Ayolah, ini bahkan masih tengah malam, aku masih ingin beristirahat untuk saat ini. Padahal aku berencana pergi ke Trophe besok pagi, sayangnya Silbi malah mengganggu waktu tidurku. Entah ada gerangan apa? Tapi bisa kupastikan, kegelisahannya dimulai sejak suara gelegar tadi terdengar. Awalnya kupikir ia benar-benar khawatir, dan sekarang ia malah tertawa terbahak-bahak. Hmmm, aku merasa tertipu, tapi mungkin lebih baik begini, aku lega ia kembali seperti semula. Justru yang membuatku terkejut adalah genangan darah di dekatku dan daging-daging yang tercecer ini ternyata berasal dari ular berkepala empat yang pernah menyerangku. Masih kukenali satu kepala dengan luka bakar itu, Silbi yang menyerangnya. Dan kenapa potongan tubuh bersisiknya berserakan di sini? Kuamati jasadnya, perlahan serpihan abu itu berhamburan seiring terdengarnya nada-nada keheranan dari rombongan Ellenia yang menyaksikan peristiwa ini. Mereka sedang ke arahku sekarang, aku akan menjelaskan sebisaku apa yang kuketahui.
Pemuda yang kutangkap ini juga sama anehnya dengan Silbi, kulihat ia memukul-mukul beberapa rumah dan merobohkannya, yang benar saja! Ia bahkan tak menyadari para pemilik rumah itu berlarian menyelamatkan diri. Orang bodoh mana yang pamer sihir dan berloncatan adu jotos di tengah malam? Tak bisakah ia tenang dan menjelaskan apa yang terjadi di sini?. Untung Pasukan Penyergap segera datang, jika tidak, aku akan kewalahan dengan ocehannya yang semakin semrawut. Lagi pula apa itu Setengah Dewa dan Ras Terkutuk? Ini hal aneh yang pernah kudengar dalam tiga tahun pengembaraanku. Tidak, mungkin seisi Montrea juga tahu jika pemuda ini sedang membual. Tapi perkataannya tentang kebinasaan manusia? Entahlah, aku tak bisa menyimpulkan itu untuk sekarang.
"Semoga tak ada gempa yang tiba-tiba muncul lagi, aku juga tak berhasil menemukan keberadaan benda aneh yang di laporkan tadi, rasanya ada sebuah penghalang di Bartham," ucap Ellenia setelah mendengar penjelasanku seadanya.
Meski aku tak mengerti apa yang ia maksud penghalang? Tapi aku senang dara dingin ini bisa mengerti penjelasanku. Saat aku bertemu di depan rumahnya, ia bersiap memenuhi panggilan menghadap Istana karena gelegar suara besar yang mencurigakan, kami berpisah untuk sementara waktu dan terlihat olehku saat itu, setitik cahaya putih sedang melintas di atas langit Bartham. Mungkin ia juga mencari kebenaran terkait benda apa itu? Dalam diamku setelah kemunculan benda tersebut, muncul sebuah gempa kecil dari arah timur yang menarik perhatianku. Segera kudatangi dan ingin kupastikan apa yang terjadi? Namun terlambat sudah. Saat aku tiba di sana, taman kota benar-benar sudah hancur dengan tanah yang terangkat saling tindih satu sama lain.
"Untuk sementara kita amankan orang asing ini jika ia terbukti bersalah atas pengrusakkan kota, hukum yang akan berbicara, dan untuk pemuda Ra-Herl ini biarkan saja dan serahkan padaku!" perintah Ellenia pada puluhan prajuritnya, aku tak tahu ia bisa menjadi tegas di saat seperti ini.
"Siap, Kapten!" serempak seluruh bawahannya segera melaksanakan perintah Sang Kapten, pemuda yang kutangkap ini langsung di gelandang paksa.
Apa aku sedang kasihan melihatnya? Ini persis sepertiku saat pertama kali memasuki wilayah Bartham. Lihat dia! Sangat menyedihkan, untuk berjalan saja rasanya tak mampu dan butuh dua orang untuk menggotong pundaknya.
"Jaga jarakmu."
Apa? Kudengar Silbi sedang memperingatiku pada sesuatu. Segera kuamati sekeliling kami, lagi pula hanya aku sendiri yang berjalan paling belakang. Di depan sana, Ellenia sedang memimpin rombongan kami dengan dua prajurit yang sedang menggotong pemuda serba putih tersebut, sementara barisan Pasukan Penyergap ada di belalang mereka. Aku tak menemukan kejanggalan apa pun di sekitar sini, apa Silbi sedang mengecohku? Tapi untuk apa?.
Hei, Tunggu dulu! Pemuda itu, kenapa ia tersenyum di saat-saat seperti ini? Sekilas seringai tipis yang menghiasi wajahnya tampak mengerikan. Entah kenapa aku ragu untuk melangkahkan kaki, dan sejak kapan aku mulai berhenti di tempat?. Apa ini halusinasi? Perlahan, sekujur tubuhnya mengeluarkan cahaya putih, ah sial! Kututupi kedua mataku menyadari cahaya ini semakin menyilaukan. Aku tak bisa melihat rombongan Ellenia di depan sana!.
"Penghalangku sudah mencapai batasnya," ucap Silbi pelan.
DUUUUAAAARRRRR!!!
Dalam sekejap mata, kurasakan tubuhku terhempas melesat ke belakang. Ah, ini terlalu terang, apa yang terjadi sekarang? Bahkan aku tak sempat menyadari ledakan barusan. Sebisa mungkin, kupaksa mata ini untuk terbuka, sial! Rasanya aku akan buta sekarang, cahaya ini benar-benar mengganggu penglihatanku!. Hanya ada putih dan garis-garis samar saat mataku terbuka, masih terlalu kabur pandanganku, apa itu? Tergeletak tak begitu jauh dariku.
"Apa ini! Hei, apa yang kau lakukan!?"
Ingin rasanya aku memaki sosok yang melayang tersebut begitu aku sadar apa yang terjadi. Area kota sudah... sudah hancur. Ini buruk! Ini petaka!. Sebisa mungkin kusembunyikan keterkejutanku namun itu mustahil! Di depan sana, Para Pasukan Penyergap dengan Ellenia tergeletak hangus seolah terpanggang sesuatu, asap tipis keluar dari tubuh mereka. Oh, tidak! Mereka mencoba bergerak, mereka masih hidup dengan kondisi seperti itu, aku tak bisa membayangkan seperti apa rasa sakit yang hinggap di sekujur tubuh mereka?. Tempat kami berpijak juga sama saja, luluh lantak hangus terpanggang dengan puing-puing berserakan. Meski terduduk pun aku bisa memandang ke segala penjuru kota yang hancur ini. Semuanya terlihat sangat luas di bawah langit malam sekarang, sama rata dengan tanah sembari kepulan asap tipis yang membumbung tinggi semakin memenuhi angkasa.
Kucoba berlari sebisa mungkin mendekati tubuh itu, sial! Aku tak tahu aku sedang marah atau sedih, baru saja aku bertemu seseorang yang memiliki bayangan sama sepertiku! Apa aku akan sendiri lagi? Apa aku akan selamanya berbeda dari yang lain? Keparat! benar-benar ingin kuhancurkan pemuda itu. Saat kugotong tubuh gadis ini, terasa hawa panas seakan membakarnya dari dalam sekaligus. Luka bakar dan kulitnya mulai lengket dan mengeras, kekuatan macam apa yang di miliki pemuda biadab ini? Dengan entengnya ia melempar senyum padaku di atas sana, kuletakkan tubuh malang ini perlahan, sangat pelan.
"Kau suka itu manusia? Kehancuran adalah sesuatu yang sudah melekat dengan kalian, benar-benar tak tertolong lagi! Sekilas kalian memang mirip dengan Ras Terkutuk," ucapnya seolah mengejekku.
Darahku mulai memanas, otakku terasa mendidih dan semakin tak bisa kugunakan berpikir. Terasa jantungku berdegup sangat kencang kali ini, memompa kemarahan menyebar ke seluruh tubuhku, ingin rasanya berdiri dan menghajarnya habis-habisan. Kulihat ia mengepalkan tangan di udara, silau itu kembali mengganggu penglihatanku, namun rasanya persetan dengan dirinya saat ini. Aku mulai berlari ke arahnya, kurasa aku sanggup menghadapinya kali ini, tubuhku terasa terbakar sekarang! Kulihat dalam genggamannya, sebuah cahaya putih besar seakan terkumpul, besarnya bahkan melebihi ukuran dirinya sendiri. Tiba-tiba sekelebatan hitam menuju ke arahku, tepat saat sosok serba putih ini menghantamkan tinjunya kepadaku.
BLLAAAAAAARRRRRRR...
Sebuah benda panjang nan besar menghalau serangan tersebut, terasa hawa di sekitarku mulai memanas dan terdengar suara percikan api. Aku terkejut saat mengetahui siapa sosok yang berhasil mementalkan serangan itu. Terbakar tombak hitamnya yang berapi-api, kobaran merah itu selaras dengan dirinya yang gagah muncul di depanku.
"Yyira!" seruku kala melihat bayangan mawar berhamburan, tangan berukuran besar sedang memegang tombak berapinya, ini persis seperti kemampuan Silbi saat di area jagal.
"Masih terlalu cepat bagimu untuk menghadapi Yang Pertama, bocah setengah dewa," ujarnya sinis seperti meledek pemuda yang sedang melayang tersebut, sebenarnya aku tak tahu apa maksudnya yang pertama?.
"Jadi dia benar-benar setengah dewa?" tanyaku heran.
"Dilihat saja sudah cukup bukan? Carannya melayang? Daya serangnya? Sepertinya kau benar-benar tak pernah belajar sesuatu," balas Yyira yang malah meledekku.
Kulihat kepalan tangan itu kembali ia siapkan di atas sana. Tentu saja ia takkan terima serangannya barusan berhasil dimentahkan begitu saja.
ZRUUUUUOOOOHHHH...
Sekejap mata tombak raksasa berapi-api itu dilesatkan kala menyadari datangnya bahaya dari atas. Terpaksa Si Pemuda Putih ini menghindar dan membatalkan serangan susulannya, sekali lagi ia tak berdaya di hadapan Yyira. Bagaimana bayangan ini bisa melemparkan tombak sebesar itu dengan sangat cepat? Sementara bara api terasa semakin memanas, perlahan kobaran itu membakar habis tombaknya hanya menyisakan megahnya kobaran api bersanding dengan banyak bintang di langit malam.
"Ini agak sulit, kita belum bisa menyimpulkan apa kemampuan musuh? Serangan dadakan hanya akan berakhir sia-sia."
Merinding aku mendengarnya, antara percaya dan tak percaya? Rendah nada suaranya terasa tak asing di telingaku. Sayup-sayup langkah di belakangku berhasil membuatku menolehkan kepala, semakin terkejut aku mendapati siapa sosok berzirah yang sedang menatap ke arahku.
"Perintah Api, pengurungan!" ucapnya.
Ellenia! Gadis ini sembuh total dari luka-lukanya seolah tak pernah terjadi apa-apa, ini gila! Bagaimana bisa ia menghindari kematian di saat-saat sekaratnya? Kulihat sekilas tangannya membentuk simbol-simbol aneh, apa lagi ini? Terlalu banyak hal gila malam ini. Perlahan kobaran api di angkasa itu menjalar ke bawah membentuk kurungan yang menyebar luas, ah! Itu seperti penjara dari api! Sosok pemuda berjubah putih itu terjebak di dalamnya sekarang. Apakah ini termasuk sihir Ellenia? Perlahan puluhan jeruji yang berkobar itu semakin mempererat satu sama lain, membuat ruang sempit dalamnya, membuat pemuda setengah dewa ini tak berkutik.