Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Kutukan Celesteia

Matsuko_DX
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.4k
Views
Synopsis
Sebuah negeri dimana ideologi tidak mengenal Tuhan, menolak ajaran Tuhan dan hingga sampai membuang anggapan tentang aspek Ke-Tuhan-an adalah sebuah negeri yang makmur dan jaya, Celesteia. Kerajaan dengan wilayah yang begitu luas dari ujung utara sampai selatan. Namun, dibalik terangnya kejayaan, titik gelap tercipta sebagai kutukan atas dasar dendam dan kehancuran. Kutukan yang diramalkan untuk masa depan yang gelap dan penuh lautan penyesalan. Ini adalah kisah kedua Putri Raja yang memiliki kedua kutukan itu, Veasna dan Annaella dan petualangan mereka tentang pencarian Sang Pencipta.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1: Veasna dan Annaella

"Legenda umat beragama adalah kisah mitologi turun temurun yang diwariskan oleh kerajaan ini. Setiap orang menganggap bahwa Tuhan adalah dongeng mitologi semata, juga penggambarannya yang samar-samar kebenarannya. Itulah sedikit kisah kelam yang aku simpulkan dari buku Sejarah Celesteia."

Seorang profesor muda berjanggut tipis, sedang membicarakan sebuah kisah dari buku yang ia baca. Itu buku yang sangat, sangat, sangat dirahasiakan oleh pihak dewan pustakawan istana dan hanya keturunan bangsawan lah yang wajib mengetahuinya. Hanya sebuah legenda katanya.

"Namun apa itu sesuatu kebenaran yang nyata? Apakah referensi dari karangan itu?" Seorang anak perempuan dengan lugas menanyakan hal tersebut. Yah ... Karena ia anak yang begitu aktif. Bukan kutu buku, namun ia cukup terampil dalam menanggapi opini-opini. Ia bernama Veasna. Seorang Putri Mahkota di kerajaan Celesteia.

"Yah kupikir juga, itu adalah ilmu sejarah yang khusus dipelajari oleh keturunan dari bangsawan Celesteia."

"Apakah kami termasuk dalam kategori itu? Jika iya, artinya kami wajib mengetahuinya."

"Tentu saja, karena kalian berdua adalah Putri Raja. Terutama dirimu Veasna, kau adalah pewaris tahta yang akan mewarisi setiap aspek negeri Celesteia."

Veasna gembira. Senyumnya terpancar dari bibir kecilnya. Ia kemudian menoleh kearah lain. Di dekatnya ada seorang perempuan yang seumuran dengan dirinya. Namun, perempuan kecil itu sepertinya kutu buku, atau ... hanya anak yang pendiam? Tidak juga.

"Hey Anna, apakah kamu minat mempelajari hal ini?"

Annaella namanya sebut saja Anna. Ia adalah saudari kembar Veasna. Namun meski saudari kembar, Annaella memiliki piawai yang cenderung menyukai karya-karya sastra daripada membicarakan suatu hal yang berkaitan dengan peperangan. Dia begitu lugu.

"Yah ... Mungkin aku akan sangat tertarik membaca buku-buku disana," jawab Anna.

"Profesor, apakah hasrat kami bisa terwujud dan segera mengetahui kebenaran dari Tuhan yang dulunya dipercaya penduduk Celesteia?"

"Maksudmu, kau akan mencari tahu sendiri?"

"Apa salahnya mengetahui sesuatu yang begitu menarik?"

"..."

Profesor mencerna perkataan dan niat Veasna. Dia tersenyum kecil, berharap bahwa senyumnya akan melebar.

"Yah, tiada yang bisa membendung niat tujuanmu itu, Veasna"

Veasna bersemangat. Ia merasa dikaruniai oleh semagat api yang bergejolak. Veasna memegang tangan Anna dan menariknya sambil berlari. Berlari sekencang mungkin menuju ke dalam Kastil - ruang Perpustakaan Negara, namun ketika sampai di pintu perpustakaan, ada satu hal yang menghalangi. Ya, penjaga.

"Maaf tuan putri, khusus hari minggu, perpustakaan istana ditutup."

"Mengapa? Kami hanya akan meminjam satu set buku."

"Maaf jika saya lancang Putri, buku-buku yang kemarin tergeletak begitu saja, agar bisa kembali tertata rapi di tempat mereka berada dan tuan putri bisa mencarinya di tempat yang sama. Itu salah satu kegiatan kami di hari minggu, jadi mohon hargai tugas kami."

Sang penjaga mempertegas bahasanya, dengan niat agar kedua Putri remaja itu mengerti.

"Hmm ... Baiklah. Ayo Anna, kita pergi dari sini."

Kedua Putri membalikkan badannya ke kiri dan berjalan menjauhi Perpustakaan. Prajurit mengucapkan salam kepada kedua Putri dalam tunduk hormat.

"Salam Sejahtera bagi tuan Putri"

Yah, selalu setiap prajurit di istana begitu menunduk hormat terhadap kedua putri kerajaan. Mulai dari cara berbicara sampai dengan sikap mereka, begitu sopan kepada kedua tuan putri. Sampai-sampai kedua putri diantarkan ke kamar oleh beberapa pelayan kerajaan dan mereka menutup pintu juga meninggalkan kedua putri. Setelah itu Veasna merasa bahwa, "seharusnya biarkan kedua putri ini berjalan sendiri, huh. Selalu saja"

"Sudahlah Veasna, itu kan tugas mereka" tetapi Anna merasakan hal yang bertentangan dengan Veasna.

"Untuk kali ini, aku sangat geram. Setelah ini, aku akan membicarakannya dengan ayah."

Anna menghela nafas melihat sikap Veasna. Kakaknya sangat menginginkan kebebasan. Namun terkadang ia berpikir bahwa kakak nya hanya menuruti ego nya saja. "Dasar Veasna"

Keesokan harinya, matahari memancarkan cahayanya melalui sisi kaca kamar yang megah merambat  keatas kasur empuk tempat kedua tuan putri tidur.

Pagi yang cerah, membangunkan Anna namun Veasna masih tertidur. Anna mulai membangunkan Veasna, tetapi Veasna tak kunjung bangun. Ia membangunkan lagi, namun hasilnya tetap nihil. Saudaranya tertidur pulas.

Melihat saudarinya yang tertidur nyenyak, Anna beranjak dari tempat tidurnya dan bersiap menjalani pagi hari.

Mandi. Berdandan. Sudah selesai ia lakukan. Kini, apa yang akan Anna lakukan, Anna masih berpikir.

Memakai gaun merah sampai ke paras betis, dengan gelang renda bunga mawar di tangan kiri. Ia tampil cukup anggun. Sambil bercermin, ia memikirkan hal yang akan ia lakukan dan kini ia telah memutuskan, membaca buku di taman kerajaan? Ya tepat itu kesukaannya.

Ia mulai berjalan ke sana. Tak jauh sebenarnya. Hanya di bagian samping kiri istana. Sesampainya disana, ia melihat pondok enam pilar dengan atap dihiasi tanaman anggur dan sebuah kursi yang melingkar di dalam pondok yang berada di pojok taman. Kemudian ia berjalan ke pondok - duduk di kursi itu dan membuka buku dongeng yang ia bawa. Disana juga banyak anak-anak dari prajurit-prajurit kerajaan yang sengaja ingin bermain ke taman kerajaan.

Veasna. Seorang kakak yang menginginkan kewibawaan dirinya. Dia juga berdandan layaknya seorang ksatria hampir setiap harinya, dalam artian Veasna tak banyak berdandan. Ia mulai menyukai seni perang, semenjak melihat saudara sepupunya bermain teknik pedang.

Dua hal yang tidak ia sukai, dimanja dan dipermainkan. Memang semua tidak akan suka jika dipermainkan, namun bagi Veasna, kekerasan bagaikan konsekuensi yang harus dijatuhkan kepada pelaku.

Dia bangun setelah sekitar beberapa menit setelah Anna berdandan. Ia juga sempat melihat saudarinya pergi keluar kamar. Ia beranjak dari tempat tidur. Mandi. Memakai pakaian. Juga membersihkan kamar tidurnya. Semua disusun rapi seperti sebelum mereka tempati.

Gaun dengan rok buka tengah menjuntai ke paras betis juga celana hitam pendek yang ia kenakan, sangat cocok dengan sifatnya.

Veasna berjalan di lorong-lorong, mencari keberadaan adiknya yang tak kunjung ia jumpai. "Ya ampun, ada dimana anak itu?!"

Disisi kebingungannya, Veasna bertemu seorang prajurit yang sepertinya sedang berpatroli di lorong-lorong istana. Ia menghampiri si prajurit dan menanyakan kepada nya, "Hey kamu, apakah kamu tahu dimana adikku sekarang?"

Prajurit itu menunduk hormat, "Salam sejahtera bagi tuan putri Veasna." Dan melanjutkannya, "Maaf putri, saya belum bertemu tuan putri Anna pagi ini."

"Ohhh ... Begitu"

"Tetapi jika tuan putri berniat, tuan bisa mencari putri Anna di taman istana di bawah. Banyak anak-anak yang berkunjung hari ini."

"Ohhh ... Terima kasih untuk bantuan mu, silahkan lanjutkan tugasmu!"

"Salam sejahtera untuk Tuan Putri Veasna, saya mohon pamit." Prajurit berdiri dan berjalan menjauh ke lorong yang lain.

Veasna berjalan cepat menuju taman samping Istana. Sesampainya disana ia menoleh ke kanan dan kiri dan kemudian ia melihat adiknya berada di pojok taman dekat air mancur Patung Dewi Air.

Veasna lega, ia menghampiri Anna dengan tergesa-gesa dan nampaknya Veasna akan membicarakan sesuatu kepada adiknya.

"Anna"