"Bun, Ayah benaran tidak marah sama aku 'kan?" tanya Raina sekali lagi. Gadis kecil itu benar-benar ketakutan Gunawan marah, apalagi, ia menyaksikan wajah Gunawan ketika marah tadi. Sangat menyeramkan.
"Tidak sayang, Ayah cuma ada masalah di kantor saja kok," sahut Naira. "Oh ya, Raina mau makan? Bunda sudah masak makanan kesukaan kamu lho!" kata Naira menawarkan, dan biasanya anak bungsunya itu selalu makan setelah pulang sekolah.
Raina mengangguk.
"Sebentar ya, Bunda ambilkan dulu makanannya." Naira bangun dari berjongkoknya. Ia kemudian berjalan ke dapur. Raina duduk di meja makan, menunggu Naira datang membawa makanan kesukaannya.
Di dapur, Naira terdiam. Ia tak bergeming sedikitpun. Pikirannya kalut, hatinya gundah. Baru kali ini Gunawan mempermasalahkan masalah sepele yang menurutnya tidak perlu di besar-besarkan. Hal ini kali pertama Gunawan marah besar hanya gara-gara masalah sepele.
Naira menghela napas lalu,
Praaang.
Piring berisi nasi dan lauk pauk mendadak terlepas dari tangannya. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja hatinya menjadi semakin kalut. "Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba saja piring terjatuh? Padahal aku sudah memegangnya dengan benar," bisik batin Naira.
"Bunda!" panggil Raina, ia melihat Naira sedang memungguti pecahan piring di lantai. "Bunda gak apa-apa?" tanya bocah perempuan berusia lima tahun itu.
"Tidak apa-apa sayang, Bunda tadi lagi melamun. Jadi, piringnya jatuh!" elak Naira sambil membereskan serpihan beling di lantai. Ia tidak mau melihat putrinya kuatir. "Kamu duduk saja di ruang makan. Nanti Bunda buatkan yang baru."
Raina mengangguk ia kembali ke ruang makan.
Namun,
"Auh!" Perasaannya semakin kalut. Firasatnya semakin tidak enak. Dua kali kejadian membuat dirinya berpikir keras. Ia bangun dan lalu mencuci darah yang keluar dari lukanya. "Ya Tuhan, sebenarnya ada apa ini?" pikir Naira. Jantungnya pun berdebar sangat kencang. Ia pun terdiam dengan sambil memikirkan kejadian yang tak biasa terjadi.
"Januar? Apa dia baik-baik saja?" Mendadak pikirannya tertuju pada putra sulungnya. Ia lalu mengambil ponselnya di kantong celemek. Di tekan tombol hijau dari daftar phonebooknya. Ia dengarkan nada dering sebuah potongan lagu dari ponselnya.
"Halo, Bu!" kata Naira bergegas. Ia tidak sabar menanti jawaban telepon dari wali kelas Januar.
"Ya halo, Bu Naira!"
"Iya Bu, maaf mengganggu. Apakah Januar ada di sekolah? Dia baik-baik saja kan?" tanya Naira tanpa henti. Ia mencemaskan anak sulungnya atas perasaan yang sedang mengganggunya ini.
"Januar ada Bu, dia lagi serius ulangan, memangnya ada apa ya, Bu? Sepertinya Ibu sedang panik?" tanya wali kelas Januar.
"Sukurlah kalau anak saya baik-baik saja. Saya hanya takut Januar kenapa-kenapa, dari tadi perasaan tak enak," jelas Naira.
Gurunya menjawab agar kekuatirkan Naira hilang.
Naira bernapas lega, anak sulungnya dalam keadaan baik-baik saja. Namun, ia masih saja cemas. Perasaannya benar-benar tidak tenang. "Lalu siapa?" pikir Naira. "Apa jangan-jangan Mas Gunawan?" pikiran buruk pun mulai menyelimuti tentang Gunawan. Ia pun memutuskan untuk mencari tau keadaan suaminya itu.
Tombol hijau di tekan. Lalu ia dengarkan nada sambungnya. Ponsel Gunawan menyala, namun laki-laki malang itu tidak menjawab. Diamnya Gunawan, dan lamanya panggilan Naira tak di jawab membuat wanita itu kian tak tenang. "Kenapa gak dijawab sih?" Naira berdecih kesal. Bukan kesal membenci, namun ia kesal perasaan buruknya tentang Gunawan terus saja muncul di kepalanya. Ia takut kehilangan suami dari pernikahan keduanya itu.
"Mas, ayo dong, diangkat! Jangan buat aku kuatir!" Naira benar-benar tidak tau harus bagaimana lagi menenangkan hatinya yang sangat cemas itu. Naira mematikan sambungan telepon yang juga tidak di angkat. "Ya Tuhan, apa ada sesuatu dengan Mas Gunawan?" bisik batinnya merasakan debaran di dadanya.
Di tempat kecelakaan,
Gunawan pingsan di dalam mobil, keadaannya cukup parah. Bahkan sangat parah, darah menetes di dahi akibat benturan keras dengan setir, dan pelipis matanya terkena pecahan kaca. Bukan hanya itu saja, tubuhnya pun di penuhi serpihan kaca mobil yang pecah akibat ringseknya atap mobil dengan jalan. Ponselnya menyala dari saku celananya beberapa kali dsri panggilan Naira.
"Ada yang kecelakaan, cepat panggil polisi!" Salah satu pengendara dengan sigap berteriak meminta tolong dan menghampiri mobil Gunawan. "Pak, tolong saya. Tolong bantu keluarkan korban dari dalam mobil!" teriak laki-laki berjaket berwarna hijau dengan strip hitam pada bagian leher, pergelangan tangan dan bagian resletingnya. Pengendara lain datang membantu, sekitar lima orang pengendara lain turun dari motor dan berusaha memecahkan kaca jendela mobil.
Tampaknya agak sulit untuk di buka. Pengait kunci otomatis mobil Gunawan macet. "Sial, macet. Susah buat di buka!" seru yang lainnya sedikit mengeluh dan putus asa.
Kecelakaan itu membuat heboh para pengendara lain yang hendak melintasi jalan itu. Semua berhenti sehingga menimbulkan macet yang cukup parah, sebab, mobil Gunawan terbalik di tengah-tengah jalan. Dengan asap tebal membumbung tinggi.
Polisi mulai berdatangan, suara riuh sirine menggaung keras keseantero jalan raya. Semua melihat kejadian itu, banyak yang takut membantu, namun sebagian asik membuat video kecelakaan Gunawan, di posting ke reel kilogram, dan ada yang membuat toktok tentang kecelakaan itu. Bukan hanya para pengendara lain yang sibuk memfilmkan kecelakaan itu, tetapi para reporter juga ikut sibuk men-shoot kejadian dan aksi memberi pertolongan pada Gunawan.
Polisi mulai ikut membantu, mereka berusaha menyingkirkan pecahan kaca yang berhasil dipecahkan pengandara lain yang sudah sedari tadi sigap menolong Gunawan keluar dari mobilnya. Pintu pun berhasil di buka setelah polisi membobolnya dengan linggis dari petugas pemadam kebakaran yang baru saja datang.
Bergegas pintu dibuka dan mulai melakukan pertolongan pada Gunawan, mulai menarik tubuh Gunawan pelan-pelan dari mobil. Tetapi, tubuh Gunawan terhimpit atap mobilnya sendiri. Kakinya pun terjepit dashboard mobil.
"Ini sangat susah, kakinya terjepit dashboard, Pak!" ujar salah satu penolong dengan suka rela. "Pelan-pelan Pak, bisa-bisa kakinya patah!" ujar yang lainnya. Mereka tampak sibuk mengupayakan agar Gunawan bisa keluar dari mobilnya. Petugas pemadam kebakaran berusaha mengeluarkan Gunawan dari pintu sebelahnya. Kedua kaca pintu depan mobil suami Naira itu sudah pecah.
"Kami akan berusaha mengangkat dasboard mobilnya, setelah itu kalian coba angkat tubuh korban!" Yang lain hanya mengangguk, mengikuti intruksi petugas pemadam kebakaran itu. "1 ... 2 ... " Petugas pemadam kebakaran itu mulai berhitung. "TIGAAA ...." pekiknya sangat keras. Ia mengerahkan tenaganya untuk mengangkat dashboard yang mengjepit paha Gunawan sehingga ia sulit di keluarkan. Polisi dan pengendara lain yang ikut membantu menolong Gunawan menarik pelan-pelan.
Namun,
Bruaak.
Kedua pemadam kebakaran sudah kehabisan tenaga, sehingga ia tidak kuat lagi mengangkatnya dan membuat dashboard mobil kembali turun dan membuat kaki Gunawan kembali tertekan dashboard.
"Pak, hati-hati! Kasihan korbannya!" teriak salah satu Polisi. "Coba dua orang membantu petugas pemadam kebakaran!" perintah polisi itu. Dua pengendara lain berbadan besar mengikuti perintah polisi demi keselamatan Gunawan. Dan mereka mulai memberi aba-aba dan berhitung kembali, memulai aksi pertolongan mereka.
Di bagian mobil lainnya, bensin mengucur dari dalam tangki mobil. Kabel yang terputus mengeluarkan percikan api. Lalu menyambar ke bensin yang sudah tercecer di jalanan. Semula api itu kecil, lambat laun menjalar mengikuti aliran bensin yang mengalir di jalan dan membesar.
Para reporter sibuk memberikan informasi dan berita tentang kecelakaan itu. Kecelakaan mobil yang cukup parah.
Gunawan mulai ketarik sedikit-sedikit. "Sedikit lagi, Pak! Ayo tarik!" imbuh Polisi lainnya. "Pak petugas pemadam kebakaran, tahan Pak. Jangan sampai dashboard mobil ini terjatuh lagi!" Intruksinya sedikit memerintah, dan semua melakukan apa yang di suruh polisi itu. Dan Gunawan berhasil dikeluarkan dari dalam mobil. Tubuh Gunawan diletakan setelah berada jauh dari mobil suami dari Naira itu.
"Coba salah satu dari kalian panggil ambulan ke sini!" Polisi itu ikut cemas melihat keadaan Gunawan yang sudah sangat parah. Namun api sudah mejalar dan mendekati mobil. Terus menjalar, kemudian,
Buaaaar.
Ledakan keras mengagetkan semua yang menonton beserta para pemburu berita. Api membumbung sangat besar ke udara.
****
Bersambung.