Jam dinding berwarna pink yang menempel di dinding kamar Purie itu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Detak jarum jam yang saling bersahutan dengan detak jantung Purie. Malam ini adalah malam di mana ia harus menemui seorang laki-laki pilihan Papinya. Laki-laki itu merupakan putra dari rekan bisnis Tuan Seno yang hendak dijodohkan dengan Purie.
"Huh! Bagaimana ini? Malam yang aku benci akhirnya tiba juga! Aku harus pergi menjumpai seorang laki-laki asing yang konon akan menjadi calon pendampingku! Aku bahkan tidak tahu seperti apa laki-laki itu!"
Purie kini tengah duduk di kursi belajarnya. Ia meletakkan kedua siku tangannya di atas meja belajar, sementara kedua telapak tangannya menopang kepala Purie yang tiba-tiba terasa pening. Paras cantiknya menampakkan kerisauan. Malam yang seharusnya menjadi malam terindah bagi dua orang insan muda-muda yang hendak merajut kasih, namun bagi Purie sendiri malam ini justeru merupakan malam petaka.