Randy menatap melongo saat melihat tanda di atas pintu ruangan itu.
Sebuah kata kamar mayat membuatnya bingung bukan kepala.
'Apa yang sudah terjadi padaku?!' Ujarnya dalam hati.
Namun, orang-orang di sekitarnya tidak menjawab sama sekali. Yang mereka lakukan hanya menatap diam dirinya.
Sang dokter memberanikan dirinya untuk mengecek keadaan Randy yang masih dalam pelukan ibunya. Dia mengecek nadi di tangan anak itu, dan dilanjutkan pengecekan suhu tubuhnya.
"Suhu anak anda masih dingin, tapi nadinya telah kembali." Dokter mengatakan dengan raut muka yang tidak percaya.
"Benarkah?! Untunglah... aku tidak kehikangan... dirimu...!" Ibu Randy memeluknya dengan erat.
Randy yang kebingungan memberanikan membuka mulutnya. "Apa yang terjadi?" Dia menoleh tatapannya ke arah gerombolan teman-temannya bahkan para OSIS sekalipun.
Tidak ada yang berani menjawab, satu-satunya yang membuka suara adalah Ilham.
Dia perlahan menggaruk rambutnya dengan tersenyum tidak enak. "Bagaimana ya bilangnya, tadi kau sudah tidak bernyawa. Dan sudah lebih dari 3 jam sejak kau tidak bernyawa, kau kembali berjalan di depan kami." Perasaan tidak enak bersamanya saat dia mengatkan itu.
Para pengunjung yang lain hanya bisa mengalihkan pandangan mereka.
"Mati?!" Randy tidak percaya dengan apa yang barusan menimpanya.
"Sudah nak Randy, sebaiknya anda kembali ke ruang rumah sakit. Kondisi anda masih lemah saat ini." Dokter memberinya saran.
Ibu Randy melepas pelukannya yang penuh tangis. Dia mengiyakan perkataan sang dokter dan membawanya kembali ke ruangan rawat inap.
"Dan untuk para pengunjung, sebaiknya anda pulang karena sudah malam dan kalian saat ini masih bersekolah, kan?" Dia menyuruh para pengunjung untuk pulang.
Di ruangan rawat inap, Randy diperiksa oleh dokter. Sayangnya dokter tidak punya jawaban pasti dengan apa yang terjadi padanya. Dia hanya menyimpulkan aku mengalami mati suri.
Di dalam diri Randy, dia sadar apa yang terjadi padanya. Dia diselamatkan oleh Dalor, kini dia tidak bisa bertemu dengannya selama sebulan untuk memulihkan kekuatannya.
Mulai dari saat ini, dia harus bergerak sesuai intuisinya sendiri. Dia tidak boleh lengah seperti sebelumnya. Kematian akan menyulitkan orang di sekitarnya.
Di tempat lain, Farida dan Ilham berjalan berdampingan layaknya seorang teman.
"Syukurlah, Randy tidak apa-apa... Aku sangat kaget tadi. Saat aku mendengar kabar tentangnya, aku langsung berlari ke motorku dan berjalan ke rumah sakit!" Ilham terlihat tertawa tapi air matanya tidak bisa disembunyikan.
"Hei... Kenapa kau nangis, bukannya kau itu pria?" Farida mengejeknya.
Tapi sesuatu membuatnya terkejut. "Pria juga bisa nangis bodoh! Siapa yang tidak akan sedih saat tiba-tiba mendengar kabar kalau teman dekatnya telah meninggal?! Apa kau tidak tahu tempat untuk bercanda?!" Ilham memekik keras ke arah Farida.
Farida hanya menatapnya dengan ekspresi terkejut. "A-aku juga begitu, bagaimanapun juga akulah yang melihat detik-detik kematiannya!" Farida ikut mengeluarkan air matanya.
Mereka berdua bertatapan dengan saling menangis satu sama lain.
Farida tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Sesuatu sedang ia sembunyikan dari Ilham. Sesuatu hal yang tidak boleh sembarangan diungkapkan.
"I-ini sudah malam, apa kau mau kuantar?" Ilham menyudahi tangisnya dan mencoba menawarkan Farida sebuah tumpangan.
Ilham merasa khawatir pada Farida. Meskipun mereka cuman teman, bagaimanapun juga meninggalkan seorang gadis sendirian saat malam hari adalah hal yang salah dan bisa merusak harga dirinya.
"Maaf, orang tuaku akan menjemput. Dan terlagi..." Dia menatap ke arah Celicia yang menatapnya tajam dengan menyilangkan tangannya. "...Masih ada urusan yang harus kuselesaikan."
Ilham tidak mengerti dengan urusan Farida. Tapi karena ia mempercayainya. Ilham dengan segera pergi dari rumah sakit itu.
Tak lama setelah Ilham pergi, Celicia berjalan mendekat ke arah Farida. Raut mukanya yang kesal sedang diarahkan ke arah Farida.
"Apa yang ada di dalam otakmu sampai kau mengira sahabatmu sendiri sebuah musuh?!" Celicia menghardik Farida dengan kesal.
Farida tidak bisa menjawab apa-apa. Dia hanya bisa menggigit bibirnya sendiri sampai berdarah.
"Akupun tidak tahu, secara refleks aku mengeluarkan sihirku di luar jam Time Fracture dan menusukkan rantaiku ke arahnya." Farida hanya terdiam kaku dan merenungi kesalahannya.
Tapi hal itu malah dimanfaatkan oleh salah satu bawahan dari Celicia.
"Ha, Refleks? Jadi itu ya, kau cemburu pada seseorang, bukan?" Windy membuka mulutnya dan tatapan licik dia arahkan ke Farida.
Mereka bertiga menatap tidak percaya apa yang barusan dikatakan Windy.
"Tidak mung-?!" Suara Farida diputus olehnya.
"Kau tiba-tiba menyerang Randy yang sedang bersama Ira, kan? Saat itu, pasti matamu kalang kabut dan dengan perasaan cemburu yang sudah membara... Kau dengan tidak sadar mengeluarkan sihirmu..." ujarnya lirih tapi memprovokasi.
"Hey, Windy-!" Naura mencoba menghentikan Windy namun mentalnya tidak kuat.
"Bagaimanapun juga, kau adalah temannya sejak lama. Pasti dalam pikiranmu ada hal seperti ini, kenapa aku yang sudah bersamanya sejak dulu tidak pernah dilihat sebagai seorang wanita. Sedangkan Ira yang baru saja bertemu malah langsung diajak pacaran..." Dia mulai memainkan rambutnya sendiri.
"Windy diamlah!" Suara Celicia sangat tegas bahkan Windy yang daritadi mengoceh sampai menurutinya.
"Baiklah, Celicia..." Meskipun begitu, senyum itu masih ada dalam wajahnya.
Tidak mau berlarut-larut, Celicia berjalan mendekat ke arah Farida yang terdiam membeku. Matanya saling berhadapan dengan musuh abadinya di Time Fracture itu. Sedikit lagi mungkin mereka bisa berciuman, tapi itu tidak mungkin terjadi.
"Jika kau berani-berani menggunakan sihir yang bahkan bisa merugikan orang yang tidak berhubungan dengan Time Fracture... Maka kau tahu apa yang akan terjadikan...? Kau akan digantikan, bahkan kunci yang ada di dalam dirimu akan dikeluarkan paksa oleh bawahanmu..." Celicia mengingatkan musuh dengan apa yang terjadi bila mereka melanggar perjanjian itu.
Farida hanya mengangguk lemah saat mendengarnya.
Melihat itu, Celicia menjauhkan wajahnya dari Farida dan berjalan mundur menuju bawahanya.
"Ayo pulang!" Celicia pergi dari rumah sakit bersama temannya dan mengantarkan mereka pulang ke rumah mereka masing-masinh.
"Jika kau masih tidak bisa menjaga hatimu, sebaiknya jangan keluar saat Time Fracture selanjutnya. Nanti bisa-bisa kau membunuh satu desa malahan..." Windy masih tidak habis-habisnya memengaruhi Farida.
Tapi untungnya, itu adalah ejekan terakhirnya sebelum dia pergi bersama Celicia.
Farida menunduk dan menatap lantai lorong rumah sakit itu. Dia seakan terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.
Tadi, sesaat setelah Time Fracture berakhir. Farida dengan raut muka yang khawatir mencari Hannah yanh hilang bersamaan dengan berubahnya sawah itu menjadi lautan.
Sawah yang tadi menjadi laut, kini telah kembali surut dan tidak mempengaruhi siapapun yang bukan Justiciar maupun Valkyrie.
Saat beberapa menit pencarian, dia akhirnya menemukan Hannah yang bersama dengan Ira. Dia awalnya ingin menyerang, tapi karena Farida sadar bagaimana hubungan Ira dengan Hannah dikehidupan yang saat ini. Dia mengurungkan niatnya.
Sayangnya, dalam sekejab hal itu sirna. Dia tiba-tiba melihat Randy sebagai ancaman saat bocah malang itu didatangi dan dipeluk oleh Ira.
Ada perasaan tidak enak dalam dirinya. Sesuatu yang membuatnya mengeluarkan sihir di luar Time Fracture. Dan melesatkan rantainya tepat ke arah jantung Randy sampai bolong.
Farida mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Apakah kekuatan mereka tidak terlalu berfungsi pada orang yang bukan bagian dari mereka?
Tidak, itu jelas-jelas salah. Farida ingat jelas bagaimana kecerobohan salah satu bawahannya bisa menyebabkan kematian pada sahabat karibnya sendiri.
Sementara itu, di mobil yang Celicia dan kawan-kawannya kendarai. Salh satu supirnya Celicia bertanya. "Kenapa, tidak jadi proses pemakamannya?!" Dia kebingungan bukan main.
"Tidak, jenazah tiba-tiba bangun." Celicia mengatakan itu dengan santai.
Tapi sang sopir kaget dan hampir oleng. "Hidup kembali?! Maksudmu mati suri?!" Tanyanya dengan terkejut.
"Ya, bisa dibilang begitu..." Celicia terkikih.
"Tapi aneh sekali, apa yang sebenarnya terjadi pada Randy?" Naura memegang dagunya dengan kebingungan.
"Entahlah, mungkin berkah dari langit..." Windy menjawab dengan bercanda.
"Besok, ayo kita tanyai Randy!" Celicia menatap tajam jalan itu dari dalam mobil.
Banyak hal yang ingin dia tanyakan pada pemuda itu.
"Hmm, aku juga ingin lihat bagaimana ekspresi Ira saat menyadari kalau kekasihnya masih hidup." Naura mencoba mencairkan suasana.
"Hmm, kita akan menantikannya." Celicia tersenyum dan menatap ke kursi belakang yang sekadang diduduki Naura.
"Dia saat ini sedang pingsan bersama dengan Justiciar itu di kamarnya. Kuharap tidak ada hal buruk terjadi pada mereka." Windy mengeluarkan senyum tulusnya.
Besok akan menjadi hari merepotkan buat Randy yang baru saja tersadar setelah mati selama 3 jam.