Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Penyesalan Pernikahan Kontrak

🇮🇩ANISARIYANI
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8k
Views
Synopsis
Pernikahan kontrak antara Sherina dan Syahir terjadi karena kesalahpahaman yang sangat besar. Sherina dituduh telah melenyapkan adik perempuan Syahir yang bernama Alma, Alma dan Syahir adalah anak dari Zayyan Hamdan dan Rayyana Halim Hamdan. Mertuanya bahkan sangat membenci dirinya. Namun, pada saat semuanya terungkap dengan jelas siapa pelaku pembunuhan Alma membuat Syahir serta keluarganya merasa malu. Mereka sangat menyesal atas perbuatannya dengan membenci dan menyakiti hati gadis muda yang tulus serta tidak bersalah. Mereka bahkan baru menyadari kehamilan menantunya setelah Sherina pergi dari rumah keluarga besar Hamdan. Mampukah Hamdan dan keluarganya menemukan kembali Sherina? Atau, justru mereka akan kehilangan menantunya untuk selamanya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 15 Rencana Assen

Assen tersenyum ketika sahabatnya datang, sahabat Assen kali ini sangat berbeda. Dia memakai jubah hitam dan penutup kepala, agar orang lain tidak mengenalnya. Pria itu melemparkan senyuman hangat pada Assen dan begitu pula sebaliknya. Assen mempersilahkan sahabat baiknya untuk duduk, lalu mereka mengobrol bersama ditengah keramaian Restoran.

Pria berjubah hitam itu menatap sekelilingnya dan menghela nafas panjang.

"Ada apa kau memanggilku untuk datang ke tempat yang ramai seperti ini?"

Pria berjubah hitam itu bertanya pada Assen dengan nada kesal.

"Aku ingin meminta bantuan darimu,"

Assen membalas pertanyaan yang diajukan padanya dengan cepat.

"Katakan saja padaku bantuan apa itu?"

Pria berjubah hitam itu kembali bertanya dengan nada cepat.

"Membunuh Syahir,"

Assen membalas pertanyaan dari pria berjubah hitam itu dengan senyuman sinis.

"Apa balasan untukku jika keinginan dirimu berhasil?" tanya pria berjubah hitam.

"Aku akan memberikan dirimu Mansion mewah, mobil mewah, dan lainnya," balas Assen.

Assen terdiam sejenak dan tersenyum menyeringai.

"Aku hanya memainkan sandiwara saja agar Alvaro percaya padaku. Diriku tidak benar-benar serius untuk memberikan hadiah jika dia berhasil," batin Assen.

Pria berjubah hitam itu diam-diam tersenyum menyeringai.

"Dasar pengkhianat," batin pria berjubah hitam.

Assen tersadar dan menatap pria berjubah hitam dihadapannya.

"Ouh ya. Kau mau minum dan makan apa?" tanya Assen.

"Tidak. Aku tidak suka keramaian sebaiknya diriku pulang saja karena harus mempersiapkan segalanya," balas pria berjubah hitam.

Pria berjubah hitam pun pergi meninggalkan Assen.

Hahaha

Assen tertawa keras membuat pengunjung lainnya bergidik ketakutan.

"Kau bodoh, Alvaro. Bodoh!" umpat Assen.

Assen pun menghabiskan minuman miliknya lalu memutuskan untuk membayarnya.

Di sisi lain...

Sherina sedang menjemur pakaian setelah selesai dia langsung pergi ke dapur untuk mencuci tangan.

"Akhirnya selesai juga," ujar Sherina.

Sherina pun memutuskan untuk berwudhu dulu sebelum tidur lalu kembali ke kamar.

***

~ Kamar ~

Syahir tampak tidak bisa tidur, sejak tadi dia hanya berguling saja. Syahir mulai kesal dan mengambil ponselnya.

"Pukul 10 malam," ujar Syahir.

Syahir menatap pintu kamar yang dia kunci.

"Aku jadi tidak tega menyuruhnya tidur diluar kamar," ujar Syahir.

Syahir menghela nafas panjang dan membuka pintu kamar, setelah selesai Syahir pun kembali berbaring di tempat tidur sambil memainkan ponsel. Syahir mulai bosan dengan ponselnya dan kembali memejamkan matanya lalu terlelap dengan nyaman.

Beberapa menit kemudian, Sherina datang dan langsung menutup pintu kamarnya.

"Sebaiknya aku tidur di sofa saja. Mas Syahir masih membenciku," ujar Sherina.

Sherina pun mengambil bantal dan meletakkannya di sofa lalu dia pun ikut terlelap.

Terkadang masalah yang kita hadapi membuat kita sulit untuk mencari jalan keluarnya, tapi percayalah dibalik sebuah kesulitan pasti akan ada kemudahan.

Di sisi lain...

Pria yang tadi bersama Assen kini sedang mengendarai mobil miliknya sambil terus fokus pada jalanan yang gelap dihadapannya. Tak lama kemudian ponselnya berdering dia langsung mengangkatnya.

"Ada apa kau meneleponku?"

"Alvaro, aku punya tugas untukmu. Tugasnya sangat menguntungkan dirimu,"

"Tugas apa itu?"

"Membunuh Mayra Almeira, putri dari Ervan Zayyanka dan Ameera Sherafina,"

"Baiklah. Berikan saja alamatnya padaku,"

"Baiklah akan aku kirimkan alamatnya,"

Alvaro meletakkan kembali ponselnya di tempat duduk sebelahnya.

"Aku tidak bisa membunuh orang sembarangan tanpa tahu asal dan usulnya," ujar Alvaro.

Alvaro pun melanjutkan perjalanan menuju Mansion mewah serta megah miliknya.

Sesampainya di Mansion...

Alvaro langsung masuk ke dalam Mansion, dia menatap jam tangan mewah miliknya setelah sampai di dalam Mansion.

"Pukul dua belas malam. Ternyata sudah larut malam," ujar Alvaro.

Alvaro pun berlari menaiki anak tangga dan beberapa menit kemudian sampai di kamarnya.

"Akhirnya sampai juga," ujar Alvaro.

Alvaro merebahkan tubuhnya yang kaku di tempat tidur.

"Sebaiknya aku mandi dulu," ujar Alvaro.

Alvaro melemparkan pakaiannya ke tempat pakaian kotor lalu memasuki kamar kecil yang berfungsi untuk mandi.

Beberapa menit kemudian...

Alvaro keluar dengan balutan handuk lembut berwarna biru, yang hanya menutupi bagian bawah miliknya.

"Kini saatnya aku tidur," ujar Alvian.

Dia telah memakai pakaian tidur mahal.

"Selamat malam dunia," ujar Alvaro.

Alvaro pun menarik selimut dan mulai terlelap.

Alvaro Rafa Febriansyah, pria berusia 27 tahun. Seorang CEO muda Alfa Groups, Perusahaan besar yang bergerak di bidang fashion dan kuliner. Dikenal sebagai sosok yang tenang, tegas, dan berwibawa Alvaro juga dikenal sebagai pria yang sangat misterius dan tidak tersentuh.

Alvaro merupakan putra dari Aldrickh Febriansyah dan Elvira Melisa Febriansyah.

***

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua malam, Syahir terbangun karena rasa haus yang membara.

"Aku lupa mengambil air minum," ujar Syahir.

Syahir pun berjalan menuju pintu keluar dan menatap Sherina sejenak.

"Kenapa dia tidur di Sofa?" tanya Syahir.

Syahir menghela nafas panjang.

"Ah sudahlah," lanjutnya.

Syahir pun membuka pintu kamar lalu pergi dan tidak lupa menutupnya kembali.

Sesampainya di dapur...

Syahir menuangkan air lalu meminumnya.

"Dapur ini bersih sekali aku menyukai kebersihan," ujar Syahir.

Syahir pun memutuskan untuk kembali ke kamar.

Setelah sampai di dalam kamar, Syahir mengunci pintu kamarnya kembali.

Syahir menatap ke arah Sherina yang tidur dengan posisi yang sama sejak tadi.

"Aku pindahkan saja ke tempat tidur," ujar Syahir.

Syahir pun mendekati Sherina.

"Kamu ini sangat menyusahkan sekali!" umpat Syahir.

"Kalau tidak biasa tidur di sofa jangan mencobanya," lanjutnya.

Syahir pun menggendong tubuh Sherina, dirinya sangat aneh karena istrinya tidak berat dan kurus.

Syahir membaringkan tubuh mungil istrinya dan menyelimutinya.

"Sebaiknya aku lanjut tidur saja," ujar Syahir.

Syahir pun kembali membaringkan tubuhnya dan terlelap.

Baru beberapa menit terlelap Syahir kembali membuka matanya, dia menatap Sherina dalam-dalam.

"Ada apa dengan diriku? Kenapa aku selalu ingin menatapnya?" tanya Syahir pelan.

"Ingatlah Syahir, kamu tidak boleh sampai memiliki rasa cinta pada gadis dihadapan kamu. Dia pembunuh Alma adikmu," lanjutnya.

Syahir pun memalingkan wajahnya dari wajah cantik Sherina.

Tak lama kemudian ponsel Syahir berdering dan dia langsung mengangkatnya.

"Halo, Grey."

"Selamat malam. Syahir," ujar Greyson.

"Malam," ujar Syahir.

"Ada apa kau meneleponku?" tanya Syahir.

"Aku hanya ingin memberitahu kamu mengenai rencana liburan ke New York," balas Greyson.

"Ada apa? Apakah dibatalkan?" tanya Syahir.

"Tentu saja tidak. Namun jadwalnya diubah," balas Greyson.

"Baiklah. Jadi kapan bisa berangkat?" tanya Syahir.

"Besok malam," balas Greyson.

Syahir diam sejenak dan memikirkan bagaimana mempersiapkan semuanya.

"Baiklah, Grey. Besok pagi aku akan mempersiapkan semuanya," ujar Syahir.

"Baiklah, Syahir. Maap mengganggu dirimu malam-malam," ujar Greyson.

"Tidak masalah dan terimakasih atas pemberitahuannya," ujar Syahir.

"Sama-sama," ujar Greyson.

Panggilan pun terputus secara sepihak.

Syahir meletakkan ponselnya di meja dan memijat keningnya.

"Sebaiknya aku bicarakan ini pada Sherina," ujar Syahir.

Tanpa sadar Syahir pun terlelap.