Penulis itu berkata, "Arlojiku ada jarum detiknya. Biar kuukur waktumu. Siap—"
"Tunggu sebentar!" aku berteriak dengan suara melengking yang dibuat-buat dan buru-buru meninggalkan kursi untuk mengambil ancang-ancang di garis start imajiner.
"Oke."
"Siap. Awas." Penulis itu terdiam lumayan lama sampai-sampai aku menoleh untuk memandangnya dan memelototinya dengan wajah galak. "Ya!"
Aku berlari cepat di dalam rumah, sesuai dengan instruksi Ibu. Melaju ke garis finis, aku melantak ke dalam dapur seperti bola penghancur sehingga menubruk si penulis. Aku berusaha menyalaminya untuk mengakhiri tantangan, tapi dia terus-menerus menjauhkan tangannya. Aku berteriak, "Hei!" sambil pura-pura berang, kemudian mencengkeram lengannya supaya diam, dan akhirnya berhasil menggenggam tangannya.
Kata Ibu, "Beginilah. Dia memang pemalu. Tapi dia bisa cepat berbaur dengan orang baru apabila dianggapnya nyaman."
"Jelas. Dan kuat. Cerdas. Wow." Penulis melemaskan lengannya dengan loyo seperti mati.