Chereads / (Bukan) Salah Jodoh / Chapter 1 - Perjanjian

(Bukan) Salah Jodoh

🇮🇩StarBlue_21_13
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Perjanjian

Dua pria dewasa dengan selisih usia cukup jauh sedang sibuk dengan pemikiran masing-masing. Keduanya tampak memasang wajah serius dengan secarik kertas di atas meja, tak lupa dua cangkir kopi dan beberapa kudapan tersaji untuk menemani.

"Jadi, bagaimana? Apakah Anda menerima perjanjian ini?" tanya salah satu di antara mereka, pria dewasa dengan kemeja cokelat itu sejenak menyeringai setelah mengatakan kalimat tersebut.

"Boleh juga. Cantik," puji salah satunya lagi, lalu pandangannya kembali tertuju pada sebuah foto gadis yang berada di tangan.

"Baiklah. Berapa lama pernikahan ini akan Anda langsungkan?"

"Pak Badrun ... Pak Badrun ... selama apa yang saya mau," ujar pemuda berpakaian rapi dengan setelah jasa hitam dipadu kemeja putih di dalamnya.

Pria dewasa yang dipanggil Badrun itu tergelak, tawanya cukup nyaring, tetapi tidak bertahan lama. Karena selanjutnya, kedua lelaki itu saling menatap satu sama lain.

"Berapa uang yang kau minta?"

"Woah ...!" kata Badrun dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat, padahal sudah tidak aneh lagi jika seorang pengusaha muda itu mengeluarkan jumlah uang besar hanya untuk memenuhi keinginan.

"Saya memang tidak pernah salah menawarkan hal ini pada Anda, wahai anak muda." Badrun tersenyum, mengusap jenggotnya yang baru saja tumbuh kembali setelah tujuh hari dicukur.

"Saya Abyan Alghifari, tidak pernah sulit untuk mewujudkan apa yang saya mau," ucap pemuda gagah itu tanpa keraguan sedikit pun.

Badrun tertawa puas, lantas menyodorkan pulpen pada pemuda berlesung pipi tersebut. Senyumnya seakan menyiratkan kebahagiaan tak terkira.

"Saya percaya jika kau yang mengatakan, Pak Abyan. Silakan dibaca dahulu untuk kontrak kerja sama kita," ujar Badrun, menyerahkan kertas berisi dokumen perjanjian serta pulpen.

Abyan menepis angin sembari menonjolkan lesung pipinya, tersenyum tipis. "Tidak perlu, saya percaya dengan Anda."

Tangan Abyan langsung mengukir tanda tangan di atas dokumen tersebut tanpa membacanya terlebih dahulu, membuat Badrun tersenyum puas dalam hati. Hal ini yang dia inginkan sejak lama.

"Siapa nama gadis ini?" tanya Abyan setelah menyerahkan kembali dokumen perjanjian serta pulpen, lalu menatap foto gadis berjilbab merah marun sedang tersenyum menampilkan gigi gingsulnya.

"Afifah Badriyah, lebih tepatnya Ning Afifah Badriyah binti Abdullah," jelas Badrun dengan detail, tak lupa senyumnya terus terpancar menghiasi wajah.

"Nama yang cantik, sama seperti wajahnya." Abyan tersenyum, matanya tak luput memandang foto tersebut. Hatinya merasa bergetar setiap kali melihat wajah ayu itu. Belum pernah dia melihat gadis secantik itu.

Hidung mancung, bibir tipis, gigi gingsul, alis rapi, lalu mata bening. Siapa yang tidak memuji kecantikan gadis bernama Afifah tersebut?

"Sama seperti Anda, Pak Abyan. Tampan dan cantik, bukankah itu serasi?" Badrun terkekeh kecil, membiarkan Abyan terus memandangi foto keponakannya.

"Jelaskan apa yang harus saya lakukan untuk menikah dengan dia, baru akan saya transfer sesuai dengan yang Anda minta," ujar Abyan tanpa mengalihkan perhatian dari foto yang masih ada dalam genggamannya.

Badrun tersenyum evil, lalu memperbaiki posisi duduk. Suasana restoran kali ini cukup lengang, mungkin dikarenakan masih jam kerja membuat para pengunjung masih sibuk berkutat dengan profesi mereka.

"Baik, akan saya jelaskan. Setelah Anda menandatangani surat ini, itu artinya Anda telah menyetujui segala apa saja yang ada di dalamnya." Badrun mulai menjelaskan dan Abyan setia menyimak dengan mata tetap pada foto Afifah.

"Pertama, Abyan Alghifari harus membayar dengan nominal yang sudah disepakati bersama Badrun, yaitu—"

"Lima milyar, kan? Tidak masalah, akan saya transfer," kata Abyan dengan santainya, memotong ucapan Badrun. Seakan nominal lima milyar bukanlah apa-apa baginya.

"Benar." Badrun tertawa puas dalam hati, akhirnya sebentar lagi dia kaya raya. "Kedua, Abyan harus tinggal di Pondok Pesantren Alfalah selama satu tahun untuk mendalami ilmu agama sebelum melangsungkan pernikahan dengan ponakan Badrun."

"Hah!" Abyan menggebrak meja dengan keras sambil berdiri, membuat beberapa pengunjung langsung memusatkan perhatian padanya. Bertanya, apa yang terjadi di antara lelaki tua dan pemuda itu.

"Sabar dulu, Pak Abyan. Duduk, duduk." Badrun tersenyum simpul, mempersilakan Abyan untuk duduk kembali dan menyimak apa yang akan dia sampaikan.

"Bagaimana saya bisa sabar, Badrun! Kau pikir saja, bagaimana mungkin seorang calon CEO harus tinggal di Pondok Pesantren, hah?!" ucap Abyan dengan emosi tertahan, suaranya sengaja di pelankan tetapi menusuk dengan tajam. Dia tidak ingin orang lain tahu, jika sedang ada perjanjian tidak masuk akal di sini.

"Sabar, Pak Abyan. Dengarkan dulu penjelasan saya," pinta Badrun dengan mimik wajah yang masih santai. Tidak ada kecemasan sedikit pun saat mengetahui reaksi Abyan seperti itu.

Abyan mendengkus kesal, memejamkan mata sesaat sebelum menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar. Percuma, cara itu tidak membawa pengaruh apapun.

"Gadis yang akan kau nikahi adalah seorang Ning. Sematan Ning ditujukan untuk putri pemilik pondok pesantren. Bagaimana bisa kau menikah dengan seorang Ning sementara dirimu saja tidak paham agama?" ujar Badrun, mengangkat kedua bahu dengan telapak tangan terbuka.

"Kenapa kau tidak bilang sejak awal, Badrun!" Abyan semakin terbawa emosi, dia tidak menyangka jika pria sialan itu telah membuat surat perjanjian seperti ini.

"Saya sudah bilang, Ning Afifah Badriyah. Saya pikir, kau sudah tahu jika Ning adalah putri pemilik pondok pesantren," ujar Badrun, tak terima disalahkan.

Gigi Abyan saling beradu dengan kuat, lalu menghela napas dengan kasar. "Cepat, katakan perjanjian selanjutnya."

Pria dewasa itu lagi-lagi tersenyum puas. "Setelah satu tahun Abyan mendalami ilmu agama, barulah akan menikah dengan Ning Afifah atau ponakan dari Badrun. Jika perjanjian ini tidak dilakukan, maka Abyan harus membayar denda sebesar satu triliun. Yang bertanda tangan di bawah ini, sudah menyepakati seluruh perjanjian di atas. Tertanda, Badrun dan Abyan Alghifari."

"Apa! Apa kau gila? Ini sama saja kau mencekik saya, Badrun! Kau penipu ya, ternyata! Hebat sekali!" umpat Abyan, tak terima dengan isi surat perjanjian tersebut. Berdiri, hendak menghajar Badrun dengan emosi yang bergemuruh dalam dada.

Para pengunjung restoran yang melihat hal tersebut, ikut berdiri. Riuh seketika ruangan tersebut. Namun, Badrun mengangkat tangan. Pertanda jangan ada siapa pun yang menghampiri mejanya dan Abyan.

"Tenang, tidak usah panik. Ini hanya becanda," ujar Badrun pada para pengunjung, lantas menenangkan Abyan yang sudah memperlihatkan amarah luar biasa.

Jelas sekali terlihat, Abyan menahan amarah yang bergelora. Di mata pemuda itu terdapat guratan merah, tatapannya juga tajam sekali. Napasnya terdengar memburu. Jika bukan karena marah, apa lagi?

"Abyan, duduk. Biar saya jelaskan dahulu," pinta Badrun, menarik pelan bahu Abyan agar duduk di kursi semula.

Pemuda berlesung pipi itu menepis kedua tangan Badrun dengan kasar, tatapannya masih tajam. Bak elang yang siap memakan mangsa.

"Saya sudah katakan tadi, baca dahulu surat perjanjian itu. Dan kau? Kau tidak mau membacanya. Ya sudah, ini bukan salah saya, kan?" ucap Badrun dengan santainya, mengangkat bahu dengan acuh tak acuh.

Abyan menatap Badrun penuh kebencian. Sial, dia ditipu oleh pria itu. Dia pikir, uang lima milyar sangat cukup bahkan lebih dari cukup untuk perjanjian ini. Nyatanya, sifat manusia memang serakah. Selalu ingin lebih walau sudah diberikan nominal yang besar.

"Dasar serakah!" umpat Abyan, memalingkan wajah ke samping.

Badrun tertawa pelan. "Pak Abyan ... Pak Abyan ... namanya juga bisnis, manusia itu selalu ingin lebih. Jadi, kau mau tetap melanjutkan perjanjian ini dan menikah kontrak dengan ponakan saya atau ... bayar denda senilai sati triliun?"

Setelah melayangkan pertanyaan itu, Badrun menyeringai. Dia yakin sekali, Abyan tidak mungkin mau untuk tinggal di pondok pesantren. Jadi, membayar denda senilai satu triliun adalah jalan satu-satunya. Dan dia bisa aman dari amukan Abdullah, karena telah menjual ponakannya sendiri untuk menikah kontrak dengan CEO bernama Abyan.