Juwita masih menyandarkan punggungnya di balik pintu kamar. Kedua tangannya masih menggenggam erat sehelai sweater berwarna biru muda pemberian terakhir mendiang ayahnya. Raut wajahnya yang ayu kian menyiratkan penyesalan. Bukan niat baiknya menolong Purie menutupi noda darah menstruasi yang ia sesali, tetapi kecerobohannya yang tak bisa menjaga dengan baik peninggalan berharga dari sang ayah itulah yang membuat Juwita bersedih seperti ini. Terlebih, ketika Purie sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah terhadapnya.
"Ayah, maafkan aku. Aku tidak mampu menjaga barang berharga pemberian terakhir dari ayah ini dengan baik. Mulai saat ini, mungkin aku hanya bisa menyimpannya terus di dalam lemari, aku tidak bisa menggunakannya lagi saat aku bepergian ke manapun karena noda yang membekas ini! Maafkan aku, ayah!" Jemari indah milik Juwita membelai lembut sehelai sweater berwarna biru muda di atas pangkuannya.