Mata suram Nyonya Wijaya melirik ke arah Alia, dan berkata dengan nada meremehkan, "Oh, aku tidak tahu, kalau sekretarismu bisa makan di meja yang sama denganmu? Pantaskah itu?"
Saat melihat meja makan yang ada di rumah itu, matanya tiba-tiba terbakar, "Dan makanan macam apa yang kamu makan ini? Dimana kepala pelayan vila ini? Bagaimana kamu bisa makan seperti ini? Aku ingin bosnya memecatnya!"
Alia memandang wanita yang tampak seperti naga bernapas api itu dengan takjub. Dia menutup bibirnya dengan erat, takut salah berbicara.
Benar saja, menjadi terkenal tidak selalu membawa dampak yang baik. Dia bisa bertemu dengan orang yang benar-benar sulit diajak bergaul.
Mengapa tidak ada rasa kebaikan sama sekali dari wanita tua itu?
Mata Bonita penuh dengan senyuman kemenangan, dan dia bertingkah selembut menantu yang berbakti pada mertuanya. Dia melangkah maju dan menopang pergelangan tangan Nyonya Wijaya.