Chereads / Zark, Soulmate of the dark / Chapter 17 - Zen dan Hanum

Chapter 17 - Zen dan Hanum

Entah bagaimana kisahnya Zen menjadi sangat akrab dengan anak serigala itu bahkan dia tidak mau ketinggalan krmana pun Zen pergi.

Awalnya Zen agak risih, tetapi lama-lama dia menikmatinya juga bahkan ia akan mencari jika serigala itu tidak tampak seharian.

" Bill ... " bahkan dia sekarang memiliki nama panggilan.

Hanum juga sering berkunjung walau tidak serutin seperti saat ia kelaparan.

Hampir setiap malam Zen akan menatap bintang-bintang merenungi nasib dan kesalahannya bersama Bill serigala kecil dan sesekali dengan Hanum.

" benarkah kau yatim piatu? ... " tanya Zen suatu malam kepada Hanum.

dan Hanum menjawab dengan anggukan.

" ikutlah bersama ku, kita mencari tempat yang lebih baik. "

" aku tidak bisa ... " Hanum memandang langit berbintang.

" ada masalah? ... "

" aku tidak bisa meninggalkan tempat ini, aku dibuang dan jika aku meninggalkan tempat ini, kesialan bisa menimpa mu. semua orang mengutuk ku. "

" itu alasan aku tidak bisa berada di dekat mu? ... hanya karena sebuah kutukan dan kau percaya? ... "

" orangtua ku mati karena membela ku dan akan membawa ku pergi. Rumah kami di bakar dan orangtua ku mati, bahkan mereka mengikat agar aku melihat kedua orangtua ku mati terbakar. "

Hanum mulai menangis.

Zen menghapus air mata Hanum, " mulai sekarang aku yang akan menjaga mu. " itu adalah janji yang ia buat tanpa sadar seperti sebuah empati dan rasa berterima kasih.

Mereka mungkin tidak akan mau bersama jika mereka mengetahui sebuah takdir atas kebersamaan mereka.

***

Zen keluar dari dalam air membuat Hanum yang diam kearah sungai kaget alang kepalang.

disaat yang sama kebetulan Zen berbalik kearah Hanum dan dengan kecepatan yang susah dijelaskan ia berhasil membopong tubuh Hanum yang hampir terjerembab keatas batu karena terpeleset.

" kau tidak apa-apa? ... "

Hanum yang tersadar langsung memejamkan mata, " tidak ... " jawabnya dengan nada ketakutan.

" ada apa? ... " wajah Zen sumringah, ia mendirikan tubuh Hanum.

" maaf ... aku tidak sengaja, ku pikir Bill ada didalam air. " Hanum memalingkan wajah sambil menutupi wajah dengan kedua tangan.

" maaf ? ... " Zen malah bingung dengan arah pembicaraan Hanum.

" oh ... haha !! bodoh, bukankah waktu aku lemas kelaparan kau melihat tubuh ku? "

" itu beda... "

" dimananya yang berbeda? ... dasar aneh. " Zen menjitak Hanum.

" waktu itu aku melihat mu dalam gelap. "

meledaklah tawa Zen, " tunggu, jangan pergi. "

Ia kembali ke sungai dan mengambil selendang birunya, perlahan ia menutupi tubuh bagian atasnya.

" sudah, hentikan bersikap begitu... "

Hanum mulai menatap Zen lagi, " Hanum ... "

Zen memanggil namanya dengan lembut.

" a ... aku harus pergi. " Hanum jadi gugup tanpa alasan dan hampir saja ia kembali terpeleset.

Bill datang dan membuyarkan semua termasuk Hanum, tiba-tiba ia bisa berdiri tegak dan mengejar Bill yang menunggunya diantara pepohonan.

" dasar kekanakan ... " komentar Zen sambil geleng kepala.

***

" apa kau tidak dingin? ... " Hanum mulai mengomentari.

" apa ? ... "

" pakaian mu. " Hanum menunjuk selembar kain satin biru yang selalu dipakai Zen.

" di tempat ku aku selalu pakai ini. " Zen bingung mengapa Hanum bicara begitu.

" sungguh kau tidak dingin? ... "

" dingin, tapi saat pergi aku sama sekali tidak diberikan pakaian ganti. "

" hah? ... sudah berapa lama kau pakai ini ? "

" lama ... lama sekali, apa itu aneh menurut mu? "

keduanya diam sama-sama memikirkan kata yang tidak menyakiti.

" mmm ... agak sedikit aneh, sudahlah sepertinya aku terlalu dalam masuk di hidup mu. " Hanum yang sejak tadi menemani Zen duduk di pinggir sungai mulai berdiri, ia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah tangga dan memaaak untuk mereka berdua.

" jika sudah merasa baikan dan siap untuk pergi... silahkan. " sebelum benar-benar pergi Hanum memberikan izin.

Zen menatap Hanum, ia sebenarnya senang berada di tempat tenang ini, tapi jika ia merasa begitu mungkin Zen memang harus pergi.

Bill menghampiri dan menggosok badannya di kaki Zen seperti biasa yang dia lakukan.

" aku pergi ya, pergilah bermain sendiri. " itu caranya berpamitan.

Bill menatap Zen sendu seperti mengerti maksud ucapan Zen.

Setelah berkemas Zen benar-benar pergi.

***

" hanya begitu? .... lalu bagaimana dengan maksud keberadaan ku disini? ... apa ini cuma tentang Billy?? ... " Zark marah-marah saat merasa jika cerita yang diperdengarkan menggantung.

Dia sama sekali tidak paham dengan apa yang terjadi kecuali keberadaan Billy yang sudah sejak lama bahkan sebelum ia dilahirkan.

" tenanglah dulu ... tentu belum berakhir. "

sahut pria itu sangat tenang bahkan dia tidak terpancing dengan kemarahan Zark.

***

Zen kembali menjelajahi hutan seperti hari-hari sebelum ia ditemukan sekarat bahkan sekarang dia sudah memiliki perbekalan berburu yang ia pelajari langsung dari penguasa rantai makanan di hutan.

Serigala.

Ia sekarang bisa berburu binatang darat yang larinya cukup kencang atau berburu ikan dalam aliran sungai yang lumayan deras, kemampuan bernapas di air pun ia asah sedemikian rupa hingga ia bisa bertahan hingga lebih dari tiga menit dalam air.

Sementara itu di negeri tempatnya lahir sedang terjadi pergunjingan, perebutan tahta dan terjadi pertempuran antar saudara yang menewaskan separuh keluarga Zen.

yang selamat saat itu hanyalah ayahandanya, itupun ia harus melarikan diri dalam keadaan sekarat.

Zen sudah terbiasa berjalan dalam gelap, dan tidak sengaja di ujung penglihatan ia melihat tubuh seseorang terkapar.

Seseorang yang sangat dia kenal.

" ayah? ... mengapa kau ada disini? ... ini terlalu jauh dari rumah. "

Zen memeluk tubuh ayahnya yang tak berdaya.

" beruntung kau selamat nak, jangan pernah kembali ke tempat itu... semua orang telah membunuh keluarga mu. "

" apa maksudnya? ... kenapa ayah jadi seperti ini?... "

" jalani kehidupan mu dan jangan pernah menoleh kebelakang dimana masalalu mu, lupakan semuanya. " di sisa tenaga ayahandanya tetap bicara.

Tenaga dalam yang lama ia pelajari dan ia kuasai, telai ia salurkan melalui sentuhan terakhirnya kepada Zen.

Dan hembusan napas panjang telah mengakhiri segalanya.

Zen telah kehilangan segalanya tanpa dia sempat merasakan apapun.

Amarah dan kekecewaan yang lama ia pendam sejak pengusiran itu muncul kembali bahkan lebih besar karena dia tahu pelampiasan yang ingin ia sampaikan telah tiada tersisa jasad kosong yang mulai dingin.

***

Zen histeris dia berteriak dan teriakan itu terdengar seperti lolongan anjing yang pilu.

Bill mendengar dan menyahut dengan sama pilunya.

sementara Hanum beku memandangi langit malam di rumahnya, dia tau jika Zen telah pergi dan hatinya entah mengapa menjadi sakit.

malam masih sangat panjang dan mata enggan terpejam, hanya rintih pedih yang sesekali mereka nikmati dalam duka yang berbeda-beda.

***