Chereads / Kasih (Tak) Sampai / Chapter 19 - Kehujanan

Chapter 19 - Kehujanan

Arsen dan Cahya sontak saja menoleh saat dia mendengar suara yang sedang memanggil mereka berdua. Lalu mereka berdua berhenti seketika itu juga.

"Kalian ngapain di sini? Kok bisa berdua?" tanya orang tersebut yang tak lain adalah Nico yang saat ini sedang nonton bersama adiknya. Tadi dia sedang tidak ingin keluar kemana pun, namun adiknya tersbeut mengajaknya untuk menonton horor di bioskop saat ini. Hingga terpaksa dia menuruti keinginan adiknya.

"Kita nonton lah. Nah lo ngapain ke sini sama Aira?" tanya Arsen, adik Nico bernama Aira. Cahya lalu bersalaman dengan Aira untuk berkenalan dengan adiknya Nico. Aira tersenyum dan menyambut hangat tangan Cahya. Dia suka melihat teman kakakanya itu. Menurut Aira, Cahya sangat ramah sekali karena mengulurkan tangannya duluan mengajak berkenalan.

"Nih diajakin sama bocil satu ni. Maksa gue lagi, padahal kan gue maunya ngajak Cahya. Eh kok lo bisa bareng sama Cahya? Kenapa nggak sama Sandra? Kemarin gue padahal memang mau ngajak Cahya buat nonton loh," sahut Nico yang baru sadar jika Arsen tidak mengajak Sandra yang notabenenya adalah kekasihnya. Tapi kenapa malah mengajak Cahya yang hanya seorang sahabatnya.

Aira hanya mendengarkan obrolan kakaknya tersebut sambil sesekali menatap Cahya dan tersenyum. Aira masih kelas tiga SMP. Sehingga Nico sering menyebutnya bocil. Itu adalah panggilannya kepada Aira yang menurutnya panggilan kesayangan.

"Sandra lagi nggak mau diajak keluar, makanya gue ngajak Cahya."

Cahya merasa tidak enak hati saat Arsen dan Nico membahas perihal Sandra yang tidak ikut. Dia seperti seseorang yang menikung dan merebut kekasih orang lain saja. Sehingga membuatnya merasa bersalah dan tidak nyaman.

Aira yang menyadari kakaknya tampak lama dan berbincang pada temannya, langsung menyenggol lengan kakaknya.

"Kak, ayo! Keburu antre nanti," ucap Aira saat dia sudah tidak sabar untuk menonton di bioskop.

"Ya udah Ar gue mau pulang juga, udah mulai sore nih. Nic kita duluan ya?" ucap Cahya yang berjalan duluan tanpa menunggu Arsen ataupun Nico menjawabnya. Mendadak perasaannya benar-benar tidak nyaman sebab Sandra yang tidak ingin keluar tetapi malah dia yang keluar dengan Arsen, Cahya malu pada dirinya sendiri yang terlalu bahagia saat dia dekat dengan Arsen. Salahkah dia mencintai Arsen? Cahya merasa tidak pantas. Sandra sangat sempurna, sedangkan dirinya hanyalah butiran debu yang tidak terlihat.

"Ay, tungguin. Kok buru-buru sih. Beneran nih nggak mau makan?" tanya Arsen yang melangkah dengan cepat sambil mengejar langkah Cahya yang kini sudah mendekat di parkiran. Cahya kemudian berhenti untuk menunggu Arsen.

"Gue Cuma nggak mau kemalaman Ar, Lo tau sendiri kan kalau ibu sangat galak sama Gue?" sahut Cahya yang berusaha untuk membuat Arsen mengerti tentang keadaannya. Sebenarnya bukan itu yang dia pikirkan, dia hanya merasa bersalah sekali. Jika menghadapi kemarahan ibu dan ayahnya dia sudah biasa.

"Oke, kita pulang sekarang!" jawab Arsen, kemudian dia mengambil helm yang ada di atas motor tersebut lalu memberikannya pada Cahya dan yang satunya lagi dia memakainya sendiri. Melihat Cahya yang seperti kesulitan Arsen langsung membetulkan milik Cahya agar segera terpakai. Cahya merasakan jantungnya langsung berdebar tak karuan. Sementara Arsen bersikap santai sambil meniup mata Cahya yang seperti tidak berkedip saat menatapnya. Sontak Cahya langsung gelagapan salah tingkah. Lalu dia mendelik kesal menatap Arsen yang malah tertawa. Aroma tubuh Arsen menusuk indera penciumannya.

"Makanya kedip woy," celetuk Arsen sambil menaiki motornya dan diikuti oleh Cahya di belakangnya. Saat dirasa Cahya sudah naik betul Arsen baru menyalakan mesin motornya. Hingga motornya perlahan meninggalkan area bioskop.

Saat di perjalanan ternyata sedang mendung dan secara tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Arsen yang tidak membawa jas hujan terpaksa harus menepi terlebih dahulu di depan ruko yang sudah tutup. Langit tampak menghitam sebab mendung. Pantas saja jika hujan deras.

"Ay kita neduh dulu ya? Hujan nih, Gue nggak bawa jas hujan," ucap Arsen setengah berteriak karena dia sedang mengendarai motornya dan kini sudah berhenti di depan ruko yang dimaksud. Pakaian yang mereka gunakan sudah basah namun hanya bagian atas saja.

"Yah kita berhenti nih jadinya? Kenapa nggak terus aja nerjang hujan. Kan seru Ar sambil main hujan-hujanan," sahut Cahya yang sepertinya tidak setuju jika harus berteduh seperti itu. Seketika itu juga aroma petrichor menguar menusuk indera penciuman mereka saat hujan turun.

Arsen diam sejenak karena melepas helm dan juga mematikan motornya. Lalu dia turun dari motor tersebut saat Cahya juga sudah turun. Lalu dia menatap Cahya yang kini sudah tampak basah kuyup hingga wajahnya yang juga basah oleh hujan.

"Lo mau cari penyakit? Jangan hujan-hujanan, besok kita masih sekolah dan minggu depan ada ujian. Mau Lo nanti kena flu? Udah lah diam di sini dulu, minimal sampai hujan agar reda dikit lah," sahut Arsen agar Cahya tidak mau diajak berteduh.

"Tapi kalau lama dan keburu gelap gimana Ar? Gue takut," lanjut Cahya sambil memasang wajah khawatir. Dia takut jika pulang sampai malam akan disiksa seperti kemarin. Tadi hatinya merasa sedikit tenang dan akan santai menghadapi ibunya, namun nyalinya menciut saat dia akan pulang malam.

"Tenang aja, nanti Gue bantu jawab dan jelasin ke ibu Lo kalau kita kejebak hujan ya? Udah Lo tenang," ucap Arsen sekali lagi agar Cahya tidak perlu cemas.

Lalu mereka berdua terdiam, sambil berdiri menatap jalanan yang tampak sepi karena memang sedang hujan. Ada beberapa kendaraan yang lewat namun mereka menggunakan jas hujan dan ada roda empat juga yang masih lewat sana sini. Arsen lalu menoleh ke samping dan melihat jika Cahya sepertinya sedang memeluk lengannya sendiri sambil bibirnya tampak bergetar dengan suara gigi yang bergemelatuk karena menggigil kedinginan. Arsen yang melihat Cahya basah kuyup seperti itu mendadak merasa bersalah. Apalagi Cahya hany menggunakan kemeja tipis berwarna broken white sehingga apa yang dia pakai di dalamnya tercetak jelas.

Tanpa pikir panjang Arsen lalu melepas hodie yang digunakannya dan menyerahkan pada Cahya agar dia tidak kedinginan dan menutup tubuhnya yang menggunakan baju berbahan tipis.

"Nih Lo pakai hodie Gue, biar nggak kedinginan." Arsen menyerahkan hodie warna navynya itu ke Cahya dan Cahya hanya melihatnya saja karena tidak merasa membutuhkan hodie Arsen.

"Kok Lo malah kasih ke Gue, Lo kedinginan lah Ar. Pakai aja sendiri, Gue udah biasa kek gini," ucap Cahya yang menolak hodie milik Arsen.

"Udah lah pakai aja. Lo mau pakaian dalem Lo keliatan gitu. Aset Lo warna pink nampak jelas Ay. Tuh!" ucap Arsen sambil menunjuk dengan matanya jika pakaian dalam alias bra milik Cahya terlihat. Sontak saja Cahya langsung malu saat Arsen memberitahunya tentang hal itu. Dengan cepat Cahya menyambar hodie milik Arsen.