Chereads / Terjebak Dengan Direktur / Chapter 2 - Bab 2. Jungkir Balik.

Chapter 2 - Bab 2. Jungkir Balik.

"AAAAGHHHHH....

Aira berteriak sekencang-kencangnya melihat tubuhnya yang hanya berlapis selimut. Tidak perlu menjadi orang pintar untuk mengetahui kondisinya saat ini. Ia di perkosa!

Allahuakbar!

Aira bergegas bangkit, namun baru berjalan selangkah, ia sudah terpeleset di sebabkan oleh lilitan selimut yang dikenakannya.

Tangis Aira semakin tak terbendung, ia duduk di tepi ranjang dan menangis tanpa menahan suara isakannya yang memilukan hati.

Aira sudah berusaha menjaga kehormatannya, dengan mengenakan pakaian syar'i, tidak berpacaran, bahkan tidak bermudah mudah bergaul dengan lawan jenis. Tapi kenapa ia bisa berakhir seperti ini? Kenapa harus ia yang mengalami ini? Bagaimana caranya ia menjelaskan kepada kedua orangtuanya nanti? Aira tidak sanggup mengecewakan mereka.

"Kamu sudah bangun?" Suara berat seorang pria membuat Aira mengangkat wajahnya, melihat senyum penuh kemenangan yang di tunjukkan laki laki di depannya. Laki laki yang Aira tolak saat masih kuliah dulu. Aira masih ingat karena Renald adalah pria idaman hampir seluruh wanita di kampusnya dulu.

"Kamu lihat kan? Saya bisa dengan mudah mendapatkan kamu. Kesucian yang kamu agung agungkan sudah saya renggut." Renald mendekati Aira yang masih duduk di atas ranjang.

"Saya akan melaporkan kamu ke polisi!!" Aira mengusap air matanya dan menjawab lantang, ia tidak takut. Jika sebagian korban pemerkosaan takut aibnya terbongkar karena melapor ke polisi, Aira malah sebaliknya. Aira tidak takut aibnya terbongkar, ia juga akan sangat takut jika pelaku seperti Renald akan bebas berkeliaran kemanapun, dan bisa jadi akan ada korban selanjutnya.

"Sebaiknya kamu urungkan niat kamu, karena kita akan menikah. Ayah dan ibu kamu sedang di perjalanan menuju ke sini." Renald bangkit, meraih baju koko nya dan menggelar sajadah menuju arah kiblat.

Aira yang masih kebingungan karena ucapan Renald akhirnya tersadar. Namun ia segera menahan Renald yang akan takbir dengan memukulnya menggunakan bantal guling.

"Saya tidak mau menikah dengan kamu!! Baji*gan!" Aira sedikit terkesiap karena ia berhasil mengumpat, namun ia tidak perduli yang penting ia tidak menikah dengan Renald.

"Kamu mau atau tidak, saya sudah mempersiapkan semuanya, termasuk gaun pengantin kamu. Jadi berhentilah mendebat saya. Mandilah, sebentar lagi orang dari MUA akan ke sini." Renald mengatakan itu dengan wajah mengancam, ia tidak mau membuang buang waktu dengan melayani perdebatan Aira.

Aira akhirnya menurut, berjalan menuju kamar mandi sambil mengusap air matanya yang berjatuhan bagai hujan lebat.

Sampai di bawah guyuran air shower, Aira menggosok seluruh tubuhnya dengan keras, sampai kulitnya perih. Namun rasa takut juga hina akan pelecehan yang dilakukan Renald masih terngiang hingga ia menjerit meratapi nasibnya setelah ini.

Jika benar bahwa Renald akan menikahinya seharusnya laki laki itu melamarnya secara baik baik, bukan menodainya.

Tunggu!

Sambil menggosok tubuhnya Aira mengingat bahwa Renald bukan muslim, itu juga sebabnya dulu ia menyuruh Renald berhenti mendekatinya. Jadi sekarang laki laki itu menjadi muslim? Tadi Renald akan melaksanakan ibadah sholat. Seharusnya dengan menjadi seorang muslim Renald bisa menjaga kemaluannya. Bukan dengan tega memperkosanya.

Bukan itu juga yang Aira bimbang. Namun jika seandainya ia hamil bagaimana? Meskipun tidak untuk saat ini, tapi siapa yang tahu nanti? Apakah pernikahannya akan sah? Ia tahu bahwa menikah dalam keadaan hamil hukumnya haram.

Aira bergegas menyelesaikan acara mandinya. Ia masih saja menangis seakan akan stok air matanya tidak akan habis. Dengan masih sesugukan Aira meraih handuk untuk menutupi tubuhnya dan rambut, kemudian memakai pakaian yang tergantung di samping handuk. Ajaibnya ukuran gamis itu pas di tubuh Aira.

"Haah...

Aira berusaha menenangkan dirinya. Hidungnya terlihat memerah di pantulan cermin, wajahnya juga ikut memerah.

Aira kemudian mengingat saat ia di panggil oleh seseorang yang berjilbab, mereka lalu berkenalan singkat, kemudian wanita itu mengajaknya untuk shalat Maghrib di musholla hotel. Setelah sholat Magrib Aira bahkan tidak ingat apapun. Hingga subuh ini ia terbangun di ranjang putih dengan tubuh telanjang.

"Ya Allah, aku tahu ini bagian dari rencanaMu. Jadi mudahkan ya Allah." Do'a Aira lalu keluar dari kamar mandi. Ia melihat kamar yang tadinya remang remang kini sudah terang benderang. Terlihat beberapa wanita sedang mempersiapkan boxs boxs yang Aira tebak berisi perlengkapan makeup.

"Mbaknya sudah selesai mandi. Mari mbak duduk di sini." Seorang wanita memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, adalah asisten MUA yang bernama Rani.

"Saya belum solat mbak, sebentar ya." Aira menolak dengan lembut. Lalu meraih sajadah di atas ranjang, mencoba mengingat kemana arah kiblat Renald saat sholat tadi. Setelah memantapkan hati, Aira menggelar sajadah, sholat isya, lalu sholat subuh. Ia tahu hukum sholat tidak bisa gugur dari seorang muslim apapun alasannya. Jika sakit pun kewajiban sholat tidak bisa gugur begitu saja, jika tidak bisa berdiri bisa duduk, jika tidak bisa duduk maka berbaring, jika tidak bisa berbaring maka bisa dengan isyarat. Selama seorang muslim itu tidak gila, dan sudah balig, wajib baginya melaksanakan sholat. Jika ingin terlepas dari shalat bisa memilih dua opsi, apakah dia masih kanak kanak, atau sudah Gila.

.

.

"Saya nggak nyangka mbak calon isterinya pak Renald. Soalnya nih mbak, setiap ibu boss menanyakan calon istri, pak Renald suka menghindar." Tiara_ sang makeup artist membuka suara saat memulai memoles wajah Aira dengan primer.

"Eh lupa mbak, saya ini karyawan buk boss. Jadi enak ini pak Renald nikah MUA nya gratis, he he....

Tiara tertawa diikuti asistennya. Aira hanya tersenyum singkat. Ia bahkan tidak tahu menahu siapa calon mertuanya, apalagi masalah bisnis mereka.

"Pak Renald tadi pesan, make-upnya natural aja. Kalau menurut mbak gimana?" Tiara bertanya saat akan mulai mengolesi foundation.

"Natural aja mbak. Saya nggak suka terlalu tebal dan banyak warna." Aira menjawab pelan. Syukurlah air matanya sudah berhenti mengalir. Saat selesai sholat tadi ia tidak bisa mengendalikan air matanya hingga Tiara kelimpungan dan mencoba menenangkannya. Pun sebelum di makeup mata Aira sudah di kompes es batu terlebih dahulu, karena bengkaknya parah_kata Tiara.

"Mbak rileks aja ya. Memang nih mbak, pengantin yang mau nikah bakal sedih pisah dari orang tuanya. Artis aja banyak yang nangis saat makeup di hari pernikahannya, tapi tadi mbak sampe terisak-isak parah banget, jadi kami takut aja mbaknya kesurupan." Tiara kembali tertawa, ia sempat panik juga tadi. Untunglah Aira bisa di tenangkan dengan cepat. Kalau tidak bisa bisa acara pernikahan terlambat karena calon pengantinnya terlambat di rias.

"Insyaallah nggak. Kalau rajin zikir pagi dan sore insyaallah hal hal seperti itu tidak akan terjadi." Aira menjawab sekenanya. Ah, andai mereka tahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Kalian bisa keluar sebentar?" Tiba-tiba Renald datang, Aira dengan cepat mengambil handuk yang ada di pangkuannya untuk menutupi rambutnya. Jantungnya bahkan berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Ia ketakutan, tentu saja!

Tanpa disuruh duakali, seluruh staf MUA keluar dari kamar, meninggalkan Renald yang sudah mengenakan setelan jas rapi.

"Kamu mau mahar apa?" Tanya Renald.

"Umroh dengan kedua orang tua saya." Aira menjawab pelan, enggan untuk berbalik menatap Renald yang berdiri tepat di belakangnya. Jujur saja ia berharap Renald menolak mahar itu.

"Ada lagi?" Tanya Renald kembali.

What?

Aira sudah menghitung dalam hati total biayanya jika mereka umroh bersama, sekitar 75 juta lebih, itupun jika menggunakan jasa travel paling murah. Memangnya Renald sekaya apa sih hingga ia berani mengiyakan mimpi Aira yang ingin melihat baitullah?!

"Kalung sepuluh gram." Aira menyebutkan enggan. Sekali lagi ia berharap Renald menolak keinginannya.

"Ada lagi? Kamu tidak ingin saya memberikan kamu mahar berupa bacaan Al-Qur'an?" Renald bertanya kembali.

"Nope. Hapalan Al-Qur'an diperuntukkan untuk mereka yang tidak memiliki harta benda sedikitpun untuk membayar mahar. Jikapun ada satu dua pendapat imam madzhab yang membolehkan, mereka menganjurkan untuk mengajarkannya sekaligus tafsir tafsirnya." Aira ingat tentang bahasan mahar tempo hari yang menurut sebagian orang keren jika bermahar hafalan Al-Qur'an, padahal konsekuensinya berat. Laki laki harus siap mengajarkan Al-Qur'an kepada isterinya, maknanya, sekaligus praktiknya.

"Terimakasih sudah tidak kabur di saat pernikahan kita."

Setelah mengatakan itu Renald pergi meninggalkan Aira yang masih terheran-heran. Bukankah tadi Renald yang mengancamnya?