Langit yang terlihat begitu cerah pada siang hari ini rasanya cocok sekali kalau digunakan untuk menghabiskan waktu dengan keceriaan bersama keluarga, sahabat, atau semacamnya. Nyatanya akhir pekan untuk orang lain memang seperti itu, berbagi canda dan tawa untuk beberapa orang yang ada di sekitarnya. Menghabiskan waktu bersama menikmati makanan yang sudah di sipakan di atas sebuah kain yang menggelar di atas rerumputan taman. Sekali lagi, bersenang-senang.
Sebenarnya, Loulia juga ingin seperti itu. Dia ingin akhir pekannya kali ini juga sama menyenangkannya seperti sebelumnya. Namun sayang, harapan itu harus dia kubur dalam-dalam setelah pertemuannya dengan sang ibu dan ayah tadi pagi.
Loulia merasa akhir pekan ini adalah akhir pekan terburuk yang dia lewati. Tidak ada senyuman sedikitpun yang bisa dia tunjukan.
"Lou, kau ini kenapa?"
Loulia menoleh, menghela nafas dalam saat sorot matanya bertemu dengan seorang wanita yang kini duduk di sampingnya.
"Kay, aku hancur," ucap Loulia begitu saja, pada Kayara yang kini mengernyit bingung. Tidak mengerti maksud perkataan Loulia.
"Loulia, bagaimana aku bisa paham apa yang kau bicarakan sekarang? Aku sama sekali tidak mengerti!" Kayara mendecak.
Bagaimana tidak bingung kalau tiba-tiba Loulia, sahabatnya ini menghubungi di akhir pekan tanpa alasan yang jelas. Membuatnya berakhir duduk di kamar wanita itu dan melupakan rencananya untuk menghabiskan waktu bersama kekasih. Dan setelah sampai, yang didapati hanyalah Loulia yang terus terdiam, lalu tiba-tiba saja berkata seperti itu. Bayangkan betapa bingungnya Kayara sekarang.
Sekali lagi helaan nafas terdengar dari bibir Loulia. Kepalanya sudah ditelungkupkan di atas meja. Bertingkah seolah dia memang tengah benar-benar frustrasi.
"Kenapa harus aku, Kay. Aku hancur banget kalau seperti ini." Loulia berkali-kali membenturkan kepalanya pada meja. Tidak begitu keras, tapi bisa dipastikan rasanya cukup menyakitkan.
"Okay, tidak apa-apa kalau kamu masih belum bisa cerita. Jadi, sebenarnya tujuanmu memanggilku kemari itu apa, bisa kau jelaskan? Tidak mungkin kan kau menyuruhku datang hanya untuk melihatmu menyakiti diri sendiri seperti ini?" tanya Kayara. Berusaha membuat Loulia berhenti membenturkan kepalanya. Bagaimanapun Kayara juga tak tega melihat Loulia seperti itu.
Loulia pada akhirnya kembali mengangkat kepalanya, membuat Kayara sedikitnya bisa bernafas lega.
"Nanti malam kita ke club, ya?"
Kayara membulatkan matanya, terkejut. Loulia ini otaknya bergeser ya karena dibenturkan tadi? Gila, Loulia seperti kehilangan akalnya sekarang.
"Lou, ini kau benar-benar kacau, ya?" tanya Kayara memastikan. Pasalnya, tidak biasanya Loulia mengajak ke tempat seperti itu.
Oke, memang bukan berarti mereka tidak pernah pergi ke tempat semacam itu. Hanya saja, mereka pergi jika sedang ada party, atau memang Kayara yang memaksa Loulia ikut. Bukan Loulia yang mengajak seperti sekarang.
"Iya, kacau. Kacau sekali. Kan aku sudah bilang sejak tadi, aku hancur, Kay." Loulia mengusap wajahnya kasar.
Melihat temannya yang benar-benar terlihat frustrasi, rasanya tidak masalah kalau Kayara menyetujui permintaan Loulia. Toh, dia juga pasti akan menemani, memastikan Loulia aman dan tidak out of control di sana. Dia juga bisa meminta ditemani kekasihnya agar ada yang melindungi mereka.
"Ya sudah, aku bawa Raka, ya? At least, dia bisa jagain kita di sana. Kamu tahu banyak banget buaya di sana." Jelas buaya yang Kayara sebutkan di sini adalah buaya yang berbeda dengan yang ada di kebun binatang. Buaya yang ini lebih berbahaya.
"Iya, Raka juga boleh membawa teman-temannya. Lebih ramai, lebih bagus." Loulia bangkit dari duduknya.
Kayara menatap Loulia dengan dahi yang mengernyit. "Tumben sekali, mau ramai."
Loulia hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban atas pertanyaan Kayara. Kemudian, melangkahkan kaki jenjang itu menuju ke sebuah lemari besar berwarna hitam miliknya.
"Kayara, sekarang kau bantu pilihkan baju yang cocok untuk aku pakai nanti malam," ucap Loulia dengan tangan yang sudah membuka dua pintu lemari miliknya. Mengabaikan ucapan Kayara sebelumnya. "Aku mau yang terlihat seksi," tambah Loulia yang berhasil membuat Kayara kembali membulatkan matanya.
Rasanya, kekacauan Loulia benar-benar tidak bisa tertolong lagi untuk saat ini.
______
Dentuman musik terdengar memenuhi ruangan dengan beberapa orang yang menari di lantai dansa. Tubuh yang meliuk-liuk menikmati setiap irama yang terdengar. Tak jarang ada beberapa orang yang memegang satu botol alkohol di salah satu tangannya sembari menari.
Meski begitu, Loulia bersama Kayara dan juga Raka yang sudah sampai di sana dua puluh menit lalu lebih memilih untuk duduk di tempat yang termasuk ke dalam jejeran VIP. Dengan beberapa botol alkohol yang tersedia di atas meja.
"Lou, kau serius? Ini seperti bukan dirimu sekali." Kayara yang sejak tadi memperhatikan Loulia akhirnya menegur wanita itu.
Raka yang tengah merangkul Kayara—kekasihnya, ikut melihat pada Loulia yang sudah menyesap minuman yang ke sekian kalinya. "Biarkan saja, Sayang. Mungkin memang Loulia sedang membutuhkan pelampiasan saja."
Satu tepukan berhasil mendarat di lengan Raka, tentu sang kekasih yang melakukannya. "Kau tahu sendiri, Loulia itu tidak pernah minum sebanyak ini."
"Sstt, sudah diam saja, Kay. See? Aku belum mabuk, jadi santai aja." Satu tegukan kembali Loulia nikmati dari gelasnya. Sekarang dia mengerti kalau alkohol memang secandu itu di saat seperti ini.
Beberapa waktu setelahnya, Loulia membangkitkan tubuhnya, dengan satu gelas yang masih berisi alkohol di tangannya.
"Mau kemana?" tanya Kayara terlihat panik.
"Menikmati masa mudaku," jawab Loulia bersemangat dan segera melangkahkan kaki menuju lantai dansa. Menari dengan santai hingga sesekali menyesap minuman yang ada di tangannya.
"Raka, haruskah aku mengajak Loulia pulang? Dia itu sudah aneh sekali sejak tadi." Kayara menatap Raka di sampingnya sebelum akhirnya kembali memperhatikan gerak-gerik Loulia yang cukup jauh dari tempatnya. Kekhawatiran jelas terlihat pada Kayara.
"It's okay, Sayang. Lihat? Dia saja terlihat happy. Ini pilihan dia, jadi biarkan saja." Raka mengusak kepala Kayara, dengan satu kecupan di pipinya.
"Is it really okay? Are you sure?" tanya Kayara lagi, berusaha memastikan. Hingga sebuah anggukan yakin dari Raka membuatnya mengurungkan niat untuk menarik Loulia paksa dari sana.
Tak melihat kekhawatiran Kayara yang kini sudah mulai ditenangkan Raka. Loulia justru menikmati musik yang terdengar. Beberapa kali menyibakkan rambutnya bersamaan dengan tubuh yang bergerak.
Namun, saat tengah begitu menikmati musik yang ada, Loulia terkejut dengan seseorang yang kini sudah berada tepat di hadapannya. Seorang pria tinggi dengan kaos putih dan leather jaket berwarna hitam. Loulia memundurkan kepalanya, menatap pria itu heran, cukup bertanya-tanya.
"Dia terus mencoba menyentuh tubuhmu," ucapnya setengah berbisik di telinga Loulia. "Laki-laki di belakangmu," tambahnya.
Mendengar itu Loulia menoleh ke belakang. Benar saja, ada seorang pria yang terlihat berusia tiga puluhan tengah berada tepat di belakangnya. Dan memang berusaha semakin menempel padanya, terlihat pria itu sudah sangat mabuk.
"Pindah ke sini saja, bersama teman-temanku, perempuan. Aman," tawar pria itu sembari menunjuk arah belakangnya.
Loulia tampak terdiam, sebelum akhirnya mengangguk karena sudah merasakan pria di belakangnya mulai menyentuh pundaknya.
Pria di depan Loulia memiringkan tubuhnya, mempersilahkannya untuk melewati dirinya. Lalu, setelahnya menghadap pria yang sebelumnya di belakang Loulia. "Watch your hand, Bro," ucapnya tegas penuh peringatan dan kembali menyusul Loulia untuk bergabung dengan teman-temannya.
"Wow! Kale berhasil?" ucap salah satu perempuan di sana. Menatap Loulia. "Lucky girl, Kale sudah memperhatikan sejak kau datang ke club."
"Ars, cukup. Ngaco."
Mengabaikan pembicaraan dua orang itu, Loulia lebih memilih kembali menari dan menyesap kembali minumannya.
"Sorry, temanku sudah mabuk. Ngaco ngomongnya."
Loulia hanya menganggukan kepalanya. Sudah tidak terlalu fokus, dia juga setengah mabuk.
"Kale, tadi kau bilang mau ajak ke hotel 'kan?"
"Ars, stop it!" Pria bernama Kale itu terlihat sedikit kesal. Memutar bola matanya jengah. Membuat temannya itu akhirnya diam dan kembali menghadap temannya yang lain.
Melihat dan mendengar itu, Loulia bergerak pelahan, melewati dua teman wanita Kale untuk bisa berdiri tepat di samping pria itu.
Loulia sedikit berjinjit, mendekatkan bibirnya pada telinga Kale.
"Kau mau aku? Datang ke club dengan banyak perempuan, aku lihat sepertinya kau itu bisa dikatakan seorang bad boy, ya?" ujar Loulia terang-terangan, sama sekali tidak berbisik.
"Then, bring me heaven. Karena kata orang-orang, pria baik pergi ke surga, kalau bad boy membawakan surga." Loulia kali ini berbisik. Kalimat yang berhasil membuat Kale menoleh dan mantapnya.