! ini cek yang di kasi om yang nabrak itu, nanti kamu ke kantornya dulu minta uangnya sekalian kasi tagihan perbaikan itu." Mama memberikan 2 lembar kertas pada Dhita.
Itu adalah kertas cek pemberian orang yang menabrak mobilnya, dan bill tagihan perbaikan mobil.
"Yah ma, masak Dhita pergi sendiri sih ke sana, mana berani." Bukannya gak berani tapi dia males kali, lagi ga mood keluar rumah.
"Ajak anjani dong, kalau gak Dina! Mama ada urusan mendadak nih, papa nanti malam mau berangkat dan dia bawa mobil itu jadi gak bisa di tunda ambilnya," kata mama.
"Yah ma, kami mana berani ngambil tagihannya ke kantor bapak itu. Nanti kalau di apa apain gimana!" Pokoknya ia harus berusaha biar mamanya luluh dan berinisiatif mengambil sendiri mobil itu.
"Kalau gak ajak Daffa, bentar mama panggil," sahut mama sebelum ia berteriak manggilin Daffa.
"Daffa sini dulu nak!"
"Ia ma, bentar!" Daffa menjawab dari jauh, kamarnya ada di lantai 2 jadi butuh waktu untuk menghampiri mamanya.
"Kawani kakak ambil mobil di bengkel ya? kamu yang ambil tagihannya nanti," sambung mama setelah Daffa tiba di sana.
"Yah, Daffa ada tugas nii," keluh Daffa sambil mmelemaskan badannya.
"Sebentar doang Daf!" bujuk mamanya, sedangkan Dhita gak peduli karena maunya dia mama aja yang ambil mobilnya.
"Tugasnya kelompok ma, nanti kalau kawan Daffa datang Daffanya gak ada di rumah gimana? gak enak kan? segan," tambah Daffa.
Dia dapet tugas kelompok dari gurunya, mana baru masuk sekolah dan masih rajin rajinnya nii buat tugas.
"Jadi gimana dong!" wajah mama mulai memelas, dia juga ada urusan lain kalau gak pasti dia sendiri yang urus untuk ambil mobilnya.
"Oh kalau gak minta tolong sama abang yang nolongin mama waktu itu aja!" Daffa tiba tiba teringat dengan Zayyan.
Dhita gak dengar obrolan adik dan mamanya, dia fokus nonton tv. Di pikirannya Daffa gak mungkin mau, jadi mamanya bakalan luluh untuk ambil sendiri tu mobil.
Bukannya dia mau membangkang sama orang tua, tapi lagi badmood jadinya susah.
"Kamu ini ada ada aja Daf, mau di cari di mana anak itu hari gini?" mama pikir Daffa bercanda.
"Beneran ma! dia satu sekolah sama aku kok, ni nomornya ada!" jawab Daffa sambil mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor Zayyan yang ia dapat dari grup.
"Oalah! dia satu sekolah sama kamu?" jawab mama antusias.
"Iya kami satu sekolah, dia juga yang nyelamatin aku waktu di kepung preman yang aku ceritain waktu itu ma!" Daffa mengingatkan kejadian beberapa bulan lalu saat dia hampir di rampok sama preman kampung.
"Ternyata dunia kecil ya? bisa bisanya dia juga yang nyelamatin mama waktu itu." Mama tidak tau lagi harus respon bagaimana, ia benar benar kaget dengan cerita anaknya ini.
"Memangnya mau dia kita repotin buat kawanin kakakmu ambil uang tagihan itu? eh dia kawannya Dhita apa adik kelasnya?" ucap mama sebelum dia sadar kalau anak itu mungkin kenal juga sama Dhita.
"Temen ma, mereka satu angkatan tapi beda kelas. Abang ini pasti mau kok, dia baik tau ma!" jawab Daffa meyakinkan mamanya.
"Ga jadi kan ma?" Dhita tiba tiba nanya, dia udah nungguin mamanya nyuruh dia balik ke kamar tapi kok gak di suruh suruh.
"Bentar dulu," jawab mama singkat.
"Yauda coba hubungi abang itu tanya mau gak dia ke sini bantuin mama sebentar bilang!" tambah mama pada Daffa.
"Tapi kamu yakin ga bakal ngerepotin abang itu?" mamanya sedikit ragu, bagaimanapun anak itu bukan siapa siapa mereka. Jadi ada rasa tidak enakan kalau tiba tiba minta tolong kayak gini.
"Ya engga ngerepotin dong ma, kan dia pacarnya kak Dhita!" Daffa menjawab dengan santai tanpa sadar kalau dia keceplosan.
Begitu sadar dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Apa? pacarnya Dhita? Dhita udah punya pacar?" mama terkejut, jadi dia agak berteriak.
'uhuk' Dhita yang sibuk dengan tv sambil makan cemilan mama tersedak mendengar teriakan mama.
Lalu ia melirik Daffa yang sedang menutup mulut pakai tangan dengan mata melotot menatapnya, anak itu memang gak bisa di andalkan!