Chapter 32 - HADIRNYA CINTA LAMA

Deg!

Deg!

Deg!

Untuk beberapa saat kemudian, kebisingan di tempat pemotretan itu sama sekali tak bisa mengalahkan degub jantung Amelia yang begitu berdebar.

Entah kenapa hanya dengan mendengarkan suara dari pria yang saat itu sedang berada di negara lain, sudah cukup untuk membuat Amelia berdebar seperti itu.

"Astaga! Sebenarnya apa yang salah dengan jantungku? Kenapa suara pria ini terdengar begitu aneh, seakan-akan aku bisa ikut ke sana. Apakah kau sudah gila, Amelia? Bisa-bisanya kau memikirkan hal yang mustahil seperti itu? Aisshh!" Wanita itu pun memegang dadanya sendiri sambil membiarkan pikirannya agar dia tidak terus memikirkan pria yang saat itu sedang berada di Amerika untuk menjalankan perjalanan bisnis.

"Kenapa? Kenapa kau tak mengatakan sepatah kata pun?" Amelia mulai membuka pembicaraan dengan canggungnya. Dia bisa mengetahui dengan jelas bahwa saat itu dia bahkan lebih nervous daripada pertama kali dia melaksanakan pemotretan.

["Ah? Aku hanya ... Ingin mengetahui apakah kau tidak menghancurkan reputasiku atau tidak,"] jawab Aiden, yang membuat wanita itu pun tak merasa canggung lagi dengan mendengar ucapannya saat itu.

"CK! Di mana saja kau berada kenapa kau selalu mencari gara-gara denganku? Sudahlah! Kalau kau mau sih mau bicara omong kosong lagi maka lebih baik aku matikan saja panggilan telepon ini." Amelia pun mengancam hal seperti itu karena dia sama sekali tidak tahu harus melakukan apa, sebab malu.

Di seberang sana, seluruh klien yang saat itu sedang melihat apa yang dilakukan oleh Tuan muda dari perusahaan terbesar di Asia itu, hanya bisa terheran-heran karena mereka sama sekali belum pernah mendengar ataupun melihat ekspresi wajah seperti itu pada Aiden.

["Hahahaha, maaf, maaf! Aku hanya tidak ada urusan saja. Aku hanya menelepon karena sekretaris pribadiku yang ada di sana mengatakan padaku bahwa kau akan pulang ke apartemen mu sendiri. Benar seperti itu?"]

Di dalam hati Amelia mulai berpikir. "Wah, entah kenapa pria ini terlihat lebih menakutkan daripada seorang investigator. Bisa-bisanya dia langsung mengetahui bahwa aku akan pulang ke rumah dan langsung bertanya seperti ini. Cih, menyebalkan!"

Sontak wanita cantik itu pun memutar bola matanya sambil memikirkan apa yang harus ia berikan sebagai alasan pada pria di balik telepon itu. "Oh, iya! T-tentu saja aku akan pulang ke apartemenku sendiri karena kau tidak ada di rumah. Kenapa? Apakah tidak boleh?" Jawaban dari Amelia yang saat itu terdengar seperti dia tidak ingin ada di tempat di mana Aiden juga tak ada di sana membuat pria yang saat itu sedang berada di Amerika sedikit tersenyum karena pikirannya sendiri.

["Kenapa? Apakah kau tak ingin berada di rumahku karena aku sama sekali tidak ada di sana? Apakah kau merasa kesepian sendiri di sana? Iya?"]

Deg!

Amelia sama sekali tidak percaya bahwa pria itu akan mengatakan hal memalukan seperti itu. "A-apa? Bisa-bisanya kau tidak tahu diri seperti itu, Aiden. Sudahlah! Jangan bicara omong kosong lagi dan cepat tutup panggilan teleponnya, aku akan segera melaksanakan take two sekarang. Oke, bye!"

Tit!

Amelia pun langsung mematikan panggilan telepon itu karena dia sama sekali tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan Aiden.

Aiden pun hanya bisa memegang ponselnya sambil tersenyum. "Apakah ia sedang merasa malu? Bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu padaku. Manisnya," ujarnya, di tengah-tengah meeting yang saat itu sedang ia hentikan sejenak untuk menelepon Amelia—kekasih palsunya.

"Baik, kita sudah sampai di mana?" Setelah itu ia pun langsung melanjutkan meeting yang saat itu sedang mereka selenggarakan. Dan untuk beberapa hal, Bella yang saat itu bisa melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi pada pria yang ia sukai itu hanya bisa menggeram dan mengepalkan telapak tangannya dengan kesal.

"Hhh! Kau lihat saja sebentar lagi. Sebentar lagi kau akan merasakan apa yang namanya neraka, Amelia," ucapnya di dalam hati sambil menatap pria yang saat itu terlihat begitu senang setelah ia mendengarkan suara Amelia.

***

Sementara itu berlanjut ke tempat di mana Amelia sedang melaksanakan pemotretan keduanya.

Wanita itu sedang berdiri di pojokan, menantikan penata rias untuk memperbaiki make up nya.

Pada saat yang sama, Jayden Yang penasaran dengan siapa orang pada panggilan telepon itu langsung melangkahkan kakinya dan menghampiri Amelia yang saat itu sama sekali tidak melakukan apapun. Hanya berdiri termenung di sana.

"Nona, apakah saya boleh bertanya sesuatu kepada Nona?" Tanpa ada hujan dan tanpa ada angin tiba-tiba saja pria itu langsung bertanya kepada Amelia.

Beberapa staf yang saat itu sangat mengenali dengan jelas siapakah pria yang berdiri di hadapan wanita cantik yang merupakan model baru mereka itu, sontak langsung mengundurkan diri mereka dan melangkah pergi meninggalkan Amelia dan Jayden untuk berbicara empat mata.

"Loh?" Mata wanita itu sontak tertuju kepada penata rias yang saat itu hendak menata riasnya akan tetapi dia tiba-tiba saja langsung pergi meninggalkan tempat di mana ia akan segera mulai untuk berdandan kembali. "Kenapa dia malah pergi seperti itu?" Hingga wanita itu pun berbalik dan sudah berdiri di, Jayden Nicholas—yang sama sekali belum diketahui bahwa dia adalah CEO pemilik perusahaan yang mana bekerja sama bersama Amelia.

"Kenapa? Tadi kau bilang apa?" Tanyanya, berusaha untuk memperjelas apa yang sedang dikatakan oleh pria yang ada di hadapannya itu.

Jayden pun tersenyum. "Nona, siapakah orang yang tadi menelponmu? Dari ekspresi wajahmu, sepertinya dia adalah orang yang sangat penting, bukan?"

Deg!

Mendengarkan apa yang dikatakan oleh Jayden, sontak membuat Amelia pun terperanjat dan memikirkan hal tersebut dalam-dalam.

"Hah? Aku? Terlihat bahagia saat mengangkat panggilan telepon tadi?" Wanita itu membulatkan kelopak matanya yang indah, sambil menunjukkan jari telunjuknya itu padanya sendiri. "Aku? Terlihat bahagia?"

"Ya! Apakah kau sama sekali tidak merasakan ada hal yang berbeda saat kau mengangkat telepon tadi? Kau ..." Tiba-tiba saja ekspresi pria itu pun langsung berubah.

Ya, Jayden merupakan pria yang jatuh cinta pada pandangan pertama saat menatap Amelia yang begitu memukau. Apalagi dengan bahasa tubuh dan juga kepribadian wanita itu yang begitu lugas dan juga tak munafik, membuat pria tampan yang saat itu sedang dalam posisi untuk mencari pasangan hidupnya menjadi lebih tertarik pada Amelia.

"Tuan?" Amelia pun mengagetkan pria itu sekali lagi, dan hal itu sontak langsung membuyarkan pikirannya.

"Ah, i-iya? Maafkan saya. Saya hanya-" belum sempat pria itu menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja telepon wanita yang berdiri di hadapannya itu berdering sekali lagi. Namun, kali ini ekspresinya sangat berbeda dengan saat dia menerima telepon sebelumnya.