Chereads / Street of Broken Dreams / Chapter 14 - Message

Chapter 14 - Message

Natasya ketar ketir melihat reaksi Kama. Memang dia salah tidak memberitahu Kama perihal mengajak Mayla dan Ganendra berlibur ke Zuma Beach, Malibu. Setelah memasukkan barang-barang ke dalam bagasi mobil, bertepatan dengan mobil Ganendra masuk ke pekarangan rumah Kama.

"Ce, lo ajak mereka?" Raut wajah Kama menunjukkan ketidaksukaan.

Natasya hanya bisa mengangguk. Dia merasa, apa yang dia lakukan adalah demi mendekatkan lagi hubungan persahabatan mereka yang merenggang selama dua bulan ini. Tiga hari sebelum kepergian, Natasya mengontak Mayla dan Ganendra. Menanyakan apakah ada waktu untuk ikut berlibur ke Malibu.

Awalnya Mayla sempat menolak karena hanya akan mengganggu liburan Kama, Natasya, dan Issac. Namun, Natasya tetap memaksa. Beralasan mereka sudah lama tidak liburan bersama. Dan, di sinilah mereka. Berada pada situasi canggung. Tidak seperti sebelumnya yang sangat mudah saling melontarkan perkataan aneh dan celotehan sindiran.

"Kalo kalian risih, gue sama Nendra pergi naik mobil Nendra aja." Mayla paham dengan situasi saat ini, terlebih setelah pembicaraan dengan Kama tiga minggu yang lalu. Tidak ada yang baik-baik saja di antara mereka.

"Eh jangan dong, bareng aja naik mobil gue tapi ya emang agak sempit sih karena ada carseat Issac." Natasya ingin mereka semua naik satu mobil yang sama, memaksa keadaan agar mereka bisa seperti sebelumnya.

"Pisah mobil, gak usah ribet. Rencana awal emang cuma kita bertiga. Lo emang udah booking vila yang muat nampung lima orang?" Kama menyudutkan Natasya sekarang. Kama membutuhkan liburan sejenak yang tidak terlalu jauh bersama Natasya dan Issac. Bukan ini rencananya. Bertemu Mayla dan Ganendra yang seperti pasangan baru menikah, hanya menambah rasa sakit yang bahkan dia sendiri tidak mampu keluarkan.

"Ya udahlah gue sama Mayla bisa pisah vila, gak bakal ganggu honeymoon lo berdua. Mau gue batalin terlanjur isi bensin full tank." Ganendra memutar bola matanya sebal, dia juga lebih baik sekarang merebahkan tubuh di kasur, sambil memeluk Mayla mungkin.

"Auntieee I miss your story, duduk di sebelah aku ya." Issac menarik cardigan Mayla pelan.

Mayla tersenyum tipis, "Sempit tapi, Kak. Aku sama uncle Nendra aja ya, kamu barengan mama sama uncle Kama." Mayla tidak mau suasana semakin rumit. Jangan tiba-tiba mereka jadi ribut padahal belum sampai di tempat tujuan. Namun, tangan Issac terus menarik cardigan Mayla, memohon dengan nada rengekannya. Mayla melihat Ganendra, seolah meminta pertolongan.

Ganendra menghampiri Issac, berjongkok agar bisa sejajar dengan anak tujuh tahun ini. "Ok, kita join mobil kamu, kita beresin dulu barang-barang supaya muat semuanya dalam satu mobil, okay?" Issac mengangguk, menuruti perkataan Ganendra.

"Udah biarin gue aja yang rapihin bagasi, barang gak penting turunin cuma tiga hari dua malem ini." Ganendra, laki-laki perfeksionis yang dari dulu kalau liburan bersama selalu kebagian jatah si 'beberes bagasi', sopir, peta untuk sahabatnya, dan pengatur jadwal.

Selesai membereskan barang-barang di bagasi. Ganendra meminta kunci mobil pada Natasya. "Gue aja yang nyetir."

"Gue aja, mual gue disetirin elo," ujar Kama sinis. Perasaannya tidak enak, liburan kali ini akan menimbulkan bencana yang tidak terduga.

Benar saja, setengah jam perjalanan. Mayla yang baru saja selesai bercerita dongeng pengiring tidur Issac. Mulai menyumpal telinganya dengan airpods. Lantunan lagu di telinga, pelan-pelan menjadi nyanyian.

But here I am, Next to you.

The sky is more blue. In Malibu.

Next to you. In Malibu

Miley Cyrus-Malibu

Ganendra yang duduk di sisi kanan, mencolek Mayla karena posisinya terhalang Issac yang duduk di tengah dengan carseatnya.

"Hmm?"

"Kamu mikirin aku?"

"Hah?" Mayla sampai melepas sebelah airpodsnya, "Lo ngomong apaan tadi?"

"Itu kamu nyanyi buat aku? Tapi belom sampe Malibu sih, May," kekeh Ganendra menggoda.

Mayla melotot, satu sentilan di dahi Ganendra membuat laki-laki itu meringis pelan. Jarak yang memisahkan antara mereka tidak membuat Mayla segan untuk bertindak kasar. "Cuma nyanyi anjer. Sok banget aku-kamu, geli Dra ihh." Mayla mengusap kedua lengannya yang bergidik geli.

"Yaelah biasanya juga maen sosor lo." Ganendra mengulum senyum, mungkin mereka tidak pernah sampai sejauh itu dalam berhubungan. Cukup apa yang terjadi di Budapest karena Ganendra tidak mau memaksa Mayla, tapi mereka tidak juga menghindar saat ciuman panas selalu terjadi. Entah di apartemen Mayla atau Ganendra.

Kama tersenyum kecut mendengar percakapan di bangku belakang. Ia meremas setir mobil erat-erat. Natasya melalui ekor matanya, melihat kegundahan Kama. Ada tersisip rasa kecewa. Setelah apa yang ia berikan pada Kama selama dua bulan ini, ternyata tidak pernah sanggup memindahkan hati seorang Kamandaka untuk dirinya. Laki-laki yang dulu pernah membuatnya selalu berdebar di dekatnya pun kini memiliki Mayla.

Mayla…Mayla…Mayla, semua berpusat pada perempuan ini. Selalu, tidak pernah kurang dan tidak pernah lebih.

"May, how are you?"

Seen

Cukup empat kata saat tidak sengaja Mayla melihat notifikasi pesan yang masuk. Namun, empat kata itu mampu mengobrak-abrik kembali pikiran yang sudah ia tata baik-baik selama tiga minggu terakhir. Kepalanya berputar, berdenyut nyeri. Jantungnya berdegup kencang diiringi dengan keringat dingin yang perlahan muncul di pori-pori kulit. Udara di sekelilingnya, seketika hilang. Ada sesak di dada yang tidak dapat ia keluarkan. Abi tau nomor Mayla dari siapa? Pandangannya berkabut tertutup cairan bening.

Ganendra melihat itu, Mayla berusaha mencari kenyamanan. Andai tidak ada carseat Issac, ingin rasanya ia memeluk tubuh Mayla. Menenangkan perempuan ini seperti biasanya.

Sisa perjalanan dari West Consina ke Malibu berakhir hening. Tidak ada percakapan, hanya terdengar dengkuran halus dari Issac. Empat sahabat ini sedang berperang dengan perasaannya masing-masing. Langit cerah berawan putih dengan matahari yang tidak ragu memunculkan sinarnya, semilir angin laut menemani gulungan ombak menyenangkan bagi para surfer, hanya mampu dinikmati oleh Issac, ketika kaki kecilnya menyentuh pasir putih Zuma Beach.

"Mama, ayo main. Pelampung aku dibawa gak ya?" Issac sudah menarik-narik tangan Natasya agar segera memenuhi hasratnya untuk bermain di pantai.

"Kak, ini tuh bahaya buat anak kecil. Ombaknya gede banget. Bentar Mama nurunin barang dulu."

"Main aja duluan sama Issac, gue turunin barang-barang. Vilanya yang…" Belum selesai Kama berbicara, Mayla melintas dari samping. Bukan berjalan tetapi berlari mendekati bibir pantai. Otomatis Kama dan Natasya mengikuti arah lari Mayla. Memperhatikan sahabatnya yang berteriak sangat keras sampai dilihat oleh beberapa pengunjung lainnya.

"Mayla kenapa?" ujar Natasya pelan.

"Mama itu auntie udah duluan, aku sama auntie Mayla aja, ya." Issac sudah berlari ke arah Mayla, tidak menuntut ibunya lagi untuk menemani.

"Udah biasa, biarin aja dulu. Ini villa bebas kan milih kamar?" Ganendra mengeluarkan barang-barang miliknya dan Mayla lalu bergegas masuk ke dalam villa yang sudah terlebih dulu dipesan oleh Natasya.

Kama dan Natasya melupakan barang bawaan mereka. Mengekori Ganendra masuk ke dalam villa guna mencari tau apa yang sudah terjadi pada Mayla.

"Kaget lo pada, ngeliat si Mayla begitu?" Ganendra sadar dua orang ini sedang menunggu jawaban atas rasa penasaran mereka. 15 tahun mereka bersahabat ternyata banyak hal yang saling mereka tutupi satu sama lain.

"May, can we talk? Aku cuma mau ngomong sama kamu."

Seen

"I know there's a shit paper but we should talk"

Seen

"May aku di NY, kalo kamu respon aku terbang ke LA sekarang"

Seen

Hamparan luas laut Zuma, gelombang besar yang memberikan gelak tawa para surfer tidak cukup membuat Mayla merasa senang apalagi tersenyum. Sudah serapat mungkin ia menutupi jejak dari Abi. Argh, artikel sialan memang.

Mayla mengerang marah terhadap kesialan beruntunnya. Tidak sadar ada anak tujuh tahun melihatnya sedari tadi.

"Are you okay, Auntie?"

Mayla tersentak mendengar suara Issac di sampingnya. "Eh, kok gak sama mama? Mereka kemana?" Mayla mengedarkan pandangannya mencari ketiga sahabatnya.

Issac mengedikkan bahu, "Aku mau main. Auntie mau temenin aku?"

Mayla menghela napas, jujur dia sedang tidak ingin diganggu. Ingin sendiri. Sedang tidak ingin menjaga Issac.

"Kakak mau main apa?" Pada akhirnya dia harus selalu mengalah akan semua hal yang berhubungan dengan tiga sahabatnya.

"Can I try that?" Issac menunjuk para surfer yang sedang menunjukkan keahlian mereka di atas papan surfing. Zuma Beach memang terkenal akan ombaknya untuk para penggila surfing.

Mayla mengalihkan pandangannya mencari stand penyewaan papan surfing. Ia mengulurkan tangannya ke Issac, mengajak anak itu berjalan ke arah stand.

Selesai bertransaksi, Mayla menyuruh Issac melepas bajunya hingga tersisa celana renang yang ternyata sudah ia pakai sejak pergi dari rumah.

Mayla melepas cardigan, tank top hitam, dan celana jeansnya. Menitipkan semua barang-barang pribadi pada penjaga stand dan berjanji akan kembali sejam lagi.

Mayla mengaitkan pengaman pada salah satu kakinya dan berjalan berdampingan dengan Issac menuju laut.

"This is your first time, right?" Issac mengangguk. "Jangan takut, dengerin apa kata aku, okay?" Lagi, Issac menyetujui perkataan Mayla.

Mayla mendudukan Issac di papan surfing, eejajar dengan posisi duduknya di belakang Issac. Kedua tangan Mayla mengarahkan papan ini ke tengah laut, menunggu gelombang ombak datang.

"When I said up, stand still on this board. Do you trust me?"

"I do, Auntie."

Mayla sengaja mencari posisi ombak yang sudah menggulung tiga kali. Ini pertama kali untuk Issac jangan sampai anak ini jadi trauma saat kena hantaman ombak pertama yang lebih tinggi.

Mayla melihat gulungan ombak yang datang. Ia berdiri di atas papan, menyeimbangkan dirinya sendiri dulu. Ketika ombak pertama selesai, berlanjut ke ombak kedua. Mayla berteriak, "Stand up, Kak." Issac buru-buru berdiri nyaris terjungkal dari papan, untung dengan sigapnya Mayla menahan tubuh Issac.

"Hold my hand." Mayla bersiap untuk gelombang ketiga yang sebentar lagi datang. Mayla melebarkan kakinya, bertumpu pada titik berat badannya. Ketika gelombang itu datang, Mayla menggerakkan seluruh otot tubuhnya untuk sedikit melakukan manuver surfing sembari memegang tangan Issac.

Pekik kegirangan keluar dari mulut mungil Issac, dia tertawa saat asinnya laut mengenai wajahnya. "Again, Auntie."

"Woah slow down, captain. Berat tau berdua gini." Mayla menyuruh Issac kembali duduk di atas papan. Memutar balik papan surfing kembali menuju ke tengah laut. Menunggu ombak besar datang. Mayla menyunggingkan senyuman, "Ready?"

Tiga pasang mata memusatkan perhatiannya pada satu titik. Melihat interaksi seorang perempuan pada anak laki-laki bermain tanpa ada beban. Satu gerakan diikuti gerakan lainnya, menyusul untuk menikmati segarnya air laut. Mencoba melupakan perdebatan batin mereka sesaat. Tidak menyadari setiap dari mereka mendapatkan satu pesan di ponsel masing-masing.

"How's your life in LA?"

Sent

—------------------------------------------------------------------------------------------