Chereads / Bertahan Karena Cinta / Chapter 7 - Marah

Chapter 7 - Marah

"Kenapa Sayyida tidak mengangkat telepon ku?" tanya seorang suami bernama Afwan.

Afwan mencoba beberapa kali untuk menelpon Sayida namun, hasilnya tetap saja sama, tak ada jawaban. Kali ini dia menelpon Vika karyawan restoran yang cukup dekat dengan istrinya.

"Halo, Vika?" Sapa Afwan mencoba tenang.

"Halo, Kak Afwan. Iya ada apa kak?"

"Aku mau tanya, Apa Sayida ada di restoran?" tanya Afwan cepat tanpa basa basi.

"Hm, nggak ada tuh Kak. Kak Sayida dari tadi pagi belum ada kabar. Memangnya kenapa kak?"

"Enggak apa-apa Kak. Makasih ya, Vika. Kakak tutup teleponnya."

Afwan menutup sambungan telepon dan kini sibuk mondar-mandir di depan mobilnya. Siapa lagi yang harus dia hubungi.

"Sayang, sebenarnya kamu di mana?"

Tring!

Bunyi notifikasi Sebuah pesan WhatsApp masuk ke ponselnya. Afwan segera mengecek dan melihat nomor baru baru saja mengiriminya beberapa gambar. Afwan yang penasaran langsung membuka pesan dari nomor itu.

Seketika matanya membulat sempurna seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Foto istrinya bersama dengan Arif, mantan kekasih Sayyida dan masih sangat mencintai Sayyida.

"Kalian .... " Ponsel Afwan di genggam erat seakan ingin menghancurkannya.

Dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih sekarang. Jiwa emosionalnya semakin meningkat dengan raut wajah yang merah padam.

Namun, perhatian Afwan teralihkan ketika sebuah panggilan masuk membuat Afwan melihat ponselnya.

"Halo Bos? Sekarang Bos ada di mana?" Itu adalah panggilan dari Rio. "Halo Bos, kok hanya diam saja?"

"Rio, secepatnya aku ingin kau mengambil alih tugas ini. Ada urusan yang lebih penting yang harus aku selesaikan!"

Tut!

Panggilan itu langsung di matikan sepihak oleh Afwan. Rio yang berada di sebrang sana sampai terheran-heran dengan kelakuan aneh Afwan.

"Entah masalah apa yang terjadi padamu kali ini Afwan. Semoga kau bisa mengurusnya dengan baik." Helaaan napas Rio. Sebelum bersiap-siap untuk pergi keluar kota mengambil alih pekerjaan Bosnya.

Sayida kini berada di ruang perawatan. Gadis itu tengah di periksa oleh dokter bernama Arum sejak 10 menit yang lalu. Sementara itu sosok Arif sedang menunggu di luar ruangan dengan meremas kedua tangannya.

Tak lama pintu ruangan Sayyida terbuka. Dan sosok Dokter Arum kuat dari sana.

"Dok bagaimana keadaan teman saya. Dia baik-baik saja kan?" tanya Arif dengan cepat.

"Anda tenanglah. Saya ingin bertanya, di mana ayah dari janin yang sedang di kandung gadis di dalam itu? Saya ingin memberitahu kan kabar baik." Dokter itu tersenyum dengan cerah. Berbanding terbalik dengan ekspresi wajah Arif yang panik bukan main.

"Janin? Ma-maksud dokter Sayyida sedang mengandung Dok?" tanya Arif terbata-bata.

"Ya, benar. Gadis itu sudah mengandung sekitar 8 Minggu dan dia sedang mengandung bayi kembar."

Mata Arif semakin melotot setelah mendengarnya.

"O-oh, b-begitu Dok. Suaminya sedang dalam perjalanan bisnis luar kota. Tapi saya akan memberitahukan kabar baik ini padanya."

"Baguslah, kalau begitu saya permisi." Dokter Arum tersenyum lagi lalu pergi dari hadapan Arif.

Arif mengusap wajahnya kasar dan dia menarik napas yang panjang sebelum masuk ke dalam ruanga Sayida.

"Arif?" Sapa Sayida ketika laki-laki itu nampak di depan matanya.

"Iya?" Arif mencoba tersenyum. "Bagiamana keadaanmu?"

"Alhamdulillah ... kami baik kok." Senyum Sayida tak pernah luntur dari wajah manisnya. Dia terus saja mengelus perutnya dengan lembut penuh kasih sayang.

"Selamat ya untuk kalian. Afwan pasti sangat senang jika mendengar kabar baik ini."

Sayida menganggauk dengan ucapan Arif. "Aku akan memberitahuka berita bahagia ini sekarang padanya agar ...."

"Jangan!" Sayida langsung memotong ucapan Arif dengan cepat. "Aku mohon jangan beritahu dia dulu. Aku yang akan memberitahukan dia setelah dia sampai dari perjalanan bisnisnya. Kamu bisa kan janji padaku?" Pinta Sayyida dengan memohon.

Arif menghela napas kembali dan dia mengangguk setuju. "Baiklah jika itu maumu."

"Hahahah ..." Sayida tertawa bahagia dengan perkataan Arif. "Kamu tahu, Arif, Aku tidak menyangka secepat ini aku akan menjadi sosok ibu. Aku sangat bahagia."

"Ini hadiah terindah dari Allah," sambung Sayyida sambil menyeka air mata di sudut matanya.

"Iya, Allah percayakan dua malaikat kecil pada Kalian. Jaga mereka dengan baik, Sayida," Ucap Arif.

"Pasti. Karena aku adalah ibu mereka. Ibu dari anak-anak aku dan Afwan."

Malam itu Sayyida telah pulang ke rumahnya di antar oleh Arif. Mereka baru saja tiba di depan gerbang rumah Sayyida dan Afwan.

"Sayyida pakaian jacket dan payung ini. Di luar hujannya sangat deras." Arif memberikan jacket miliknya dan juga payung untuk Sayida.

Sayyida mengambilnya dan tersenyum. "Terima kasih Arif. Kamu cepatlah pulang, Eno pasti sudah menunggumu." Kata Sayyida.

"Iya, tolong hati-hati ya. Kalau terjadi sesuatu kabari aku secepatnya." Pinta Arif merasa khawatir jika terjadi sesuatu pada Sayyida dan janinnya.

"Siap. Aku duluan ya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Sayida turun dari mobil setelah memakai jacket dan melebarkan payungnya. Dia berjalan melewati pagar dan kembali berbalik ke arah mobil Arif untuk melihat terakhir kali mobil itu pergi.

Setalah di pastikan Arif telah pergi, Sayida kembali berbalik dan berjalan pelan-pelan menuju rumahnya. Belum cukup sampai setengah jalan ponselnya berbunyi membuatnya berhenti sejenak untuk mengangkat panggilan itu.

"Halo, Assalamualaikum." Salamnya tanpa melihat nama di penelpon.

"Waalaikumsalam. Ini aku Sayyida," ucap orang itu.

Sayyida mengerutkan keningnya dan menurunkan ponselnya untuk melihat nama si penelpon. Ternyata dia, pantas saja suaranya sangat familiar.

"Ya Allah, ternyata ini kamu Alan? Maaf maaf aku gak sempat lihat nama, hehehe...."

"Nggak apa-apa. Sekarang aku ada di Indonesia. Tadi pagi aku sampai dan belum sempat kabari kamu," ucap Alan.

"Iya, nggak apa-apa Alan. Alhamdulillah kalau kamu sudah sampai deh. Eh, nanti kamu telfon lagi ya. Aku belum sampai rumah nih," kata Sayyida terkekeh kecil.

"Okedeh, nanti kalau kamu kangen, ke rumah aku yang dulu ya. Aku ada di sini kok nungguin kamu. Hahaha ...." Alan sepupu Sayyida mulai bercanda lagi seperti sifatnya yang asli.

"Iya iya ... Aku tutup ya, Assalamualaikum!" Sayyida menutup telepon setelah mendengar Alan menjawab salamnya.

Kini Sayyida kembali melangkah menuju rumahnya. Kini dia sudah sampai di teras rumah. Inara menyimpan payung lebih dulu. Lalu dia melihat ke sekelilingnya untuk melihat keadaan sekitar.

"Loh, kok aku baru sadar ya? Itukan mobil Mas?" Herannya ketika melihat mobil suaminya yang terparkir di bagasi mobil.

Karena penasaran, Sayyida langsung masuk ke dalam rumah dan benar saja rumah itu terbuka pertanda ada orang di dalam.

"Assalamualaikum? Mas?" teriak Sayyida memanggil suaminya.

Merasa tak ada sahutan. Sayyida lalu dalam masuk ke rumah. Tidak menemukan Afwan di lantai bawah, Sayyida pun naik ke lantai atas menuju kamar mereka.

"Ya Allah Mas, ternyata kamu di sini?"

Dan benar, di sana ada Keen yang sedang duduk di bibir kasur sambil menghadap nya. Sayyida menghampiri Afwan dengan rasa senang luar biasa mengetahui suaminya ada di rumah bersamanya.

"Mas gak jadi ke luar kota ya?" Memegang wajah Afwan dengan tangannya. "Kok, Mas hanya diam saja? Ada apa?" Sayyida langsung merasa khawatir karena ekspresi wajah Afwan yang sejak tadi datar dengan tatapan matanya yang menusuk.

"Kamu tanya ada apa? Bagus! Dasar perempuan gak tau diri!"

Tubuh Sayyida langsung jatuh menubruk lantai kala Afwan mendorong tubuh kecil istrinya dengan kasar setelah berteriak murka meluapkan emosi yang sedari tadi dia tahan.

"Mas ...."