Tunner di sana dan, sejak saat itu, di sanalah dia berada dalam benakku. Di sana, di udara, melampaui pagar tangga, di atas ruang depan rumah kami.
Aku membalikkan badan dan menutupi mataku dengan tangan nan dingin. Aku takut menyaksikannya jatuh, dan aku takut jika aku memperhatikan maka dia tak akan jatuh-jatuh, bahwa dia tak akan jatuh betulan.
Aku menjerit-jerit sampai akhirnya mendengar Tunner mendarat di belakangku.[]
***