Chereads / Love Me Any More / Chapter 29 - Bab 29 (Pov Rafka) Menepati Janji

Chapter 29 - Bab 29 (Pov Rafka) Menepati Janji

"Ya udah, Ra. Aku pulang dulu ya," pamitku pada Amaira yang sudah berada di depan rumahnya.

"Gak mampir dulu, Ka?" Tawarnya.

Awalnya ingin mampir, tapi karena ada keadaan mendesak, aku harus segera pulang. Amaira tidak mau mampir ke rumahku terlebih dahulu dengan alasan ia sangat malu untuk bertemu calon mertuanya yaitu Papa. Ya, meskipun dia belum bisa memberikan jawaban pasti padaku tadi, tapi aku sangat yakin jika dia tidak mungkin menolak lamaranku setelah melihat Shaka membawa wanita lain di belakang Amaira.

"Mmm ... Gak usah, Ra. Aku masih ada urusan yang harus segera di selesaikan di Sekolah." Terpaksa berbohong karena memang harus cepat-cepat menyelesaikan sesuatu yang ku janjikan pada seseorang yang tadi menelvonku.

"Emang urusan apa? Sekolah kan sedang libur,"

Aku menimbang-nimbang alasan apa yang harus ku katakan pada Amaira, sebab aku tidak mau jika sampai dia tau rahasiku saat ini. Jika sampai dia tau, aku takut nantinya dia akan ragu atau bahkan menolak lamaranku semalam.

"Mmm ... Itu, temen-temen kelas mau ngumpul untuk membicarakan party perpisahan kelas. Jadi aku harus berpartisipasi juga, gak enak sama yang lain kalau gak ikut ngumpul."

"Oh, ya udah aku masuk dulu, Ka. Kamu hati-hati." Aku mengangguk kala Amaira memberikan perhatiannya padaku. Kini sikapnya tidak seperti kemarin yang sangat acuh padaku. Aku kesal dan terpaksa melakukan sesuatu yang dapat membuat dia membenci Shaka

Dari awal aku sudah bertekad untuk mendapatkan Amaira, jadi apapun caranya pasti akan ku tempuh demi meluluhkan hatinya. Tak disangka ternyata akan semudah ini, dan rencanaku benar-benar berhasil hingga sedikit demi sedikit dia mulai percaya jika aku adalah satu-satunya pria yang tulus dalam mencintai dia.

"Rafka, kok udah mau pulang? Mampir dulu gih, kita ngobrol sekalian ajarin Ayah main catur," ujar lelaki seumuran Papa padaku, dia adalah Ayah Amaira atau lebih jelasanya calon Ayah mertuaku.

Beberapa bulan yang lalu saat aku mengajak Amaira nonton film di bioskop, aku memang sempat berjanji untuk mengajari Ayah main catur. Sebab di pekerjaannya ketika sedang ada waktu luang, ia selalu menghabiskan waktu untuk bermain catur dengan teman-temannya. Namun selalu saja kalah, karena tidak tau cara bermain yang benar bagaimana.

Entah mengapa aku merasa sangat percaya diri, hingga tidak ragu mengakui Ayah Amaira adalah calon Ayah mertua. Sayangnya aku tidak bisa berlama-lama lagi, dan terpaksa harus segera pulang dan menyelesaikan urusanku.

"Maaf, Yah. Lain kali saja ya, Rafka lagi buru-buru. Ada beberapa urusan yang harus Rafka selesaikan hari ini. Kapan-kapan saja ya, Rafka ngajarinnya." Pintaku pada Ayah.

"Oh ya sudah, hati-hati dijalan, Ka. Titip salam buat Papamu,"

"Iya, Yah. Ra, aku pulang ya!" Ku palingkan pandangan pada Amaira yang sejak tadi menunggu sampai aku benar-benar pulang.

Dari kejauhan aku bisa melihat Ayah dan Amaira menatap pada laju mobilku, dari spion terlihat Ayah masuk dengan motornya ke pekarangan rumah. Mungkin dia habis pulang kerja makanya masih berpakaian lengkap dengan topi proyek yang biasa di pakai mandor.

Aku menghentikan mobilku tepat di pinggir jalan tidak jauh dari rumah Amaira setelah memastikan dia dan Ayah masuk ke dalam rumah. Niatku berhenti, untuk mengabari seseorang yang sudah membuat janji tadi. Untung saja aku pandai mencari alasan, hingga Amaira percaya kalau yang menelvon tadi benar-benar temanku.

Setelah mengecek ponsel, ternyata sudah banyak pesan masuk dari Rere. Anak itu memang tidak tau waktu, padahal janjiku besok. Tapi sudah ditagih hari ini, karena misi yang ku rencanakan berjalan dengan lancar tanpa kendala. Tapi tak apa, aku senang dengan hasil kerja yang ia lakukan hari ini meski harus dengan sekuat tenaga aku meyakinkan dia.

[Woy, gue udah pulang dari rumah Amaira. Lima belas menit lagi nyampek, ketemu dimana nih?]

Tring ...

[Woke, gue udah meluncur nih. Ketemu di rumah lo aja, lebih aman]

Secepat kilat dia menerima pesanku, dan mengirim balasan untuk segera menagih janji yang telah ku sepakati pagi tadi.

Aku pun segera melajukan mobil untuk secepatnya sampai di rumah. Kesepakatan ini tidak boleh di ketahui oleh siapa pun, termasuk Papa. Karena jika sampai dia tau, khawatir nanti dia akan ragu lagi meneruskan ikatan yang sebentar lagi akan terjadi antara aku dan Amaira.

Ya, Papa memang tidak tahu jika Amaira sudah memiliki kekasih dan menjalin hubungan sangat lama. Aku sengaja tidak memberitahunya sebab dia sudah ragu dari awal untuk mengiyakan permintaanku untuk melamar Amaira karena ada Lily. Wanita yang selama ini menjadi benalu dalam hidupku.

Sesampainya di rumah, terlihat Rere sudah duduk di kursi depan rumah. Bukan hanya pesanku yang secepat kilat dia balas, tapi orangnya pun lebih cepat sampai ke sini padahal tadi masih bilang meluncur dari tempat yang di rencanakan tadi.

"Nih, kita impas ya. Gue gak punya hutang lagi sama lo," ujarku sambil memberikan beberapa album terbaru BTS yang ku janjikan pada pada Rere, album itu ku dapatkan pagi tadi dari salah satu temanku yang bekerja di sebuah Mall yang di dalamnya menjual beberapa album BTS. Bukan mudah untuk mendapatkannya, karena album itu harus di pesan jauh-jauh hari sebelum berniat membeli. Album tersebut ku dapatkan karena ada salah satu pelanggan yang tidak bisa mengambilnya hari ini, sebab sedang ada di luar kota.

Awalnya Rere menolak untuk membantu menjalankan rencanaku, tapi karena aku memaksa dan mengiming-imingi sesuatu yang berbau grup band favoritnya itu, akhirnya dia mau.

"Wih, cepet juga lo dapet ni album, gue nyari-nyari dari kemaren gak nemu. Susah, soalnya stok terbatas,"

"Iyalah, itu gue dapetnya susah. Untung kan lo, nerima tawaran gue,"

"Hehehe... Iya. Tapi taruhanyya hubungan gue sama pacar gue bangkek. Eh btw, gimana misi lo, sukses gak? Cewek itu nerima lamaran lo?"

"Sukses, dia kelihatan benci banget sama Shaka karena boncengan sama lo tadi,"

"Emang parah sih lo, ngebet banget pengen tunangan sama tu cewek. Sampek ngerancanain hal curang begini,"

"Ya, namanya juga cinta. Butuh perjuangan, Kan!"

"Butuh perjuangan sih iya, tapi caranya aja salah dengan menjebak pacar cewek yang lo suka itu,"

"Cinta itu buta, Re. Jadi apa pun caranya gak akan mandang, itu cara yang salah apa nggak."

Rere menggeleng mendengar alasanku melakukan semua itu. Aku tidak peduli, caraku benar atau salah dalam mendapatkan Amaira, yang jelas aku hanya ingin dia menjadi kekasihku. Beruntung aku memiliki ide cemerlang untuk menjebak Shaka, dengan begini aku tak perlu bersusah payah meyakinkan Amaira tentang perasaanku padanya.