"Mati?" Gumam Surya. Dia benar-benar tercengang mendengar pertanyaan Toni.
Antara hidup dan mati, dia sendiri merasakan sangat susah dalam menjalani kehidupan dan tidak kebayang saja bagaimana jika dirinya mati. Masih banyak juga keinginan yang dirinya inginkan di dalam menjalani kehidupan ini. Namun, entahlah sampai saat ini, dia tidak tahu lebih enak hidup atau malah lebih enak mati.
"Iya, coba saja pada kematian biar kamu tahu bagaimana rasanya."
"Nggak, aku nggak mau!" Tolak Surya mentah-mentah.
Surya memang tidak sekolah sampai lulus, tapi setidaknya dia masih punya keyakinan akan takdir. Dia sadar bahwa memilih mati sama halnya menyalahi takdir. Tidak ada yang lebih indah dari yang namanya kesalahan. Jadi, saat ini dia hanya berpikir simpel seperti hal tersebut.
"Ya kalau nggak mau ngapain bingung seperti itu? Selagi masih bisa berpikir simpel nggak usahlah dibikin bingung, malah jadi tambah beban saja," kata Toni.
Tanpa sadar, mereka telah membuat banyak peluru berukuran kecil. Daun yang digunakan wadah pun sudah penuh, meskipun masih ada sisa sedikit kertas yang belum dibentuk menjadi peluru. Toni meletakkan kertas yang belum dibentuk tersebut di atas daun yang ukurannya lebih kecil, tujuannya agar tidak kotor.
"Ya coba kamu pikirkan saja, bagaimana aku tidak tercengang kalau kamu bilang bahwa kamu sudah mati. Kalau kamu mati, nggak mungkin kamu masih bisa berada di depanku, yang ada kamu berada di dalam kubur," sanggah Surya. Kalimat yang dirinya ucapkan itu seperti anak kecil polos yang tidak tahu apa-apa. Dia benar-benar jujur dan berkata apa adanya sesuai dengan kehendak yang dirinya tahu dan ingin tahu tanpa ada proses penyelidikan.
Bagi Surya, lebih baik ditanyakan secara langsung kepada orang yang bersangkutan daripada kebanyakan drama untuk menyelidiki suatu kasus yang tentu di dalamnya pasti banyak drama. Kini mereka berdua diam dan saling menatap. Jika dilihat dari sorot mata keduanya sama-sama memiliki arti cukup dalam.
"Ternyata kamu tidak bisa membedakan mana yang hantu dan mana yang manusia ya?" Tanya Toni lalu tersenyum kecut.
Lagi-lagi dahi Surya membentuk gelombang-gelombang kecil ketika dirinya merasa kebingungan. "Maksudnya?"
"Kamu sadar diri kah bahwa kamu ini anak gandeng mayit?"
Lagi-lagi masalah mengenai gandeng mayit. Jantung Surya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia pun langsung teringat kakak dan adiknya yang sudah meninggal, sekaligus pembahasan masalah bersama Arga mengenai gandeng mayit. Surya menatap Toni lebih lekat dan kedua sorot matanya terlihat tajam.
"Iya, aku sadar bahwa aku anak gandeng mayit, tapi apakah anak gandeng mayit akan selalu bersikap seperti aku dan selalu dianggap aneh oleh orang lain?" Tanya Surya penasaran.
Bukannya menjawab, Toni hanya tersenyum. Surya pun menghela napas lalu menatap ke arah sebuah pohon waru besar yang ada di kebun. Mengingat segala hal buruk yang terjadi kepada dirinya hanyalah menambah banyak beban pikiran, tapi kalau diabaikan sama halnya seperti menghantui dirinya.
"Aku capek ketika dikucilkan dan dianggap seperti orang gila, bahkan mereka tidak percaya apa yang aku katakan. Contoh kecilnya mereka tidak percaya ada kamu, padahal pada saat itu, kamu pergi begitu saja tanpa ada pamit terlebih dahulu. Aku juga sebenarnya kesal sama kamu soal yang suka ngilang tiba-tiba. Gara-gara kamu, aku dianggap gila sama teman-teman!" Omel Surya karena sudah merasakan kesal dan di ujung batas kesabaran.
"Kamu nggak gila, mereka hanya tidak bisa melihat orang-orang yang berada di sekitar kamu, termasuk melihat diriku," kata Toni.
"Maksudnya?"
"Aku sudah bilang kan bahwa kamu tidak bisa membedakan mana yang manusia dan mana yang hantu. Coba kalau kamu bisa membedakannya, pasti kamu bisa menempatkan diri dengan baik dan tidak akan dianggap aneh."
"Dari tadi kamu ngomongnya hantu mulu. Lagian siang bolong gini mana ada hantu sih?"
"Ada Surya, hanya saja kamu nggak bisa membedakan."
Beberapa kali Toni sudah mengingatkan dan menekan kata agar Surya benar-benar bisa percaya, tapi dia sadar yang namanya manusia tentu bukti agar lebih percaya. Hal yang lebih terlihat jelas dan nyata akan lebih dipercaya, dibandingkan dengan yang tak kasat mata atau hanya sekedar ucapan saja. Lagi-lagi Toni pun tersenyum getir.
"Anak gandeng mayit bisa melihat dunia gaib, termasuk kamu yang sering mengalami hal tersebut. Bahkan bukan hanya itu saja, hidup kamu juga sering diganggu oleh makhluk gaib di luar kesadaran diri kamu. Nah, dari hal itulah respon kamu seperti sedang menjalani kehidupan seperti biasa saja tanpa ada masalah. Namun, apa yang sedang kamu lakukan itu akan dianggap aneh oleh orang lain karena mereka tidak bisa menikmati ataupun hanya melihat momen apa yang sedang kamu lakukan."
"Aku memang anak gandeng mayit, tapi apakah aku bisa hidup normal seperti orang biasa pada umumnya? Banyak yang bilang kalau aku ini orang gila karena suka ngomong ataupun berinteraksi sendirian, padahal sudah sangat jelas bahwa aku tidak pernah melakukan hal itu. Ketika berinteraksi, maka tentu saja ada orang yang sedang aku ajak berinteraksi."
"Sebenarnya kamu itu sudah hidup normal seperti yang pada umumnya orang lain lakukan, tapi kamu tidak bisa membedakan dan menempatkan apa yang seharusnya kamu lakukan. Kamu ini berbeda-beda dari yang lain. Disaat kamu bisa melihat hal gaib, tapi orang disekitarmu belum tentu bisa melihat."
Surya mengacak rambutnya frustasi. "Hal gaib apa lagi sih?!"
"Seperti yang aku jelaskan tadi. Hm, apakah kamu sudah bisa percaya bahwa orang yang di depan kamu saat ini adalah hantu?" Tanya Toni berusaha untuk meyakinkan. Bahkan senyum di bibirnya itu menunjukkan tidak terjadi suatu hal aneh. Semua terlihat baik-baik saja, meskipun Toni tahu bahwa sebenarnya Surya sedang merasa gusar terhadap apa yang terjadi pada dirinya.
Bukannya semakin yakin, Surya justru malah semakin yakin bahwa Toni sedang membual cerita. Namun, di sisi lain dia juga sedikit merasakan ada hal aneh dalam dirinya. Semakin dipikirkan, maka akan semakin tambah pusing, tapi kalau tidak dipikirkan juga akan membuat dirinya semakin penasaran. Jadi, pada intinya saat ini Surya bingung dari segala hal yang telah terjadi kepada dirinya. Tidak ada yang tahu dan juga tidak ada yang bisa mengerti dirinya, sekali ingin dimengerti malah dianggap aneh.
"Kamu ini manusia dan buktinya kamu bisa ngobrol sama aku. Terus kamu bisa pegang-pegang senapan bambu dan peluru dari kertas basah. Nah, yang paling utama, kamu bisa membuat peluru dari kertas ini. Jadi, apakah kamu masih mau mengarang cerita lagi bahwa kamu ini sudah mati ataupun sudah menjadi hantu?"
Toni terkekeh pelan lalu bertanya, "Apakah kamu mau lihat wujud asliku biar kamu tahu dan percaya kalau aku sudah pernah mati?"