Nadira membuka mata setelah bermenit-menit di ruangannya hening. Dia mengira Radit sudah pergi namun betapa terkejutnya dia saat Radit duduk dan menatapnya. Nadira menutup mulutnya saat akan berteriak lagi.
"Ah ... kenapa kamu masih ada di situ? Aku ingat ya, dulu saat SMA kamu pernah bilang dengan kasar, kamu tidak ingin aku menjadi pahlawanmu! Kamu tidak ingat? Ya ... aku yakin kamu ingat. Jadi, jangan menjilat ludah!" Nadira merasa kesal dia hendak turun dari ranjang, namun karena pusing Nadira pun kembali duduk lalu berbaring.
"Tolong jangan ganggu aku, tolong ... pergilah. Tolong. Sudah cukup perkenalan menyakitkan saat SMA. Tolong," kata Nadira benar-benar memohon. Merasa kasihan Radit pun pergi tanpa kata.
'Lebih baik aku mencari orang yang bisa melihatku. Jika tidak ku temukan aku akan mencoba berdiskusi dan memohon lagi kepada Nadira,' batin Radit.
Nadira tidak melihat keberadaan Radit lagi dia dapat bernapas lega.
Sementara Radit kembali melihat tubuhnya dan berusaha masuk lagi ke raganya. Semua hanya sia-sia. Radit mengingat kembali ucapan Nadira dan dia teringat.
*****
Dari dalam bayangannya dahulu pemuda berseragam SMA terlihat sedang menertawakan gadis gendut.
Gadis gendut itu mendatangi Radit sambil memberikan makanan. Dengan tertawa puas Radit malah memberikan makanan itu ke salah satu teman yang culun.
"Kamu itu harusnya sadar diri. Mana mungkin juga aku bisa suka sama kamu. Lebih baik sekarang ini, kamu segera pergi dari hadapanku," kata Radit dengan acuhnya.
Hari-hari berganti begitu saja kesibukan di sekolah seperti biasa. Hari itu Radit sedang main basket. Pesona nya memang membuat para gadis tidak bisa memalingkan pandangannya dari Radit.
Namun tiada disangka dari atap sekolah ada yang melempar sebuah pot. Ketika Radit sedang minum di bawah. Dira yang tahu dari kejauhan segera menarik Radit.
Radit pun selamat dari ter hantamnya pot bunga. Namun bukannya terima kasih Radit malah mendorong Dira dengan kasar.
"Aku lebih baik ketiban pot, ketimbang aku ketiban kamu. Kamu besar tahu! Tubuh kamu itu benar-benar besar. Dan membuat aku sesak. Tolong memgerti dan lebih baik kamu diet biar adalah yang suka kamu. Kesehatan juga baik lho, kalau obesitas kan bahaya." Perkataan Radit memang sangat menyinggung perasaan Dira.
Gadis itu pergi dengan linangan air mata yang deras.
Namun Dira memikirkan kata-kata Radit memang benar.
Nadira menatap Radit dari kejauhan dan menulis kata-kata di sebuah buku.
Srettt!
"Radit lihat ini." Disya lalu membacanya dengan keras. "Pacarku Radit, anggap saja ini tulisanku, jangan emosi ya," kata Disya yang lalu membaca. Dira hendak merebut namun dua teman Disya menahannya.
[Kasih, aku tak mengerti apa itu cinta, bagaimana itu sayang, dan kau hadir merubah semuanya menjadi indah. Ketika hatiku yang beku tlah kau cairkan dengan kelembutanmu, seperti anak panah yang menembus hati ini ketika kau menatapku dengan penuh cinta.]
"Hentikan!" teriak Nadira.
"Syuut, bukan kah begini perasaanmu akan tersampaikan?" tanya salah satu siswi yang menahannya.
"Kita dengar lagi ya. Terkadang cinta itu aneh, ada yang mengatakan bahwa cinta itu tak mempunyai kaki, tapi cinta bisa berjalan dari hati ke hati, dan kini cintaku tlah berjalan ke hatimu. Kini cinta ini tlah lumpuh untuk tetap berada di hatimu, tidak akan pernah sanggup untuk berjalan meninggalkanmu.
Kasih, cintaku itu sederhana. Cukup engkau menjadi milikku, maka aku akan menjadi milikmu selamanya.
Yang kau cinta. Maaf kalau surat ini mengganggu kamu. Tapi hanya ini yang bisa aku lakukan. Ternyata kamu cukup pintar ya gendut."
Nadira menahan tangisnya.
"Radit Saat pertama aku ketemu sama kamu,
Yang terbayang cuma wajah kamu, senyum manis kamu, lembut suara kamu, entah kenapa saat pertemuan itu, aku merasa ada yang hebat masuk kedalam hati aku, aku debut itu cinta,
Sungguh bahagia bisa melihatmu, melihat tawamu.
Aku sunggu merasa nyaman ada didekat kamu,
Aku coba beranikan diri untuk mengungkapkan perasaan ini."
"Keren kan? Tau diri dong!" teriak Disya.
"Sudahlah malas," kata Radit pergi berlalu.
Walau sudah dipermalukan dan dihina, namun
Dira memang selalu baik karena dia jatuh hati kepada Radit. Baginya mencintai Radit adalah resiko, jadi dia akan memperjuangkan perasaannya. Apapun berusaha dilakukan untuk menarik hati dari pemuda itu. Namun, Radit semakin menyakiti hati Dira.
Kejadian Dira menyelamatkan Radit tidak hanya sekedar sampai di situ.
Siang itu mentari sangat terik. Karena asik berbincang. Radit pun lupa jika dia berada di tengah jalan. Klakson mobil membuat dia menepi. Namun dengan sengaja temannya mendorong. Radit jatuh di atas jalan. Ketika mobil akan melintas. Radit sudah menutup mata.
'Apa aku akan mati? Aku kan masih pacaran,' batin Radit.
"Stop!!" teriak suara gadis menghentikan mobil itu.
"Kenapa kamu sok peduli kepada ku. Jangan pernah jadi pahlawan lagi! ku muak melihatmu! Dasar tong! Jadi wanita itu punya harga diri, jangan murahan." Ucapan Radit memang sangat semena-mena dan tidak pernah memperdulikan perasaan Dira.
"Tetapi ini perjuanganku."
"Ha? Jangan gila kamu. Ingat ya! Jangan pernah lagi! Muncul di hadapanku! Aku akan membuatmu malu jika kamu tetap cari perhatian!" seru Radit sebelum pergi.
Setelah hari itu Dira tidak pernah menunjukkan wajahnya di hadapan Radit. Nadira terus mengamati Radit dari kejauhan.
Bagaimanapun pesona pemuda itu tidak pernah luntur. Nadira tidak bisa menahan perasaannya. Walaupun Radit selalu bermesraan dengan kekasihnya. Karena paras yang tampan banyak yang suka kepada Radit. Namun Radit selalu bucin kepada Disya.
Hingga suatu saat, di sekolah mengadakan kontes drama. Mereka semua disibukkan. Saat Radit sedang dikerjai oleh teman-temannya. Dira yang menggantikan posisi Radit dengan mendorong Radit agar tidak terkena cet.
Radit sangat emosi kepada Dira. "Aku sudah bilang kepadamu jangan pernah memperlihatkan wajahmu di depanku. Mereka mengerjaiku karena mereka tahu aku ulang tahun. Kamu jangan lagi jadi pahlawanku! Aku sangat muak melihatmu."
Radit marah besar ketika Dira menyelamatkannya. Setelah kejadian itu Radit mulai menyusun rencana. Dia tahu kalau Dira akan tampil dengan menyanyi karena suaranya sangat merdu.
Radit segera mengaitkan bola berwarna putih. Dan ketika Dira melangkah harga menarik benang itu.
Brok!
Serasa akan rubuh pentas itu. Dan para siswa tertawa puas dengan terus menyoraki Dira. Mata Dira berkaca-kaca sambil terus menatap Radit dengan tajam. Dira menangis dan
berlari.
****
"Aku memang sangat keterlaluan. Sebenarnya pun aku merasa sedih ketika Dira menatapku sesudah aku mempermalukan nya. Aku memang tidak pantas dicintai Dira. Dira terlalu baik untukku. Sementara aku selalu menyakiti hatinya. Dan sekarang aku meminta tolong kepadanya? Aku sangat tidak tahu malu!"