Nakula menatap sekali lagi mayat yang terbujur kaku di depannya. Ingin sekali dia berteriak tepat di telinga Tuan Peter.
"Bangunlah dan tuntun anakmu untuk pulang ke Amerika."
Mendesah berkali-kali pun rasanya sangat sulit dilakukan Nakula. Hal yang baginya percuma untuk saat ini.
Memang benar, dia tidak boleh egois. Kepentingan orang lain juga bisa dia pikirkan. Tapi seharusnya tidak untuk saat ini.
Jane mungkin akan mengijinkan. Tapi hati perempuan yang begitu lembut itu, sudah pasti kecewa. Terlebih, Nakula sudah berjanji untuk tidak banyak ikut campur.
"Anda sepertinya begitu resah Tuan Nakula."
Damir yang sudah diberi bekal untuk menangani Nakula, memberanikan diri untuk bertanya. Terlebih rasa kasihan yang teramat sangat kala menatap Nakula yang begitu kebingungan.
"Ya benar. Kau tidak tahu kalau keluarga Tuan Peter akan ke sini?" ucap Nakula yang begitu mendapat pertanyaan seperti ini. Jiwa curhatnya keluar begitu saja.