Chereads / Jadi Pengacau Dunia Gadis Penyihir / Chapter 19 - Bab 19. Kasar

Chapter 19 - Bab 19. Kasar

Di tengah jalan tol, pertarungan antar sesama Valkyrie sedang berlangsung.

3 lawan 1 memang terdengar tidak adil. Namun bila lawannya sangat kuat, maka keadilan akan berbalik.

Celicia, Windy, dan Naura terlihat kelelahan melawannya. Berbagai macam sihir dan serangan fisik telah digunakan untuk melukainya.

Namun tak ada satupun yang benar-benar dapat melukainya. Semua serangan hancur hanya dengan satu jentikkan jari saja.

Dian Pitaloka Mandasari, dia bagaikan sebuah ratu kemalasan di udara. Baring dengan menahan kepalanya dengan tangannya, dia melihati para Valkyrie yang bertarung melawannya dengan bosan.

"Apa segitu saja kemampuan kalian?" Dian menatap rendah mereka.

Mereka hanya menatap kesal gadis itu. Tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan saat ini. Semuanya sudah mereka coba.

Berdiri di sana, mereka menunggu sesuatu. Tapi tidak tahu apa, mereka bertiga merasa seperti hanya harus menunggu seseorang.

SLASH!

Sebuah tombak diayunkan ke atas sampai meninggalkan garis biru dari bekas ayunannya.

Dian yang tidak menyadari kedatangan Ira harus mendapatkan luka tebasan di tubuhnya.

"Sial kau!" Dian mengerang dan menatap gadis itu dengan wajah yang mengerikan.

Teman-teman Ira tidak tahu harus berkata apa dengan kejadian ini. Tapi mereka dengan cepat terbang ke belakangnya.

"Ira... Kau akhirnya datang juga!" (Celicia)

"Apa kau sudah mengurusnya?!" (Windy)

"Aku senang kau kembali, Ira!" (Naura)

Unit mereka sudah lengkap. Tapi apakah mereka bisa melawannya?

Tentu saja bisa, karena jauh di belakang Ira. Randy sedang bersembunyi di balik pembatas jalan dan mengeluarkan sihir supportnya.

"Magic Seal!" Randy mengeluarkan sihirnya.

Dengan begini, sihir penyegelan milik Dian menjadi tidak bisa dipakai.

Walaupun Randy tidak memberikan bantuan sihir itu sekalipun, Ira tetap dapat melawan gadis itu.

Tombak yang ia pakai bukanlah berasal dari summon dengan sihir, melainkan tombak asli yang berada di ruangan beladiri.

Kembali ke pertarungan mereka.

"Sword Dance!" Dian mencoba menggunakan sihirnya.

Sayangnya, sihir yang ia kerahkan tidak muncul sama sekali.

"Ha?!" Mereka semua terkejut saat melihat Dian yang tidak bisa mengeluarkan sihirnya.

Ira menjadi satu-satunya yang melakukan akting di sana. Dia sudah tahu apa yang terjadi pada Dian.

Tak ingin membuang-buang waktu lebih lama, Ira mencengkram kuat tombaknya. "Ketua! Biarkan aku yang melakukannya!" Ira memasang posisi kuda-kuda dan mengarahkan tombaknya ke depan.

"Hmm(mengangguk), hanya kau yang bisa sekarang! Lakukanlah!" Celicia memberi ijin.

Dengan cepat, Ira maju dan mengayunkan tombaknya ke arah Dian yang kebingungan.

"He-hei! Ini bisa di-"

Suara Dian terputus karena terkena serangan Ira.

SLEBB!

"Sudah telat buatmu untuk minta maaf!"

Tanpa sihir, mereka hanyalah orang lemah. Itulah kenyataan dunia ini.

Tubuh Dian langsung terdorong ke bawah sampai menghantam jalan. Jalan itu seketika retak karena tertimpa olehnya. Tubuh Dian tertidur di tengah-tengah retakan itu.

"Hore! Kita berhasil!" Ira mengepalkan tangannya kebawah sambil tersenyum.

"Lebih tepatnya, kau yang menang, Ira!" Celicia merendah pada kawannya.

"Ah hehehe!" Ira merasa malu saat dipuji oleh ketuanya.

"Oh ya, ngomong-ngomong tombak itu dari mana?" Windy menanyai asal muasal benda itu.

"Oh ini?" Sambil menunjukkan tombaknya. "Ini kudapat dari ruang beladiri!" Ira mengatakannya tanpa rasa bersalah.

Suasana gembira tiba-tiba menghilang. Mereka semua berpikir sambil memegang dagu masing-masing.

"Aneh sekali... Kenapa di tempat itu ada senjata tajam?!" Senyum licik mulai terlihat di wajah Windy.

"Bila kuingat, bukannya club beladiri di dominasi pria? Palingan juga itu milik para murid laki-laki." Naura mencoba menghilangkan niat jahat Windy.

"Aku tidak membicarakan soal para Valkyrie atau Justiciar, Naura sayang..." Windy menatap bodoh Naura.

"Heh, lalu apa?" Naura melebarkan matanya karena terkejut.

"Yang kupikirkan adalah... Kita mungkin... bisa menggunakan bukti ini... untuk memaksa mereka melakukan perkerjaan kotor kita... Hahaha." Tawa iblisnya dengan sengaja keluar.

Naura menatap takut temannya meskipun sudah terbiasa sekalipun.

PLAK!

Celicia memukul kepala Windy.

"Sudahlah, jangan main-main Windy!" (Celicia)

"Maaf... maaf..., aku cuman terbawa suasana!" (Windy)

"Ah hahahaha! Dasar Celicia, tahu saja kapan saat Windy hanya bercanda!" (Naura)

Suasane tegang yang tiba-tiba timbul rupanya hanya berjalan sebentar, dan kembali menjadi cerah.

"Tunggu!" Naura tiba-tiba berteriak. "Di mana Dian?!" Dia menatapi jalanan yang retak karena tertimpa Dian.

Namun tubuh gadis itu sudah tidak ada di sana. Dia hilang bagaikan hantu karena tak meninggalkan sedikitpun bekas.

Kembali ke waktu sesaat setelah Ira mengalahkannya.

Ira dan Randy sudah membuat rencana.

Ira akan mengalihkan perhatian para Valkyrie dan memberikan waktu Randy untuk melakukan pembebasan.

Dengan diam-diam, Randy berjalan menuju tengah jalan dan mengambil tubuh gadis itu.

Meski terlihat tidak sopan, tapi pemuda itu terpaksa menyeret gadis itu ke tempat yang tidak terlihat oleh mereka.

"Baiklah, mereka diluar jangkauan penglihatan." Randy melihati keadaan sekitar.

"Sekarang tinggal penyelesaiannya!" Tangan pemuda itu mulai menyentuh kalung milik Dian.

Perlahan, kalung yang Randy pegang berubah menjadi hitam.

"Ahh...!"

Tubuh Dian mengerang semakin kuat mengikuti semakin gelapnya kalung itu.

Sebuah perasaan tidak nyaman menghampiri anak laki-laki itu saat mendengar erangan itu.

"Perasaan apa ini?!" Imannya sedang diuji.

'Apa yang sebenarnya kulakukan?!'

Tidak merasa enak setelah mendengarnya, Randy membalikkan mukanya dan menatap jauh ke arah para Valkyrie yang ada di udara.

Saat pembebasan sudah selesai, mata gadis itu perlahan membuka.

"Siapa kau?! Kenapa kau bisa ada di sini?!" Seorang laki-laki dia lihat saat terbangun.

Hal itu jelas membuatnya kaget dan refleks menjauh dari Randy yang terlihat mesum.

Melihat ekspresi takut Dian, Randy hanya bisa memalingkan wajahnya. Dia sadar kalau saat ini dia terlihat menjijikan, apalagi dia sedang bertanding bersama imannya.

"Tenanglah...! A-aku...?!" Randy mencoba menenangkannya, namun tak ada satupun kata yang terlintas dipikirannya.

'Apa yang harus kulakukan?!'

Ini adalah pertama kalinya Randy harus melakukan ini tanpa bantuan Dalor.

Ketidakhadirannya benar-benar membuat pikiran Randy nge-blank.

'Kondisi saat ini juga tidak memungkinkanku untuk menggunakan Justice of Word!' Perlahan dia mulai menggosok-gosok rambutnya karena bingung.

"A-anu, apa yang kau lakukan? Kau baru mau menyantap mangsa saja sudah pusing 7 keliling. Bagaimana pas sedang melakukannya?!" Dian yang berpikir dirinya akan jadi korban asusila malah mengejek Randy yang sedang pusing.

"Hey! Jaga mulutmu! Sudah kubilang, aku tidak sedang mau menyerangmu!" (Randy)

"Benarkah, tapi kau terlihat mencurigakan..." (Dian)

"Beneran, aku tidak ada niatan jahat!"

"Lalu, jelaskan mukamu yang merah itu karena apa?!"

"Tentu saja karena melihatmu, bodoh!"

"Siapa kau panggil bodoh, dasar mesum newbie! Kau melihat wanita saja sudah seperti itu, apalagi melihat mereka tanpa busana!"

"Memangnya kenapa? Aku saja jarang melihat cewek!"

"Heh?!"

Dian terkejut dengan pernyataan Randy.

Mulutnya perlahan melengkuk membuat senyuman. Dia berjalan merangkak ke arah pemuda newbie itu.

"Apa benar... kau jarang bertemu wanita?" Dian mencoba menggoda laki-laki bodoh itu.

Senyumnya seakan menghipnotis siapaun yang melihatnya. Jika dia orang biasa mungkin akan tanpa sungkan menyerangnya.

Namun Randy yang sudah terbiasa akan situasi ini, imanmya lebih kuat dari yang mereka bayangkan. Dia bahkan sudah tidak terlalu bereaksi hanya dengan pakaian gadis pantai. Butuh tenaga ekstra hanya untuk membuatnya tergoda.

"Ya... Sebenarnya aku sudah punya pacar, ha ha hahaha!" Dia menyatakannnya dengan memperlihatkan kebodohannya.

Langkah gadis itu terhenti, namun bukannya kecewa dia malah semakin bergairah.

"Oh sudah punya, ya? Jadi maksudmu jarang melihat cewek itu, maksudnya..." Wajahnya sudah berada dekat dengannya. "...Cewek lain, ya?" Dian membisiki tepat di pinggir kuping Randy.

Sayangnya, kelemahan Randy yang sebenarnya adalah sensifitasnya. Jika dia mengalami kontak fisik dengan lawan jenis, ketahanannya akan berkurang drastis. Apalagi dalam situasi saat ini.

Bisa-bisa anak itu kegirangan habis.

"I-iya, i-itu maksudku yang sebenarnya!" Randy menoleh ke arah Dian dengam bergetar hebat.

"Hey tampan, kau kan laki-laki... Dan laki-laki boleh berpoligami... Kau tidak keberatan kan bila tambah satu?!" Godaan semakin kuat.

Randy akhirnya menyadari satu hal. Ini adalah sifat asli dari gadis ini. Dian yang tadi terlihat kejam dan brutal seketika berubah menjadi penggoda seperti ini.

Randy harus memikirkan langkahnya. Dia tidak boleh termakan olehnya.

"SLEEP!" Randy mengeluarkan sihirnya.

Dian yang tadi menggoda Randy dengan seketika tertidur di dadanya.

"Untunglah aku ingat, tidak terbiasa menjadi penyihir terkadang membuatku lupa kalau aku bisa melakukannya!" Keluhnya.

Masalah ini sudah selesai.

Bila ditanya kemana Randy membawa tubuh Dian saat Time Fracture berakhir tadi.

Randy hanya akan menjawab. "Aku bawa dia pulang ke rumahnya!"

Wajahnya kelihatan dapat dipercaya. Tapi tidak ada yang tahu yang sebenarnya.

Hanya dia seorang yang tahu.