"Dina!" bentak Dhita yang sudah dibasahi keringat dingin, matanya melotot sampai sampai bola mata itu seakan mau keluar dari sarangnya.
Zayyan hanya menggelengkan kepala mendengar pernyataan paling aneh yang pernah ia dengar dalam hidupnya, tapi ia masih harus mendengar klarifikasi dan menyelesaikan situasi buruk ini atau namanya akan tercemar.
"Gini aja deh, daripada gue jelasin panjang lebar tapi ujung ujungnya lo Cuma marah-marah, Gue kasih satu pertanyaan dan lo jawab jujur!" Dina juga sebenarnya gak tau gimana caranya nyelesain situasi ini.
Dia Cuma iseng minta Dhita buat jadiin cowok jagoan yang nyelamatin adiknya beberapa bulan lalu sebagai pacarnya, karena ia pikir itu bakal jadi seru nantinya, apalagi tu cowok ganteng.
Tapi ia sama sekali gak tau kalau cowok itu ternyata adalah Zayyan, jujur ia merasa bersalah sama sahabatnya ini karena udah buat situasi menjadi rumit diantara dia dan saingannya.
Dan karena situasinya sudah jadi begini, dimana teman temannya pasti akan menuntut janjinya seperti para fans, karena kebetulan ia dan Zayyan memang sangat populer disini. Dina berniat melanjutkan semua yang sudah terjadi.
"Loh kok jadi lo yang ngasih gue pertanyaan sih, jelasin dulu yang lo bilang barusan!" jawaban itu hanya membuat Dina semakin tertekan berada didepan semua orang, sementara Zayyan tidak peduli karena dia sangat marah sekarang.
"tenang dulu Za, ini tu penjelasan dari gue dan lo harus jawab dengan jujur supaya permasalahan ini selesai," menggaruk rambutnya dengan canggung Dina menjawab sambil melirik ke arah sahabatnya yang sudah kikuk sejak awal tadi.
"Din lo mau apa sih?" dengan gigi terkatup rapat dan mata melotot Dhita bertanya dengan kesal, ia tidak yakin temannya yang lemot ini bisa nyelesain masalah.
"Bentar ya Za, - gue mau manggil adik lo!" setelah permisi sebentar pada Zayyan yang tidak lagi mempermasalahkan jawaban yang ia berikan, ia menjawab pertanyaan Dhita dengan polosnya.
"Terserah lo deh!" Dhita hanya bisa menghela napas panjang, dan ia kembali berdiri tegak di depan podium sambil mengumpulkan lagi kepercayaan dirinya.
"Bentar ya teman teman, kayaknya masih ada kesalahpahaman disini. Tenang, gue bakal nepatin janji kok!" kata Dhita, senyum tipis yang manis dan menggemaskan keluar dari wajahnya.
Kemudian semua orang kembali fokus tertuju pada Daffa adik Dhita yang dipanggil sekali lagi untuk maju ke depan oleh Dina karena ia berniat mempertemukannya dengan Zayyan.
"Sekarang lo jawab dengan jujur, pernah gak lo ketemu dengan adik ini?" membawa Daffa ke hadapan semua orang, Dina tidak bertanya pada Daffa melainkan Zayyan.
Itu karena ia mengharapkan Zayyan untuk tidak mengingat wajah adik Dhita, mereka pasti hanya ketemu sekali saat perampokan itu lalu menjawab kalau dia sama sekali belum pernah ketemu dengan adiknya Dhita ini jadi masalah mereka akan selesai di sini.
"Apa-apaan sih lo, dia siswa baru kan? lagian gue juga ga kenal jadi kapan kami ketemuan?" persis, jawabannya persis seperti yang diharapkan Dina, dan itu membuat Dhita menghela napas panjang sambil tersenyum lebar.
Dhita baru saja ingin memberikan keterangan ini pada semua orang lewat mic, tapi adiknya sekali lagi menyanggah jawaban Zayyan "Kak, inget gak waktu lo berantem sama preman di daerah pancuran 4 bulan lalu"
Bahkan Daffa sengaja bicara dengan mic agar semua orang dengar, dan ia mengarahkan mic ke bibirnya Zayyan menunggu jawaban.
"Oh, gue inget, jadi lo anak SMP yang di palakin preman itu? sampe-sampe hampir di pukulin sama mereka."
Jawabannya didengar seluruh siswa dan siswi di dalam aula, dan suasana kembali heboh sekali lagi.
Zayyan cuma menjawab dengan spontan karena kebetulan mengingat kejadian itu, tapi tanpa disangka sangka orang orang disini bersorak sekali lagi.
"Jadian! Jadian! Jadian!"
"Kenapa sih, kalian ngomongin apa pas aku keluar sampe mereka jodoh-jodohin gue sama miss Perfect itu?" kekesalannya udah gak kebendung, jadi ia menuntut Dina untuk sebuah penjelasan.
Bayangin aja, orang yang gak tau apa-apa tiba tiba dijodohin sama orang yang paling sering ngomentarin dirinya. Siapa yang gak risih coba! Pikiran Zayyan dah hampir meledak.
"Gak ada yang jodohin kalian, tu tanya aja sama miss Perfect lo, dia tu yang mau kalian pacaran" Yuda mendekat.
"Berenti berbelit-belit, kalo kalian ga ada yang bisa to the point gue bakal suru mereka yang jelasin!" segitu malasnya Zayyan untuk nanya langsung sama Dhita, orang yang ia juluki miss Perfect.
Dina yang udah pusing tujuh keliling tersentak kaget dengan perkataan barusan, "jangan, jangan gitu dong, iya deh gue akan jelasin semuanya."
"Tadi tu Dhita mau kasi ucapan terima kasih buat orang yang udah nyelamatin adiknya dari rampok, yauda gue request aja biar dijadiin pacar," jelas Dina malu-malu kucing.
"Lah terus? kenapa jadi gue sasarannya," mendengar penjelasan sesimpel itu, Zayyan menjawab dengan bingun. Ia bingung kenapa jadi dirinya yang jadi sasaran.
"Ya karena emang lo yang nyelamatin adiknya, barusan aja lo ngaku" memijat pangkal hidungnya dengan pelan, Dina menerangkan sambil menikmati ketampanan seorang Zayyan.
"Dhita lo kok jadi diem aja sih, klarifikasi dong" Dhita memejamkan matanya dengan jantung berdegup kencang, ini adalah masalah paling serius yang pernah ia hadapi.
Sementara itu Yuda menarik tangan Zayyan agar sedikit menjauh dari diskusi itu, "udahlah Za terima aja, lagian ni ya kalau lo tolak ini sekarang satu sekolah bakal tetep ngeledekin kalau kalian itu jadian!" Zayyan mengernyitkan dahi dengan ngeri.
"Lo kebangetan ya, sejak kapan lo jadi juru bicara cewek resek itu, hah?" emosinya meledak ketika melihat sahabatnya bertingkah sama seperti kerumunan di bawah.
"Bukan gitu Za, coba lo bayangin misalnya lo jadian sama dia sekarang, lo punya kesempatan buat balas dendam bre! dan ya, kalaupun lo mau putus nanti orang orang ga bakal sibukin urusan kalian lagi, Lo tau seberapa famous kalian berdua kan?"
Alasan logis terus di suguhkan Yuda pada sahabat terbaiknya yang satu ini, bahkan ia melihat ini sebagai celah agar sahabatnya bisa balas dendam pada wanita itu.
"Gue harus gimana dong?" ingin nangis rasanya Dhita saat ini, ia mencengkram tangan Dina dengan kuat.
"Mau gimana lagi, lo gak bisa ingkarin janji Ta!" dengan suara selembut kapas Dina mencoba menjawab apa adanya.
"Jadiin dia pacar gue? mulai ga waras lo, lagian ya mana mungkin dia mau --" Dhita mencengkram tangan Dina lebih kuat karena kesal dengan jawaban temannya, tapi pernyataan itu disanggah lagi oleh orang lain.
"Gue mau!" terlihat Zayyan memotong pernyataannya dengan santai dan begitu tenang, suaranya bahkan membuat kerumunan jadi lebih adem karena ia bicara dengan mic di tangannya.