Rega celingukan mengintip kedalam kelas kira. Beberapa teman kira terlihat namun gadis itu tak berada diantara mereka.
"Apa kalian lihat kira?", rega bertanya pada teman-teman seangkatan kira. Gadis itu tak muncul mencari rega saat jam istirahat. Dikala istirahat mereka senantiasa janjian dikantin sekolah sekedar ingin berduaan dan ketemuan.
"Apa salah satu dari kalian tau dimana dia?"
Tak ada satupun yang mengetahui posisi kira.
"Eh…kakak kelas rega nyariin kira?". Ami tiba-tiba muncul menegur rega.
"Itu…", tunjuk salah satu diantara mereka. "Ami pasti tau kira dimana, diakan teman sebangku kira", ungkapnya.
Rega berjalan menghampiri ami tak jauh dari pandangannya.
"Loe yang bernama ami?"
"Eh…kakak kelas rega". Ami kaget melihat rega dihadapannya.
Ami agak tegang ada rega disana. "Iya…ada apa ya?"
"Loe tau kira dimana? Dari tadi gue udah Tanya kesemua temannya tapi gak nemuin kira", keluh rega.
Ami menunduk tak langsung menjawab pertanyaan rega. Kepala ami celingukan.
"Hey…kenapa diem? Loe tau gak dimana kira", serang rega lagi.
"Anu…itu kak dia tadi pinjem sepeda motor saya buat pergi ke kafe klasik deket sekolah", sahut ami tak menutupi.
"Kafe klasik?" mimik muka rega berubah drastis yang tadinya nampak kalem dan baik-baik saja langsung beringas mengeluarkan amarah.
Seperti spikopat mengamuk, kaki rega menendang bangku didekat meja duduk ami lantas ami menutup telinga syok menyaksikan itu, ami semakin yakin berita yang tersebar disekolah bahwa rega bukanlah cowok kalem dan lembut malahan lebih cenderung kasar dan urakan.
Tak mengumbar kalimat maaf rega pergi meninggalkan ami yang ketakutan akan tindakannya.
Kira memarkir sepeda ami pelan diparkiran, dalam hati bertanya-tanya kenapa dirinya ingin sekali bertemu dan menanyakan sesuatu pada semmy.
Kira mengendap-ngendap mengintip dari luar kafe memastikan apakah informasi yang didapatkan dari reisa akurat. Kira dari jauh melihat sosok semmy sedang melayani pelanggan, cowok itu tak mengenakan jaket hitamnya melainkan memakai kostum pelayan seragam kafe klasik.
"Kak sem? Dia beneran kerja disini"
Tak mengulur waktu kira masuk kedalam kafe mencari tempat duduk yang nyaman.
Seorang pelayan kafe mendatangi kira bertanya mau pesan apa, kira hanya berkata ingin dilayani pelayan tampan yang melayani meja nomor sepuluh, si pelayan kafe mengangguk mengerti keinginan kira.
Semmy dipanggil menggantikan teman lainnya. Si pelayan pembawa pesan menunjuk meja nomor delapan belas tempat duduk kira.
Semmy menerka-nerka dari jauh siapa yanga datang ingin bertemu dengannya. Kira duduk gelisah termenung sendirian. Semmy mencoba mendekati mejanya.
"Hey…loe disini, lagi istirahat sekolah?", semmy mendekat pada kira menyapa gadis itu ramah.
"Kak sem…" kira meneliti penampilan semmy dari atas sampai bawah. "Kak sem kerja disini?", tanyaku basa-basi.
"Seperti yang loe lihat", santai semmy memamerkan atributnya, celemek yang menutupi sebagian tubuhnya membuat aura pemuda itu nampak imut, kira sampai tak bisa berpendapat apa-apa.
"Loe tau dari mana gue disini? apa Karin yang bilang?"
Dengan cepat kugelengkan kepala. "Bukan…, aku tanya kak reisa"
"Reisa? Darimana dia tau gue ada disini"
Semmy menarik bangku lalu duduk didepan kira.
"Kak sem…maaf tiba-tiba kesini, aku…mau menemui kak sem, ada hal yang ingin kutanyakan pada kakak"
Semmy mengerutkan dahi." Hal yang ingin ditanyakan? Tentang apa?", sahut semmy.
Kira sedikit bingung mengawali uneg-uneg dalam pikirannya.
"Bicaralah! Ada apa sih?! ", seru semmy.
Kira masih sangat berat untuk mengatakannya.
"Gue gak bisa lama nemenin loe disini", pungkas semmy lagi.
"Ini... tentang rega kak", ceplos kira tak menunda kegelisah dlam hatinya lagi.
Mendengar nama rega disebut semmy langsung memalingkan muka dari kira.
Kira melihat ekspresi tak menyenangkan keluar dari wajah semmy.
Tanpa alasan, rasa malas keluar dari raut muka semmy. "Ada apa dengan rega", masih menanggapi.
Kira tak ingin melanjutkan pertanyaannya namun dirinya ingin tetap mengetahui bagaimana pendapat semmy tentang kekasihnya itu.
"Menurut kak sem apa rega cowok yang baik? Apa dia pantas dijadikan kekasih?", tanyaku mencerca.
"Kenapa loe tanya gue?"
"Karena…", kira tak bisa melanjutkan kalimatnya. Salah satu pelayan kafe rekan semmy memanggil semmy sudah terlalu lama berinteraksi dengan pelanggan.
"Maaf gue harus kerja, loe mau pesan apa?"
Kira tak memiliki kesempatan, dengan berat hati kira menunjuk menu pesan jus alpukat kesukaannya, agak sedikit kecewa kira masih belum mendapatkan jawaban yang ingin dia dengar dari semmy. Semmy sudah menghilang dari hadapan kira.
Kira ingin mengetahui apakah semmy mengenal rega? Kedekatannya dengan karin mungkin saja pemuda itu mengetahui sedikit tentang kebenaran sifat rega.
Kira masih bersabar mengungkap kepribadian rega yang asli, ia harus memiliki bukti dan saksi bila mana rega memang punya sikap buruk seperti yang dipikirkan orang lain terhadap dirinya. Kira tak mau rasa cinta nya membutakan mata dan hati menerima kenyataan bahwa rega bukan seorang cowok yang patut disukai olehnya.
"Ngapain loe ngajak ketemuan kita disini ga"
Rega mengumpulkan semua teman-temannya.
Arga dan rombongan anak jalanan lainnya diminta rega untuk datang dimarkas yang biasa mereka gunakan bersenang-senang tanpa tercium bau polisi.
"Gue mau minta bantuan kalian semua"
Arga tak paham. "Bantuan apa ga?"
"Ada imbalannya gak?", sahut lainnya.
Rega tersenyum licik memukul Pundak kanan arga. "Tenang bro itu masalah kecil, kalau kalian berhasil gue bakal kasih duit berapapun buat kalian"
Kegirangan mereka saat mendengar kalimat uang disebut. Tak ada imbalan lain yang lebih bagus dari itu.
"Emang tugas kita apaan?"
"Gue lagi kesal sama seseorang", curhat rega. "Gue mau kalian beri sedikit pelajaran buat dia"
Arga dan temannya yang lain mengangguk paham. "Siapa orangnya?"
Rega menatap arga, "Loe kenal orangnya", tunjuk rega. "Kepala serikat bela diri yang baru"
Arga terkejut. "Sempawah?"
Mendengar reaksi arga yang lainnya ikut berpikir ragu menyerang semmy. "Apa loe udah gila?! itu terlalu beresiko"
"Please bro…yang kita serang ini bukan anak kelas teri melainkan raja dari teri-teri macam kita ini", celetuk temannya.
Arga menyetujui "Bener ga, loe cari mati pengen ngelukai si sempawah"
"Jadi…kalian nolak tugas dari gue ini?"
"Bukan nya kita nolak", pungkas arga. "Tapi tugas ini resiko nya terlalu tinggi"
"Dia terkenal diarena manapun bro"
Rega mengeluarkan segebok uang dari dalam ranselnya. "Kalian butuh ini untuk bersenang-senang kan, pikirkan dengan uang ini kalian bisa memuaskan diri kalian kapanpun"
Mata mereka berubah hijau melihat setumpuk uang yang dipamerkan rega, uang itu dibutuhkan untuk berfoya-foya membeli narkoba dan minuman keras.
Arga bimbang akan tawaran yang diberikan rega sungguh menguntungkan dirinya dan kelompoknya.
"Oke…kalian bisa pikir-pikir lebih dulu", ujar rega memasukkan uangnya Kembali kedalam ransel. Arga mulai bimbang.
"Tunggu…", cegah arga mengubah keputusan. "Gue setuju tugas dari loe"
Langkah arga ikut diambil teman-teman lainnya dan setuju permintaan rega.
Rega tersenyum puas, akal piciknya berhasil mengelabui mereka sehingga mereka berubah pikiran setelah melihat bongkahan uang yang ia bawa.
"Oke apa yang harus kita semua lakukan"
Rega menyusun kejahatan yang akan diperbuat pada semmy, merapatkan rencana itu pada arga agar tak terjadi kesalahan biar aksi mereka tak mengundang kecurigaan.
Rasa kebencian dan cemburu rega telah membutakannya membenci semmy. Pribadi semmy menjadi halangan dalam hidup rega.
Kira Kembali kesekolah tanpa hasil, dirinya makin dibuat gelisah akan rega.
Kira mendatangi ami untuk mengembalikan kunci sepeda ami. "Nih kunci sepeda loe, makasih", ucapnya malas.
"Ra…maafin gue", sahut ami melipat kedua tangannya pada kira. "Kenapa loe minta maaf?", ujar kira bingung.
Ami tak enak hati. "Tadi…kakak kelas rega nyariin loe"
Jantung kira seakan melompat keluar mendengar rega disebut.
"Terus? Loe jawab apa mi?"
"Gue…bilang loe pergi ke kafe klasik", ami terbata-bata.
Kira seketika panik.
"Haah…loe gila! kenapa loe bilang itu sama dia", kesal kira.
"Ya maaf ra…habis gue bingung mau jawab apa", sesal ami.
Pikiran kira sibuk mencari alasan, tak sepenuhnya menyalahkan ami, temannya itu sudah baik membantunya mengungkapkan jati diri rega. Hanya saja kira masih menemukan jalan buntu dalam mendapatkan realita bahwa rega bukan cowok yang baik untuknya.