Aku bingung, walau pun wajah aku rusak. Aku harus tetap sekolah, aku harus tetap menuntun ilmu. Aku tak mau menjadi anak bodoh.
"Gimana ini Tuhan?" tanyaku kepada diriku sendiri.
Hingga akhirnya, aku melihat kerudung. Aku tertarik untuk mengenakannya. Aku berniat menutupi wajahku.
Aku pikir, akan berjalan lancar. Tetapi rupanya sangat salah, aku malahan di rundung di sekolah aku sendiri.
Bahkan mereka menertawakan wajah aku yang rusak, mereka seakan jijik. Bahkan aku menjadi korban bulying, mereka juga ada yang bikin taruhan. Siapa yang berhasil menjadikan aku pacar dalam waktu tiga hari, nama pemuda tersebut adalah Haikal. Haikal adalah kawan sekelas aku, aku mengira Haikal tulus sama aku, ketik adia menyatakannya cintanya kepadaku.
Makanya aku langsung menerimanya, kenyataannya tak sesuai ekspetasi aku. Dia malahan menghina dan merendahkan aku, aku sangat sedih dan kecewa.
"Vanesa kamu mau jadi pacarku?" tanya Haikal dengan penuh harap kepadaku.
"Aku nggak bisa Haikal," jawabku dengan singkat.
"Kenapa kamu nggak bisa Vanessa? Padahal aku tulus banget sama kamu Vanessa, aku terima kekurangan dan kelebihan kamu. Sekarang kamu jawab iya?" pinta Haikal dengan memohon.
"Baiklah aku terima," jawabku dengan tersenyum.
Mereka bahkan tertawa, mereka menghampiri aku. Aku tak menyangka Haikal juga tertawa menertawakan aku.
"Dasar kamu wanita jalang, ketahuilah Haikal itu berpacaran dengan aku. Jadi Haikal nggak akan berpaling dariku untuk bersama kamu," ejek Susan dengan tertawa terbahak-bhak.
"Iya ketahuilah Vanessa, aku nggak cinta kepada kamu. Kamu itu hanya orang bodoh yang mudah untuk di bodohi, asal kamu tau iya aku mau menyatakan cinta kepada kamu supaya menang taruhan," ucap Haikal dengan menjatuhkan kerudungku.
Mereka semua menghina aku, aku sangat hancur hingga akhirnya kakak kelas aku yang bernama Yudha datang dan membela aku.
Yudha menampar dan meninju wajah Haikal, Yudha dengan kebaikannya memakaikan aku kerudung.
"Kamu jangan ganggu pacar saya, gadis ini adalah pacar saya. Kamu nggak apa-apa sayang?" tanya Kak Haikal kepadaku.
Sementara aku hanya terdiam dan dapat menjawab perkataan Yudha, aku pergi dari kelas aku menangis dalam diam di sebuah perpustakaan.
Aku sangat sedih dan kalut sekali, ada kakak kelas yang sangat baik sekali bernama Diaz. Dia adalah lelaki tampan yang memakai kaca mata. Dia sangat pandai dan pintar, selalu menang mendali fisika dan ipa.
"Kamu kenapa menangis?" tanya Diaz dengan tersenyum.
"Ini kamu pakai sapu tangan aku dulu," ucap Diaz lagi dengan tersenyum.
"Saya tidak apa-apa Kak Diaz,' jawabku dengan menitikan air mata.
"Kamu yakin, kamu ngaak apa-apa. Jika kamu nggak apa-apa untuk apa kamu menangis," ucap Diaz dengan tersenyum.
Diz bilang jika aku ada apa-apa, cerita saja kepadanya. Dia mau membantu dan menolong kesedihan dan kesusahan aku.
"Kamu jangan bersedih, aku akan selalu menolong kamu. Aku tidak mau kamu bersedih, jika kamu ada masalah cerita saja kepadaku. Kamu jangan bersedih," ucap Kak Diaz dengan sangat ramahnya.
"Kakak aku sangat sedih dan kecewa, aku sangat jelek dan cacat. Wajah saya sangat cacat dan rusak sehingga mereka seakan jijik dengan saya, terima kasih iya karena Kakak baik dan tidak jijik kepada saya," ucap aku dengan menitikan air mata.
"Aku nggak jijik kok, kita ini manusia dan bersaudara. Untuk apa saya jijik dengan kamu, kamu jangan sedih. Saya janji, jika saya sudah menjadi dokter saya yang akan mengoperasi wajah kamu. Jika suatu saat kamu kenapa-kenapa ini ada nomor ponsel saya, Tante saya dokter bedah di rumah sakit. Masalah biaya nggak usah kamu pikirkan saya yang akan biayai," ucap Diaz dengan tersenyum.
Aku akhirnya masuk kembali, ketika aku ke sekolah. Setelah pengakuan Yudha mereka sudah tak berani menghina aku.
Tetapi di rumah, setelah pengakuan Yudha kedua orang tuaku dan saudari aku tau. Mereka semakin menyiksa aku ketika aku sampai ke rumah.
"Dasar kamu buruk rupa, kamu itu gadis yang nggak tau malu iya. Sudah tau Yudha adalah kekasih adik kamu, tetapi kamu malahan merayu dia. Kamu menggodanya," ucap Ibu dengan menampar wajahku.
Begitu sangat sakit dan perih sekali, Ayah kini menghampiri aku dan menyiramn wajah aku dengan air yang masih panas.
"Kamu itu memang bukan wanita baik-baik, tau diri dan sadar diri dong. Kekasih adik kamu, kamu main embat. Seharusnya kamu sadar diri wajah kamu jelek, bahkan raja iblis sekali pun seakan muak untuk memperistri kamu," ucap Ayah dengan terus memukuli aku.
Ayah mengikat aku dan membawa aku ke gudang, aku hanya dapat pasrah dan diam saja. Ya Tuhan kapan penderitaan ini akan berakhir? Aku tidak sekolah seminggu, aku juga tidak di kasih makan, aku baru makan setelkah lima hari di kurung. Aku hanya di kasih makan dengan makanan yang sudah kadaluarsa.
"Dasar kamu gadis nggak tau diri, sudah untung saya kasih makan," ucap Ibu dengan memaksakan roti yang sudh kadaluarsa ke dalam mulutku.
"Sudah Ibu, biarkan saja. Wanita ini tak usah kita kasih makan saja roti pun tidak mau kan dia makan," ucap Adikku Pelangi dengan sangat ketus sekali.
Aku hanya dapat menagis dan bersedih, kenapa menjadi seperti ini? Kenapa mereka jahat kepadaku?
Aku akhirnya sekoalah kembali, apa aku hindari Yudha saja iya? Dari pada aku kena masalah, aku akhirnya berhasil menghindari Yudha sehingga terhindar dari masalah. Masalh pun dapat aku atasi, walau pun kawan sekolah maupun Kakak kelas menghina aku. Karena aku dekat dengan Kak Diaz mereka nggak berani menghina dan merendahkan harga diri aku.
Aku hanya dapat berlapang dada, akhirnya aku dapat melewati masa dan fase di dalam sekolah SMA. Aku dinyatakan lulus dengan nilai terbaik.
Aku lulus dengan nilai paling tinggi, aku melamar kerja ke sana ke mari. Terkadang aku di antarkan oleh Kak Diaz. Rencananya dua bulan lagi, Tantenya Kak Diaz yang akan mengoperasi aku.
Tetapi dia mengoperasi aku, iya dia menunggu peralatannya lengkao. Bahlkan kak Diaz sendiri yang membayarnya.
"Nak kamu di operasinya dua bulan lagi iya cantik, kamu harus sabar. Nanti biayanya Tante dan Diaz yang bayar," ungkap Tante Rose dengan tersenyum.
"Terima kasih banyak Tante, Terima kasih banyak Kak Diaz. Kalian berdua sangat baik," ucapku dengan tersenyum.
Aku dan Diaz akhirnya memasak, kami memasak bersama. Kak Diaz sangat baik, bahkan dia dan aku sudah bagai saudara saya. Yang sangat baik sekali.
Bahkan saya sangat nyaman, ketika berada di samping Kakak Diaz dan Tante Rose. Mereka tak mem,bedakan saya, terima kasih Tuhan telah kirimkan dua orang baik ini, kepada saya.
Bersambung.