Ayah mendesah panjang, seperti ban bocor. "Kau bakalan dongkol, tapi aku, anu, sudah mengajak Tunner menemui Sesepuh Wanderly."
"Apa? Kapan?"
"Kemarin."
"Sesudah menemui dokter?"
Ayah tidak menjawab dan, sekalipun aku tidak bisa melihat wajah orangtuaku, kusembunyikan wajahku dari mereka untuk jaga-jaga, siapa tahu meja ruang makan terbelah dua di sebelahku sehingga aku tersorot dan ketahuan. Aku mesti mengamankan diri dari tatapan yang pasti sedang mereka lemparkan kepada satu sama lain.
Ayah akhirnya berkata, "Bukan."
"Apa maksudmu, bukan? Kau tidak mungkin mengajak Tunner ke sana sebelum—"
Ibu terdiam dan suaranya kemudia memlan, seiring dengan jari-jari kakinya yang turun hingga menjejak lantai. "Sumanto, tega-teganya kau!"
"Aku tahu. Maafkan aku. Aku melakukannya di luar rencana, sumpah demi Tuhan. Tunner mengamuk di mobil dalam perjalanan ke sana, sama seperti tempo hari, hanya saja lebih parah."
"Jangan mudah membawa Tuhan dalam persoalan ini. Dasar kau—"