Aku terduduk lemas di kursi ku.. Rasanya lelah sekali hari ini, apalagi sejak semalam aku tidak bisa tertidur nyenyak karena harus mempersiapkan acara pernikahanku dengan Bang Mahes, yang kini telah menjadi suamiku.
Teringat kala itu di rumahku, Bang Mahes secara langsung meminangku di depan kedua orangtuaku. Tanpa pacaran... Tak ada angin tak ada hujan Bang Mahes datang bersama dengan ayahnya untuk melamarku menjadi istrinya.
"Apa Nak Mahes serius datang kemari ingin melamar Putri bapak untuk dijadikan istri? Nak Mahesa padahalkan nak Mahes sendiri tau bagaimana keadaan fisik anak bapak ini, anak bapak ini tidak sempurna tidak seperti wanita-wanita yang lain yang ada di dunia ini, Bapak tidak mau nanti di kemudian hari kamu menyesal dan mencampakkan Rahma begitu saja."
"Mahes serius Pak, datang kemari bersama dengan ayah Mahes Ingin Melamar Rahma untuk dijadikan istri. Rahma adalah wanita yang paling sempurna yang pernah Mahesa kenal di dunia ini setelah Bunda."
"Mahes janji pada bapak, Mahes tidak akan menyia-nyiakan putri Bapak, Mahes benar-benar ingin serius untuk menjadikan Rahma menjadi ibu untuk anak-anak Mahes nantinya."
"Satu lagi, Nak kamu apakah yakin mau menerima Rahma, karena kan kamu tau sendiri bahwa kami sebagai orang tua Rahma hanya seorang pemulung barang-barang bekas dan juga Ibunya hanya sebagai pedagang gorengan di depan sekolahan, apakah kamu tidak malu jika kami nanti jadi mertuamu,"
"Bapak, bagi Mahes orangtua Rahma adalah orangtua Mahes juga, Mahes tidak mungkin malu pada pekerjaan Bapak dan Ibu, yang penting Baoak dan Ibu tidak melakukan kejahatan dan Insya Allah apa yang Bapak kerjakan adalah pekerjaan halal yang di ridhoi oleh Allah," Ucapnya pada Ayah saat itu.
Aku yang mendengarkan perkataan Bang Mahes sangat terharu bahkan sampai meneteskan air mata.
Aku sangat tidak menyangka sekali bahwa orang seperti aku ini ada yang melamar, dulu aku berfikir bahwa tidak akan ada laki-laki yang akan menyukai wanita yang cacat sepertiku, aku dulu pasrah saja jika selamanya harus berbakti di pasantren tempat aku menuntun ilmu.
"Jika tekadmu sudah bulat untuk melamar anak bapak, bapak tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bapak serahkan semua keputusan kepada Rahma, karena Rahma lah yang akan menjalani yang akan menjalani kehidupan rumah tangganya bersama dengan kamu nantinya." Ucap Ayah kala itu.
"Rahma, ayah tanya sekali lagi pada kamu apakah kamu bersedia untuk menjadi istri dari Nak Mahes, jika kamu bersedia sebaiknya pernikahan kalian cepat di laksanakan agar tidak ada yang membuat fitnah
jika memang Bang Mahes serius dengan Rahma, Bismillah Rahma siap untuk menjadi istri dari Bang Mahes,"
"Alhamdulillah..." ucap kami bertiga saat itu.
Aku mengenal Bang Mahes sejak kami masih kecil, Bang Mahes dulu adalah anak yang pemalu dan memiliki kekurangan dalam berbicara. Dia jika berbicara selalu gagap. Sehingga Bang Mahes menjadi bahan bulying dari teman-teman.
Sehingga Bang Mahes tidak pernah bergaul dengan teman-teman yang lain, Bang Mahes lebih memilih untuk berdiam diri bahkan saat sedang istirahat.
Sedangkan aku.. Aku juga sama di jauhi oleh teman-temanku yang lain karena perbedaan fisikku dengan mereka, mereka menganggapmu berbeda karena cara jalanku yang tidak sama dengan mereka, karena aku memang memiliki cacat di kaki yang membuat semua orang merasa aneh ketika menatapku.
Jadi sejak kecil aku hanya bermain dengan Mahes yang juga memiliki kekurangan, namun semakin besar umur Bang Mahes, dia tidak lagi menjadi laki-laki yang berbicara gagap, di aberubah menjadi laki-laki yang pandai berbicara. Berbeda denganku... Aku masih tetap minder dan enggan berbaur dengan orang lain. Makanya sampai aku dewasa seperti ini akj masih mengabdikan diriku di pasantren, karena aku merasa jika aku berada di pasantren, tidak ada orang yang mau menghinaku, karena orang-orang yang ada di pasantren tau hukumnya menghina ciptaan Allah.
"Duar..."
Lamunanku buyar setelah mendengar suara Bang Mahes yang mengagetkanku.
"Astaghfirullahaladzim, Bang... Kamu bikin adek kaget aja..." Ucapku sambil memegang dada. Lalu menghela nafas..guna menetralisir perasaan.
"hehehe..." Bang Mahes malah terkekeh mendengar perkataanku.
"Memangnya adek mikirin apa sih? Sampai-sampai kamu tidak menyadari kedatangan Abang," Tanya Bang Mahes padaku.
"Enggak Bang... Aku hanya masih tidak menyangka saja bahwa hari ini kita telah resmi menjadi suami istri." jawabku pada Bang Mahes sekenanya.
"Sini aku cubit tangannya adek," Canda Bang Mahes sembari memegang tanganku.
"Ih.. Abang apaan sih? Adek serius kali bang!"
Mataku sambil memonyongkan bibirku.
"Adek hanya merasa adek ini wanita beruntung di dunia ini karena hisa menikahi seorang Mahes aditya yang tampan dan sukses," Ucapku.
"Abang lebih beruntung memilikimu karena kamu adalah seorang wanita suci yang selalu menjaga kehormatannya hanya untuk suaminya seorang," Balas Bang Mahes sembari mencubit hidungku.
Aku merasa malu akan hal itu,
"Kalau begitu sayang.. Apakah malam. Ini kamu sudah siap untuk memberikan segalanya pada Abang?" Tanyanya yang membuat jantungku ini berdebar tak karuan.
"Tapi sebelum itu mari kita ibadah sholat dua rokaat dulu sebelum kita melajukan kegiatan pertama kita sebagai pasangan suami istri," Ajak ya.
Aku mengangguk dan tersenyum.
"Kalau begitu...bjarkan akau menggendongmu sampai ke kamar pengantin kita,"
"ish Abang nih... Adek kan malu kalau abang gendong adek sampai ke kamar pengantin. Apa kata orang nanti Bang?"
"Gak apa-apa lah Dek, kita kan sekarang sudah resmi menjadi sepasang suami istri, jadi orang-orang tidak akan mungkin mengomentari kita berdua," Rayu suamiku.
Aku tersenyum sambil menahan denaran jantung yang berdegup kencang ini, juga desuran dalam darah yang mengalir lebih cepat.
Melihat ekspresi ku, Bang Mahes tidak berkata apa-apa, dia malah Membawaku ke kamar pengantin sambil menggendong tubuhku.
Aku memejamkan mata ini, aku merasa bahagia sekali malam ini, rasanya seperti aku sedang di gendong oleh Ayah ketika aku masih kecil... Rasanya sangat nyaman sekali.
Aku sangat menikmati saat-saat ini saking nyamannya di gendong oleh suamiku aku sudah di tidurka di ranjang.
Saat aku membuka mataku, Aku sudah berada di ranjang, dengan posisi mata kami saling berhadapan.
Deg
Jantungku sudah semakin tidak bisa di kendalikan, rasanya ingin lompat dari tempatnya.
"Ya sudah, abang mau mandi dulu ya! Mau mandi bareng?" Canda Bang Mahes yang membuatku gugup.
"Kamu makin cantik jika sedang panik begini," Rayunya
"Abang mau aku buatkan air hangat?" Tanyaku pada Bang Mahes.
"Tidak usah sayang, Abang sebentar saja kok! Abis itu adek mandi ya! Kita sholat sunat dulu berjamaah." ujar Bang Mahes.
Bang Mahes pun kemudian beranjak dari tempat tidur kami, Halo Bu Bang Mahes pun pergi ke kamar mandi meninggalkanku sendiri yang masih dengan jantung yang berdebar kencang.