Chereads / Miss Gentleman / Chapter 32 - Bingungnya Ali

Chapter 32 - Bingungnya Ali

Edi, Zaki dan Darul menginap di rumah Ali, karena malam sudah sangat larut. Ali langsung masuk ke kamarnya. Ali mendiamkan Aji, Edi, Zaki dan Darul.

"Gimana nih? Sepertinya Ali beneran marah sama kita." Ujar Edi denga nada bersalah setelah ia berada di kamar Aji.

Dulu ketiga teman-teman Ali sering menginap dan tidur 1 kamar bersama Ali dan Aji.

"Sepertinya begitu, Ed. Bahkan Ali sekarang tidak tidur di kamar ini." Keluh Zaki menundukan wajahnya. Wajah ketiga teman-temannya Ali memasang wajah sedih.

Aji menatap ketiga teman-temannya Ali, mereka juga menjadi teman-temannya dan kakak kelasnya selama di kampus, "ishhh... tenang saja, Bang. Bang Ali tidurnya misah itu bukan karena marah sama kita." Jelas Aji agar mereka bisa mengurangi rasa bersalah ketiga teman-teman Ali.

"Maksudnya gimana, Ji?" tanya Darul kebingungan. "Kalian pasti tahu kan kalau Bang Ali sedikit berubah setelah kecelakaan. Nah, Bang Ali memang meminta pisah kamar."

Mereka semua menyimak ucapan Aji, "jadi, maksud lu. Ali gak tidur di kamar ini bukan karena marah sama kita?" tanya Edi memastikan penjelasan Aji.

Aji mengangguk isyarat membenarkan pertanyaan Edi.

"Tapi, Ji. Kenapa Ali tak menoleh ke arah kita sejak kejadian tadi?" tanya Darul dengan nada berat. "Benar, Ji. Ali kelihatan banget marahnya. Biasanya Ali gak pernah bersikaf kaya gitu, walaupun marah tapi gak pernah ngediemin kita." Keluh Zaki sedih.

"Iya sih," ujar Aji menambah suasana di kamarnya makin murung. "Kita juga salah sih. Padahal kita tahu kalau Ali menantikan kencan sama Jenny. Dan itu adalah hal mustahil buat kita. Tapi, Ali berhasil mencapai impiannya. Eh, malah kita hancurin." Guman Zaki menyadari kesalahannya.

"Iya sih. Pasti Ali kecewa banget sama kita," sahut Darul sedih.

Sementara Ali yang sudah berada di dalam kamarnya, baru saja membaringkan tubuhnya di atas kasur. Pikiran Ali terbayang saat Jenny hampir menciumnya, "uhhhh..." Ali bergidik ngilu.

"Sepertinya Jenny sangat agresif sekali. Kalau begini terus, aku akam kesusahan menghindari Jenny. Bagaimana ini?" keluh Ali, lalu bangkit duduk dari posisi tidurnya.

"Apa aku berkata jujur saja, kalau dalam tubuh Ali itu adalah perempuan," guman Ali cemas, "tidak, tidak. Itu malah akan memperburuk keadaan. Pasti Jenny tidak akan percaya. Parahnya lagi nanti dikira Ali menjauhi Jenny lagi."

Kedua tangan Ali memangku wajahnya dan berpikir. Nyi Ayu yang berada di dalam tubuh Ali kebingungan karena Jenny kini menyukai Ali, sedangkan dalam tubuh Ali adalah Nyi ayu. Sehingga Nyi Ayu membayangkan berjalan dan bermesraan dengan perempuan, itu saangat mengganggunya walaupun tubuhnya adalah seorang lelaki.

"Tidak, tidak aku tidak bisa membiarkan ini semua," ujar Ali tegas, " aku tidak bisa membiarkan harga diriku diinjak-injak hanya karena ingin membalas jasa Ali." Tagasnya lagi.

Sesaat wajah Ali nampak penuh keyakinan, tetapi langsung berubah muram, "tapi bagaimana caranya?" ucap Ali ragu, "tidak akan ada yang percaya kalau dalam tubub Ali adalah seorang perempuan."

"apa aku harus menjadikan tubuh Ali seperti perempuan, pasti Jenny tidak akan tertarik pada Ali," wajah Ali mengulum senyum karena sejatinya hanya tubuhnya saja yang menjadi laki-laki, "tidak Nyi Ayu. Kamu jangan egois." Tegasnya lagi pada dirinya.

Tiba-tiba pikiran Ali teringat pada ekspresi wajah Jenny, "tapi kenapa, aku merasa kalau Jenny itu gadis yang kesepian?"

"Saat melihat Jenny. Aku merasa seperti sedang melihat diriku sendiri. Aku dulu tidak punya teman karena gadis yang sebaya denganku sungkan berteman denganku." Ali jelas dapat melihat sorot mata Jenny saat pertemuan di cafe tadi.

"Jenny hanya ingin menunjukan kalau dia tidak kesepian. Jenny hanya ingin menjadi sempurna agar bisa menutupi kesepiannya. Seperti aku dulu sebelum bertemu Kang Mas Mahesa." ucap Ali pada dirinya sendiri lalu mengingat masa- masa dunia Nyi Ayu.

Nyi Ayi yang berada dalam tubuh Ali jadi membayangkan keadaan dirinya dulu, kemudian Ali tersenyum, "aku tidak boleh menjauhi Jenny. Aku harus membuat Jenny menjadi dirinya sendiri, dan membantu Jenny agar tidak kesepian sepertiku dulu." tegas Ali pada dirinya sendiri.

Ting.. Ali terkejut mendengan suara ponselnya berbunyi, "astaga... mengagetkan saja." Gerutu Ali kesal.

Ali meraih ponselnya dan membuka ponselnya, "pesan dari Jenny. Bagaimana membukanya?" keluh Ali karena ia masih kebingungan dengan ponselnya.

"Sebaiknya aku tanyakan pada Aji," guman Ali seraya bangkit berdiri. "Tapi, aku sedang marah pada Aji. Lebih baik aku tanyakan pada Adel saja."

Kemudian Ali berjalan dan keluar dari kamarnya. Pintu kamar Adel sudah tertutup rapat, "sepertinya Adel sudah tidur," keluh Ali saat menyadari pintu kamar Adel tertutup dan lampu kamarnya sudah padam.

"Ngapain, Li, di kamar Adel?" Ali terkejut mendengar suara teguran dari Iin.

Iin baru saja keluar dari kamarnya dan mendapati Ali memandangi kamar Adel. Iin memasang tatapan curiga. "ah, Emak mengejutkan saja."

"Sedanga apa kamu di kamar Adel?" cerca Iin penuh curiga. "Aku hanya ingin bertanya pada Adel cara membuka pesan di ponsel." jawab Ali dengan nada lemas.

Ali merasakan kalau Iin kini sudah tidak ramah seperti dulu, "kan, lu bisa tanyain besok, Li. Atau lu bisa tanya Aji, tuh kayanya belum pada tidur." Iin menunjuk pintu kamar di belakang Ali, kamar Aji lampunya masih menyala.

"Tidak, Mak." ucap Ali seraya menundukan wajahnya.

Iin merasakan ada yang berbeda pada Ali, padahal tadi sore Aji dan Ali terlihat baik-baik saja.

"Mak, Emak kenapa sekarang sepertinya membenciku? Biasanya Emak yang paling ramah dari semuanya, tapi sekarang Emak sepertinya membenciku." Ali akhirnya mengeluarkan kegelisahan hatinya.

Iin terlihat tertegun mendengar pertanyaan dari Ali. Wajah Ali terlihat kecewa pada Iin, "aku pamit dulu, Mak." ucap Ali kemudian hendak melangkah naik ke kamarnya.

"Ali," panggil Iin, "sini, Emak bantuin lu buka pesan di ponsel punya lu." Ajak Iin menunjuk kursi di ruang makan.

"Sebelumnya, Emak minta maaf. Emak sadar, Emak salah tiba-tiba berubah jutek sama lu." Iin mencoba menjelaskan penyebabnya.

"Akhir-akhir ini, banyak Ibu-ibu ngomongin lu. Emak kesel sama omongan Ibu-ibu itu, tanpa sadar malah Emak lampiaskan sama lu."

"Memangnya mereka bilang apa, Mak?" tanya Ali penasaran.

Iin menarik napas panjang karena harus mengingat omongan para tetangganya saat ia berbelanja sayur setiap pagi.

"Mereka bilang kalau lu sekarang jadi aneh. Emak gak terima, Li." keluh Iin terdengar kesal, "katanya dulu Ali itu kucel dekil, sekarang jadi tampan pasti karena operasi plastik, mukanya beda banget."

"Operasi plastik itu apa, Mak?"