"Jadi, mulai hari senin depan, kau sudah dapat menjalani aktivitasmu sebagai seorang pelajar di sekolah itu."
Tuan Adi memulai percakapan malam ini dengan raut santai. Berharap bahwa Junior, putra bungsunya itu dapat menerima keputusannya dengan senang hati dan sukarela.
"Sekolah mana yang ayah maksud?"
Alih-alih menyambut hangat pernyataan sang ayah, Junior justeru memeloti bulat-bulat Tuan Adi.
"Sekolah yang telah ayah pilihkan untukmu." Tuan Adi menjawab dengan raut dan nada bicara yang masih terbilang santai.
"Sekolah pilihan ayah? Lalu, untuk apa kemarin ayah memintaku mencari sekolah baru? Kalau akhirnya aku harus melanjutkan pendidikanku di sekolah pilihan ayah juga! Ini sama seperti..., seperti ayah membebaskan aku untuk berkencan dengan wanita manapun, tetapi pada akhirnya ayah memintaku untuk menikah dengan wanita pilian ayah!" Junior memperagakan perbandingan itu dengan sebuah gerakan tangan.