Chereads / My Ex Billionaire / Chapter 6 - Murni Pekerjaan

Chapter 6 - Murni Pekerjaan

Hari ini, setelah acara penyambutan kemarin gagal, Nakula meminta semua manajer divisi untuk kembali bertemu. Mereka tentu saja akan memulai membahas apa yang sudah dicapai dan belum oleh perusahaan. Karena Nakula hanya meneruskan saja, dia juga ingin membuat gebrakan yang bisa memajukan perusahaan. Tentunya harus ada pembicaraan dengan masing-masing kepala divisi.

"Kinerja kita selama ini sudah cukup bagus. Tapi saya minta, kalian harus lebih kerja keras lagi. Sudah ada dua purchase order yang menunggu untuk dieksekusi. Ingat, ini projek besar. Nilainya cukup fantastis. Jadi, kerja on time. Tidak ada drama terlambat. Jika harus lembur, lakukan. Perusahaan akan bayar berapa pun yang menjadi hak karyawan."

Nakula memandang satu persatu pimpinan masing-masing divisi yang ada di hadapannya. Semua tampak mencatat poin penting yang Nakula jabarkan. Terutama bagian lembur yang akan dibayar. Semua yang butuh uang tambahan seketika semangat. Demi masa depan yang lebih baik.

"Anda."

Nakula menunjuk ke arah Jane. Gadis yang sedang melingkari poin penting bagian lembur dibayar itu seketika menoleh. Pandangan mereka bertemu. Untung saja saat ini banyak orang lain yang melihat mereka, jadi Jane santai-santai saja menatap Nakula.

"Manajer keuangan yang baru, bukan?" tanya Nakula yang pura-pura tidak tahu.

"Iya Pak. Bagaimana?" tanya Jane dengan pandangan biasa saja. Dia sudah siap jika Nakula akan mempermalukan dia kembali seperti saat mereka bertemu.

"Kau jangan terlalu lama pelajari data perusahaan. Mulai besok, buat laporan harian dan serahkan padaku setiap jam sepuluh pagi. Harus anda sendiri yang menyerahkan."

Nakula berkata begitu tegas. Tidak ada yang berani membantah titah sang atasan.

"Keuangan itu sangat penting untuk diketahui. Sehat atau tidak jangan sampai kita kecolongan kembali."

Setelah beberapa saat diam, Jane memberanikan diri membuka mulutnya.

"Bagaimana kalau saya ada meeting atau justru anda yang tidak di tempat, Pak?" tanya Jane akhirnya.

"Ya berikan sebelum meeting. Kau di sini juga masih dalam pengawasan. Termasuk kalian semua. Jadi jika ada yang akan memberikan laporan. Sampaikan langsung kepada saya, bukan meminta anak buah melakukannya."

"Baik Pak saya mengerti," sahut Jane akhirnya.

Padahal dalam hati Jane tahu kalau Nakula hanya cari cara agar mereka bertemu. Sudah pasti dengan hal itu. Apa lagi tatapan pria itu yang begitu beda menatapnya.

"Baiklah karena kalian semua sudah mengerti, saya minta anda-anda keluar dahulu. Kecuali Ibu Jane. Ada rancangan anggaran yang perlu kita bicarakan."

Para manajer satu persatu keluar. Kecuali Jane tentu saja. Gadis itu menatap ke arah Nakula dengan sedikit galak. Bisa-bisanya dia ditahan kembali dalam ruangan ini berdua saja. Nakula terkadang tidak waras.

"Jane, kau lihat PO ini."

Nakula menyodorkan selembar kertas kepada Jane. Ternyata benar Nakula akan membahas pekerjaan, dugaan Jane sudah cukup keliru tadi.

"Ada yang bisa dibantu Pak?" tanya Jane dengan tetap professional.

"Kau bandingan dengan Quotation ini."

Nakula kembali menyodorkan satu lembar kertas kembali.

Jane membandingkan keduanya, tampak sedikit berbeda dari harga dan jumlah instalasi jaringan yang diajukan.

"Harganya masih masuk, tidak?"

"Hah?"

Jane melonjak terkejut. Bisa-bisanya Nakula menanyakan hal semacam ini padanya. Ya mana Jane tahu juga. Di hadapannya saja tidak ada rincian harga pokok yang bisa dia hitung.

"Anda sedang bergurau Pak?" ucap Jane sambil geleng-geleng kepala.

"Apa yang salah. Kau tinggal mencari tahu, bukan? Ini kau kuberikan laptop."

Dengan waktu beberapa detik saja, sudah muncul laptop milik Jane di ruangan meeting ini. Dia bisa membuka file yang berisi harga pokok suatu barang, dan harga jasa instalasinya. Yang mana mereka harus hitung pajaknya juga.

"Masih masuk untuk bahan pokoknya. Hanya saja marginnya berkurang sepuluh persen. Untungya jasa instalasi jaringan tidak."

Nakula mengangguk-anggukan kepala. Dia merasa yakin dengan perhitungan Jane. Jadi mungkin tidak akan menghitung lagi nantinya.

"Jadi menurutmu ACC saja ini?" tanya Nakula kemudian.

Jane memutar bola matanya malas. Masih banyak tim yang lebih paham dibandingkan Jane, untuk apa Nakula justru mencari tahu lewatnya. Jelas-jelas ini bukanlah ranah Jane."

"Anda sebaiknya minta bantuan Pak Anta, atau mungkin Pak Julio. Beliau-beliau lebih paham dibandingkan saya loh."

Jane akhirnya bersuara. Mana bisa dia menentukan apa harus ACC sebuah order atau tidak. Dia rasa otak Nakula telah membeku di tanah para Dewa.

"Kau kan bagian keuangan, tentu saja saya meminta pendapat kepada kau. Memangnya tidak bisa sekali ya memberikan tanggapan kepadaku, heh?" ucap Nakula sambil mendekati ke arah Jane.

"Ya maaf Pak. Saya kan hanya memberi saran. Sebaiknya meminta pendapat kepada yang lebih ahli."

"Tapi kau kan bagian keuangan. Seharusnya kau akan lebih paham terkait keuangan kita nanti. Apa projek ini cukup untuk menghidupi seluruh karyawan atau tidak?"

Mata Jane membulat, benar juga apa yang dikatakan Nakula. Jane mengambil kembali purchase order yang ditunjukan Nakula tadi. Nilainya tidak terlalu buruk. Instalasi jaringan rumah sakit baru memang butuh biaya yang besar, wajar mereka menawarnya. Apa lagi ini milik pemerintah.

"Pak maaf, ini semua tidak ada praktek KKN bukan?"

"KKN?" tanya Nakula heran.

"Iya. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme."

Nakula tersenyum. Ternyata itu yang dimaksud Jane. Ternyata mantan kekasihnya ini begitu update dengan istilah yang ada di Indonesia juga.

"Ah kau tahu istilah seperti itu rupanya."

"Tentu saja. Saya update Pak. Lagi pula, itu juga istilah lama."

Nakula menganggukan kepala. Benar sekali dengan yang Jane katakan. Dia saja yang lupa. Mungkin karena ada dua tipe juga, yang mana artinya juga sama dengan Kuliah Kerja Nyata yang lebih sering dipakai para mahasiswa.

"Ah iya kau benar sekali Jane. Tidak perlu khawatir. Teman saya, Rain Omar sudah mengawasi projek ini, tentunya tidak aka nada praktek KKN di perusahaan kita. Terhadap pemerintah sekalipun. Aku tidak suka hal itu."

"Baguslah Pak. Saya harap perusahaan ini akan jauh lebih maju dibanding yang sebelumnya."

"Ya tentu saja pasti," ucap Nakula percaya diri.

"Kalau begitu, apa ada lagi yang bisa saya lakukan Pak?" tanya Jane.

Dia tentu saja sudah gerah dengan cara berduaan seperti ini. Meski pun murni hal pekerjaan yang mereka bahas.

"Ya kau boleh kembali. Ingat kata-kataku tadi. Lakukan laporan keuangan pukul sepuluh pagi."

Nakula kembali menekankan pekerjaan Jane yang wajib absen menemuinya. Terlihat sekali raut tidak rela dalam diri Jane.

"Hanya saya saja ya Pak? Yang lain tidak diminta laporan terkait divisinya?" tanya Jane yang tentu saja tidak terima.

"Yang lain untuk apa? Kan aku minta kau, agar terkontrol masalah keuangannya. Kau keberatan dengan tugas yang diberikan kepadamu?"

Nakula berjalan mendekat ke arah Nakula. Hingga wajah mereka saling hadap. Begitu dekat. Seperti biasa, karena merasa sudah hafal, Jane memilih langsung pamit pergi.

"Em. Saya duluan Pak. Permisi!"

***