Setelah drama - drama ala Jian dan papa Joni. Jian melambaikan tangan nya pada mereka yang mengantar. Sebeleumnya Jian juga memberi pelukan hangat pada Papa Joni, Rania dan Dika.
" Ingat pesen papap yah!" Papa Joni yang terus mengingatkan Jian.
" Ia pap." Jawab Jian.
" Jaga kesehatan kamu yah.!" Khawatir papa Joni.
" Percalah dia akan menghubungi lebih dari sepuluh kali.!" Bisik Jian pada Rania.
" Dia bapak mu Ji." Balas Rania.
" Yak masa bapak beruang." Ucap Jian.
" Bapak panda." Bisik Dika.
" Aku dong?" Tanya Jian.
" Ia kamu kaya panda gemesin." Ucap Dika menggoda.
" Ah mulai." Ucap Rania dan Papa Joni bersamaan.
" Mereka Jadi aneh ya pak?" Ucap Rania.
" Ran biasain kalo di luar kantor jangan panggil bapak, atau pak kamu juga kan anak nya." Ucap Jian.
" Heheh masih kagok." Jawab Rania.
" Maunya pangil sayang." Ucap Papa Joni membuat Jian, Rania dan Dika kaget.
" Becandanya kelewatan." Ucap Jian.
" Sudah biasa." Ucap Dika. Jian dan Dika mulai memasang muka julid.
" Sudah-sudah sana Ji." Pinta Rania.
Lambaian tangan Jian semakin jauh.
" Sepi deh gak ada yang bawel." Ucap Papa Joni.
" Gak bisa nge buli ya pak?" Tanya Rania.
" Bukan, Dia tuh jarang banget jauh dari aku. " Ucap Papa Joni.
" Ya sudahlah om biarin dia mandiri." Ucap Dika.
" Aku yakin sih dia pasti mandiri, Dia mah gak usah diraguin soalnya bisa semua serba sendiri. Yang aku khawatirkan orang sekitar dia. " Jelas Papa Joni.
" Oh kirain." Ucap Dika yang di sambut gelak tawa.
Jian memberikan warna pada kehidupan mereka .Kini mereka harus berpisah sementara dengan Jian.
Jian sudah masuk dalam pesawat duduk dan bersiap untuk melakukan penerbangan.
Jian merasakan hal yang aneh dalam dirinya.
" Hari-hari kemarin adalah hari yang dilalui dengan menyenangkan." Pikir Jian. Jauh dari lubuk hati yang paling dalam ada sedikit keresahan dalam hatinya. Jian yang cuek dan ceria ternyata menyimpan perasaan yang bekecamuk dalam dirinya. Jian meyakini suatu hal yang mungkin akan terjadi. Kala itu Jian duduk ditaman sendirian entah apa yang Jian pikirkan hanya saja Jian merenungi sesuatu.
" Teh Jian kenapa bengong?" Tanya Bi Aneu.
" Entahlah." Jawab Jian Singkat.
" Gak biasanya Teh Jian Gini." Sebut bi Aneu yang selalu memperhatikan Jian karna bi Aneu juga yang nerawat Jian sejak kecil.
" Gak tau bi, Tiba-tiba aja aku ingin merenung. Suasana hujan seperti ini membawaku pada lamunan-lamunan." Jelas Jian pada bi Aneu.
" Tapi jangan sampai bengong gini teh, gak baik." Nasihat bi Aneu.
" Entahlah bi. belakangan ini hidup ku penuh dengan tawa, Kuliah ku lancar, Keluarga ku baik, persahabatan lancar, Percintaan juga, Tapi kenapa serasa masih ada yang mengganjal dalam hati dan pikiranku. Aku merasa akan terjadi sesuatu padaku." Ucap Jian membuat bi Aneu mengerutkan dahinya.
" Jangan gitu teh, takut jadi doa, Istigfar aja." Ucap Bi Aneu.
" Ya, Tapi mudah-mudahan itu hal yang terbaik buat aku. Dan bukan sebaliknya." Ucap Jian dengan rasa masih ada ketakutan dalam dirinya. Perasaannya sulit digambarkan.
" Mood ku sedang tidak baik, mukin aku mau menstruasi jadi sedikit melow bi." Ucap Jian menenangkan dirinya sendiri.
" Ia, ditambah teh Jian belum makan seharian ini. ditambah hujan terus menerus dari pagi." Jelas bi Aneu meyakinkan.
" Kok gara-gara belum makan? " Tanya heran Jian.
" Soalnya teteh tuh kalo belum makan suka bad mood, kadang suka marah-marah gak jelas, Sedih gak jelas." Sebut bi Aneu.
" Hahahha bi Aneu ketularan papap nih suka ledekin aku." Ucap Jian.
" Gak gitu teh. Kan bi aneu tau teteh gimana." Jelas bi Aneu.
" Ia bener, ya udah aku harus makan nih kayanya!" Seru Jian yang berdiri dari tempat duduk dan menuju ke meja makan.
" Ia tuh bibi buatin abon pindang tongkol." Ucap bi Aneu.
" Wis mantap! ngiler nih aku." Balas antusias Jian.
# Di pesawat.
Jian duduk di samping anak kecil yang sangat lucu. Terlihat dia kesulitan membuka permennya.
" Sini tante bantuin." Tawar Jian pada anak itu.
anak itu hanya menganguk dan memberikan permennya.
" Ni sudah tante buka, makan yah!" Ucap Jian yang membantu anak tersebut memakan permennya.
" Kamu tidak tidur?" Tanya Jian dan dia hanya menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba dia menjatuhkan alat minumnya. Jian pun mengambilnya, ⁸suster disebelahnya kaget dan langsung terbangun.
" Kenapa sayang? " Tanya Suster pada anak itu.
" Ini botol minumnya jatuh." Ucap Jian.
" Oh ia terimakasih. Maaf saya ketiduran." Ucap Suster itu.
" Gak papa, dia juga anteng yah gak rewel. Mamanya mana? " Tanya Jian penasaran karena Jian melihat anak itu hanya berdua dengan susternya.
" Aku tak punya mamah." Jawab anak itu tiba-tiba.
" Ia kah, kemana mamah mu? " Tanya lembut Jian.
" Tak punya." Jawabnya lagi dengan wajah lugu dan mengemaskan. Anak itu menarik perhatian Jian karena lucu dan tampan.
" Masih kecil setampan ini. Bagaimana kalo dewasa." Sebut Jian dalam hati.
" Kaka juga tak punya." Sebut Jian.
" Tante no kaka." Ucapnya membuat Jian menelan ludahnya.
" Pinter banget ni anak, tau aja muka aku tak cocok jadi kakanya." Batin Jian berkata kembali.
" Ia sayang. Sama tante juga gak punya mamah." Jelas Jian padanya.
" Aku juga, Aku mau ketemu Ayah." Ucapnya dengan lucu kadang bicaranya belum terlalu jelas dan nyambung.
" Ayah nya dimana?" Tanya lagi Jian.
" Di hati aku." Jawabnya spontan.
"Eummmm sossweat." Ucap Jian merasa gemas pada anak itu.
" Nama kamu siapa?" Tanya Jian.
" Gak mau jawab. Aku takut tante penculik." Ucap anak itu.
" Sayang gak boleh gitu. Sepertinya tante ini bukan penculik. Maaf ya mba." Ucap suster anak ini membuat Jian menelan ludah banyak-banyak.
" Maaf tante. Namaku Jian Nugraha." Ucapnya meminta maaf. Jian menjadi semakin gemas pada anak itu.
" Kita sama lagi sayang. Nama tante Jian." Kenal Jian pada anak itu.
" Yea kita sama-sama bernama Jian dan tak punya ibu." Jawabnya yang membuat jian lagi-lagi menelan ludah banyak dengan kencang.
" Ya sayang. Kita sama-sama bernama Jian. Kalo tante perempuan kalo kamu laki-laki."
Ucap Jian yang antusias pada anak itu.
" Tante cantik mau jadi ibuku?" Tanya anak itu secara tiba-tiba.
" Ayahmu ganteng?" Tanya Jian.
" Ya. tapi belum kaya." Ucap anak itu membuat Jian semakin gemas.
" Kamu lucu banget sih." Ucap Jian yang mencubit pelan pipi anak itu dengan gemas, Jian juga membelai rambut anak itu.
" Kalo tante mau jadi ibu tiri ku aku akan melamar tante.!" Ucap polos anak itu.
" Kenapa harus tante? Gimana kalo tante ini benar-benar penculik.?" Tanya Jian menakuti anak itu.
" Oh tidak mungkin. Karna nama tante Jian, pasti nama jian itu baik seperti aku." Jawabnya dengan pemikiran anaknusia tiga tahun yang gemas membuat Jian tak berhenti tertawa dengan tingkah anak ini. Jian menjadi semakin perhatian pada anak ini sampai perjalanan mereka tak terasa lama. Mereka sudah sampai dan hendak berpisah.
" Kita berpisah sampai disini ya Jian, Mudah -mudahan kita bisa bertemu lagi." Pamit Jian pada Jian kecil.
" Dadah tante. sepertinya kita berpisah sementara dan kita akan bertemu lagi." Ucap Anak itu. Jian merasa terganggu oleh ucapan anak itu.
" Kenapa dalem banget yah. Rasanya aku akan bertemu juga dengan anak itu." Pikir Jian dalam hati.
" Kenapa sih nih otakku. Lucu sih anak nya jadi ngangenin." Ucap Jian dalam hati.
" Jian.? Panggil seorang pria.
Jian menoleh kearah tersebut.
" Papah? " Jawab Jian kecil. Namun Jian tak sempat melihat wajah ayah Jian kecil karena ada yang nenarik tangan nya Jian dia adalah Juli teman Jian yang bekerja di korea.