Chereads / TSUIN (ツイン) / Chapter 14 - Prequel

Chapter 14 - Prequel

Putih dan Bulan. Alvin dan Tsuki. Alvin adalah nama yang diberikan oleh ibunya. Tsuki adalah nama yang diberikan oleh ayahnya. Sejak di dalam kandungan, mereka sudah bersama. Kembar. Dan wanita yang mengandung mereka semakin histeris dan selalu mencoba untuk menggugurkan mereka setelah tahu bahwa anak yang dikandungnya adalah kembar. Namun dua anak itu juga berusaha untuk tetap bisa terlahir nantinya.

Doa mereka terwujud. Mereka terlahir dengan sehat dan sempurna. Dengan rambut hitam kelam yang mirip dengan ayah biologis mereka. Meramaikan ruang bersalin saat itu dengan tangisan nyaring mereka.

Namun mereka dipisahkan.

Gita, ibu dari keduanya, menyerahkan hak asuh mereka pada Eiji, ayah biologis dari dua anak kembar itu. Namun ia menolaknya, dan hanya akan mengasuh satu anak, Tsuki, untuk dijadikan pewaris dari semua hartanya kelak. Setelahnya, ia langsung membawa anak bulan itu ke Jepang.

Dan ia tumbuh dengan cepat. Tidak terasa anak itu sudah berumur sembilan tahun saat itu. Selama itulah ia tidak memiliki teman. Ayahnya tidak memperbolehkannya untuk belajar di sekolah umum selayaknya anak biasa. Anak itu home schooling. Bukan tanpa alasan. Bukan pula karena kesombongannya. Namun pria itu tahu, bahwa ada yang berbeda dari anaknya itu.

Sekali saat Tsuki masih berumur tujuh tahun, ia menemukan anak itu menatap seekor anjing yang sudah bersimbah darah. Tidak ada nafas sedikit pun. Dan pernyataan dari anak itu mengejutkannya.

"Dia berisik, Otou-san. Jadi aku membuatnya diam." Ucapnya dalam bahasa Jepang.

Tsuki diberitahu oleh ayahnya bahwa ia memiliki kakak kembar yang tinggal di negara lain satu tahun yang lalu dan akan membawanya ke tempat tinggal mereka. Ia senang. Sangat. Akhirnya ia bisa memiliki teman bermain di rumah selain para asisten rumah tangga atau sekretaris dari ayahnya itu. Jadi, selama satu tahun belakangan ini, ia sudah mempelajari bahasa yang digunakan oleh kakak kembarnya itu, agar ia pun dapat dengan lancar berkomunikasi dengannya.

Ayahnya pun berkata pada anak itu bahwa kakak kembarnya pun memiliki rambut hitam indah yang sama dengan miliknya. Tsuki menjadi semakin tidak sabar untuk bertemu dengan kakaknya.

Namun ia kecewa. Bukan pada kakaknya, melainkan pada masa lalu dari kakaknya itu.

Di umurnya yang kesembilan itu, ayahnya membawa kakak kembarnya ke Jepang. Dengan rambut putih yang indah, bukan hitam. Mereka saling menceritakan kisah mereka. Namun Alvin menutup-nutupi kerasnya kehidupannya di tempat tinggal yang sebelumnya. Tapi Tsuki tahu.

Banyak orang sering berkata bahwa hubungan batin di antara anak kembar itu sangatlah kuat. Begitu pun dengan Alvin dan Tsuki. Pemuda bersurai malam itu dapat merasakan kesedihan yang Alvin rasakan. Dan karena adik kembarnya terus memintanya untuk berkata jujur, alhasil Alvin mengatakan semua deritanya.

***

Suatu ketika, Tsuki mengajak Alvin untuk bermain dengan salah satu asisten rumah tangga ayahnya setelah home schooling bersama kakak kembarnya itu. Mereka bermain di kebun pribadi yang ada di belakang rumah mereka.

Si surai hitam kemudian meminta Ruri-Chan, panggilannya untuk si asisten rumah tangga, untuk menunggu di sana, sedangkan ia pergi sebentar untuk mengambil sesuatu bersama Alvin di gudang.

Beberapa menit kemudian mereka kembali dengan membawa seutai tali dan gunting. Ruri tidak menyadari kedatangan mereka. Wanita itu sibuk memakan sebuah apel yang langsung ia petik dari pohonnya.

Tsuki memberikan isyarat pada Alvin untuk tidak membuat suara. Kemudian ia mengendap-endap mendekati Ruri yang membelakangi mereka.

Dan ia mencekik wanita itu menggunakan tali yang dibawanya.

Ruri sempat berteriak. Namun suaranya tertahan oleh tali yang melilit mencekik lehernya. Tsuki terkekeh melihatnya. Ia merasa menikmati permainan yang ia buat sendiri itu.

Alvin diam. Ia tidak melakukan apapun. Ia hanya memperhatikan dan mengamati hal yang dilakukan oleh adik kembarnya. Kemudian Tsuki bersuara, meminta Alvin untuk membawa gunting kebun yang dibawanya untuk mendekat.

"Tusuk dia, Nii-san." Alvin hanya menurut saat Tsuki memintanya dengan suara yang rendah. "Kita akan main 'Polisi dan Pembunuh'. Kita berdua yang jadi pembunuhnya, dan Otou-san yang jadi polisinya!" Lanjutnya dengan senyuman lebar.

Kemudian hal yang serupa pun terjadi untuk yang kedua kalinya. Saat itu Tsuki yang baru saja datang setelah mengambil kotak mainan mereka dari kamar, melihat Alvin yang menangis di hadapan sekretaris ayahnya. Beberapa kata maaf Alvin ucapkan. Dan setelah mengamati lebih lama, anak bersurai hitam itu dapat menyimpulkan bahwa pekerjaan dari sekretaris ayahnya tidak sengaja dikotori oleh Alvin yang berniat ingin memberikan minum pada pria muda itu.

Sekretaris ayahnya itu terus saja memarahi Alvin yang sudah berurai air mata. Sesekali pria itu pun melakukan kekerasan dalam kontak fisik. Kata maaf dalam bahasa Jepang pun terus Alvin lontarkan pada pemuda itu. Jelas Tsuki menjadi murka. Ia  sangat menyayangi kakaknya. Ia pun tidak ingin kakaknya itu merasa tersakiti lagi. Jadi, ia menaruh kotak mainannya dan melangkah menuju dapur untuk mengambil sesuatu.

Dan sekembalinya dari sana, ia langsung menusukkan pisau dapur yang dibawanya ke arah punggung pemuda itu. Jerit kesakitan terdengar setelahnya. Alvin yang sebelumnya masih menangis dikejutkan oleh jeritan dari sekretaris ayahnya. Lalu ia mengangkat kepalanya dan melihat Tsuki yang terus saja menusuk punggung pria muda itu berkali-kali hingga tidak ada suara jeritan lagi yang keluar.

Alvin tidak takut pada adiknya. Ia justru merasa kagum pada anak itu. Ia hanya merasa bahwa adiknya itu memiliki cara sendiri untuk bertahan hidup. Tidak sepertinya yang hanya bisa diam saat dirinya tengah diganggu. Adiknya itu mirip dengan sahabatnya yang menghilang ketika ia masih di tempat tinggalnya yang dulu. Yang berbeda adalah hanya pada fisik dan cara mereka berdua untuk membelanya.

Eiji membiarkan tingkah kedua anak kembarnya itu. Ia tidak marah ataupun malu dengan perbedaan yang dimiliki Alvin dan Tsuki dengan anak-anak pada umumnya. Bagaimanapun, mereka tetap anaknya. Darah dagingnya.

Pria itu kembali membayar beberapa orang untuk mengurus jasad dari sekretarisnya. Sebelumnya pun ia yang menutupi segala bukti yang dilakukan oleh anak-anaknya terhadap asisten rumah tangganya. Dan Eiji kembali menuruti Tsuki untuk menaruh tubuh tak bernyawa itu di tempat yang sama dengan Ruri. Anak itu berkata bahwa alasannya untuk mengubur mereka di bawah pohon apel di kebunnya adalah untuk mengenang mereka selain karena kedua orang itu sangat menyukai pohon apel di kebunnya.

Eiji hanya bisa menuruti kemauan anaknya itu.

***

Beberapa tahun kemudian, Alvin meminta ayahnya untuk bisa kembali ke tempat kelahirannya dan bersekolah di sana. Tsuki sendiri menyetujui keputusan dari kakaknya itu. Ia selalu menyetujui apapun yang dikatakannya.

Jadi, setelah mengurusi beberapa hal, Eiji dan kedua anaknya langsung menuju Indonesia. Namun, Alvin jatuh sakit begitu mereka sampai di rumah baru mereka, dan Tsuki ingin selalu berada di samping kakaknya itu.

Di hari pertama Alvin sakit, anak itu tidak bisa beranjak dari tempat tidur sedikit pun. Tsuki selalu ada di sana untuk membantu Alvin. Dan di hari selanjutnya, Alvin sudah lebih baik dari sebelumnya. Lalu ia memutuskan untuk mengurusi kepindahannya ke sekolah yang akan ditempatinya selanjutnya, berdua dengan Tsuki.

Ia mendengar dari suruhan ayahnya bahwa sahabatnya sewaktu dulu bersekolah di sana. Jadi ia yang memutuskan untuk belajar di sekolah biasa dan meminta ayahnya itu untuk mengabulkannya.

Kini ia berada di sebuah ruang guru. Tsuki terlihat begitu tertarik dengan kegiatan di tempat yang disebut dengan sekolah itu. Selama ia di Jepang, ayahnya tidak pernah mengizinkannya untuk bergaul dengan anak-anak lain. Melihat kebiasaan anaknya yang suka 'merusak' sesuatu. Namun karena permintaan Alvin dan paksaan (ancaman) dari Tsuki, ia menurutinya.

Mereka duduk di sebuah sofa di dekat meja seorang guru yang akan membimbing mereka nantinya di sekolah itu. Namanya Bu Suryati. Wanita itu saat ini tengah keluar sebentar untuk membeli cemilan di kantin sekolah. Dan mereka hanya harus diam menunggu beliau di sana.

Kemudian seseorang masuk. Alvin menoleh, lalu menunjukkan gurat ketakutan saat melihat orang yang baru saja memasuki ruangan itu. Tsuki, di sebelahnya, menyadari keanehan dari kakaknya itu.

"Ada apa, Nii-san?" Tanya pemuda itu sambil menatap Alvin dan murid dengan tampilan brandal bergantian. Alvin hanya menunduk setelah merasa orang itu pun menatapnya. Pemuda bersurai hitam itu kembali membuka mulut. "Apa itu salah satu orang yang gangguin Nii-san?" Dan aura membunuh itu kembali muncul di sekitarnya.

"Nii-san, sekarang ada aku di sini. Jadi Nii-san nggak usah khawatir lagi, ya. Aku akan selalu ada di sisi Nii-san." Ia tersenyum untuk menenangkan Alvin. "Nii-san juga tenang aja. Aku akan balas mereka."

***

END