Senin terkutuk.
Hari Senin adalah hari yang sangat dibenci oleh Mentari Jingga. Pertama, karena dia harus pergi ke sekolah pagi-pagi sekali untuk mengikuti upacara bendera, tidak seperti hari lainnya di mana dia bisa pergi sedikit terlambat. Kedua, karena guru yang bertugas untuk memeriksa semua siswa dan siswi di sekolahnya, menculik dan membawa mereka semua ke ruang BK jika kedapatan ada yang melanggar aturan sekolah, tidak lain dan tidak bukan adalah guru BK-nya merangkap guru bahasa Indonesia, sekaligus wali kelasnya di kelas 11 IPS 2.
Senja Alexandro.
Cowok itu masih terlihat muda dan menjadi pujaan hati bagi semua kaum hawa di sekolah mereka. Bukan hanya guru-guru, bahkan para siswi di SMA tempat Mentari menimba ilmu itu tergila-gila dan tersihir oleh ketampanannya. Sepertinya di sekolah ini yang tidak terpesona pada ketampanan dan tubuh tegap atletis Senja hanyalah Mentari seorang. Bagi Mentari, Senja adalah makhluk hidup yang ditugaskan untuk mengganggu ketenangan dan kewarasannya.
Ketika Mentari baru menjadi siswi baru di SMA ini, sekitar satu tahun yang lalu, dia mulai mengenal guru BK tersebut. Mentari tentu saja tidak ikut-ikutan dengan siswi lainnya, termasuk kedua sahabat dekatnya sejak SMP yang juga ikut mendaftar ke SMA yang sama dengannya itu, untuk mengagumi dan menjadi fans dari Senja. Entah kenapa, Mentari langsung merasa antipati kepada Senja Alexandro. Cara cowok itu menatap orang-orang di sekitarnya, sikapnya, sudah cukup untuk memberikan bukti kepada Mentari bahwa Senja Alexandro merupakan manusia es yang memiliki sifat arogan tingkat dewa. Menurut Mentari, Senja pasti merasa dirinya lebih tinggi dibandingkan dengan guru-guru lainnya, termasuk kepala sekolah. Apalagi ketika cowok sialan itu menatap para siswa-siswi di sekolah mereka tersebut. Mungkin Senja menganggap para anak didiknya itu sebagai seekor kutu atau semacamnya.
Kecil, menyebalkan dan sangat mengganggu.
Ugh!
Awal pertemuan dan penderitaannya adalah ketika dia tertangkap basah sedang memukuli dua orang siswa dari sekolah lain di gang sepi dekat SMA mereka. Mentari melakukan hal itu tentu saja bukan karena dia senang memukuli orang-orang tanpa alasan. Hal itu dilakukan karena Mentari tidak sengaja mendengar bahwa mereka berdua memalak dan mengancam salah satu teman sekelasnya, hingga yang bersangkutan trauma dan tidak mau masuk ke sekolah. Sebagai orang yang menjunjung tinggi nilai keadilan, suka membela kaum yang lemah dan tertindas sejak Mentari masih TK—pertama karena ajaran kedua orang tuanya, dan yang kedua karena dia sangat menyukai anime Sailor Moon yang selalu menolong orang-orang lemah—Mentari langsung turun tangan. Dia mendatangi tempat yang katanya digunakan dua berandal sekolah lain untuk memalak anak-anak di sekolahnya itu, kemudian menghajar mereka semua.
Mentari itu sangat cantik. Dengan kedua mata bulat sempurnanya, hidung mancungnya, bibir tipis yang kemerahan dan kulit seputih susu, juga tubuh tingga langsing bak model dan rambut hitam sepanjang punggung, semua orang pasti mengira kalau Mentari Jingga adalah sosok cewek yang feminin dan lemah-lembut. Perlu untuk dijaga dan dilindungi. Sayangnya, mereka tidak tahu kalau sifat asli seorang Mentari Jingga adalah... seperti kucing liar yang tidak senang teritorinya diganggu oleh kucing lain.
Dengan kata lain, cewek cantik bak model itu seorang yang tomboy abis!
Saat itu, langit jingga sudah terlihat. Mentari memang sengaja memilih waktu sore hari untuk melaksanakan aksinya itu agar tidak diketahui oleh guru-guru. Dia memancing kedatangan mereka dengan cara mengirimkan surat ke sekolah dua berandalan tersebut, menyuruh keduanya untuk datang menemuinya jika tidak ingin kelakuan mereka dilaporkan ke polisi. Dan, begitu Mentari selesai memberikan pelajaran kepada kedua berandalan tersebut, cewek itu berdiri dengan dada membusung dan wajah serta senyuman bangga. Dia berkacak pinggang, menginjak punggung dari dua berandalan yang mengerang kesakitan dan sudah tak berdaya itu, lantas tertawa dan mengancam keduanya untuk tidak mengganggu anak-anak di sekolahnya lagi. Lalu, ketika Mentari bersiap untuk pulang, dia mematung lantaran di hadapannya sosok Senja Alexandro terlihat. Guru BK itu tersenyum ke arahnya, senyuman yang terlihat tidak wajar dan sangat menakutkan menurut Mentari.
"Mentari Jingga, ke ruang BK besok pagi jam tujuh. Saya nggak akan mentolerir kalau kamu telat. Kalau jam tujuh pagi kamu tidak ada di ruangan BK, saya akan beberkan semua kejadian ini ke kepala sekolah dan ke seluruh siswa-siswi di sekolah."
Besoknya, Mentari mendapatkan setumpuk ceramah dari guru tampan yang dipuja seantero sekolah tersebut dan detik itu juga, Mentari menganggap Senja sebagai musuh bebuyutannya. Orang yang harus dijauhinya seperti jarak bumi ke pluto jika berada di sekolah. Sayangnya, sejak saat itu, Senja Alexandro selalu mengawasinya bak seekor serigala mengawasi kelinci mangsanya. Gerak-gerik Mentari terbatas, dan dia pun kerap dipanggil oleh Senjak ke ruang BK atas semua kelakuannya yang melanggar aturan sekolah. Mentari juga heran, walau dirinya sudah melakukan hal-hal itu dengan sangat hati-hati, tapi Senja selalu berhasil memergokinya. Mau menjelaskan sampai mulut Mentari berbusa pun bahwa tindakannya itu untuk menolong orang-orang yang tertindas, Senja tidak mau menerima dan mengakuinya. Menurut Senja, apa yang dilakukan oleh Mentari salah.
Titik.
"Kamu bengong terus dari tadi sampai-sampai nggak sadar kalau udah sampai di sekolah ya, Nak?"
Pertanyaan dari ayahnya itu membuat Mentari mengerjap dan dia menoleh ke arah ayahnya dan sekolah. Gawat, sejak kapan dia sudah berada di sini? Ugh, mana si manusia menyebalkan itu sudah berdiri di dekat gerbang sekolah. Tapi, untungnya dia sedang berbicara dengan guru lainnya dan tidak menatap ke arahnya. Bagus. Cowok itu tidak boleh sampai tahu kalau dia datang bersama ayahnya. Selama ini, ketika dirinya dipanggil oleh Senja ke ruang BK untuk mendapatkan pencerahan versi Senja, Mentari selalu bersikap sopan dan hormat, selalu menuruti dan mendengarkan Senja, sehingga Senja tidak sampai menghubungi ayahnya. Mentari juga pilih-pilih hari dan waktu jika ingin berbuat onar. Ralat, menumpas para penindas di sekolah dan lingkungannya. Jadi, Senja tidak boleh sampai menyadari kehadiran ayahnya atau tamat riwayatnya. Mentari tidak ingin membuat ayahnya sedih karena kelakuannya.
"Hehe... lagi mikirin ujian dadakan yang mau diadain nanti siang sama guru sejarah, Yah. Mentari lupa belajar soalnya semalam dan gurunya juga ngasih taunya mendadak kemarin. Ya, kalau nggak mendadak, namanya bukan ujian mendadak." Mentari melepas sabuk pengamannya dan mencium punggung tangannya. "Ayah, Mentari sekolah dulu, ya. Sampai nanti."
Ryan Kurniawan mengangguk dan mencium kening anak semata wayangnya itu. "Semangat belajarnya, Sayang."
Turun dari mobil, Mentari melambaikan tangan dan menunggu sampai mobil ayahnya menjauh. Dia kemudian memegang kedua tali ranselnya dengan kuat dan mulai melangkah ke sekolah. Dalam hati, Mentari berkomat-kamit, meminta pada Tuhan agar Dia tidak membuat Senja menyadari kehadirannya.
"Mentari Jingga."
Arrrgh! Mentari ingin berteriak saja saking kesalnya dia dengan nasibnya yang sangat apes. Cewek itu menarik napas panjang dan memamerkan senyuman manisnya. Senyuman yang sanggup membuat cowok-cowok di sekitarnya tersipu malu dan terpesona, tapi tidak dengan setan menyebalkan di hadapannya. Senja Alexandro memasang wajah dan tatapan datar. Lalu, tahu-tahu saja, guru sialan itu sudah menyeringai mengerikan, membuat sekujur tubuh Mentari menggigil dan merinding.
"Dasi kamu ke mana?"
Dasi?! Mentari langsung menunduk dan menepuk jidatnya sendiri dan menggerutu entah apa. Bisa-bisanya dia lupa memakai dasi hari ini?!
Benar-benar hari Senin terkutuk! Dan salah satu penyebab hari Senin Mentari dikutuk adalah karena Senja Alexandro!