Chereads / Delete09 / Chapter 21 - 21. Anak Panah Iblis

Chapter 21 - 21. Anak Panah Iblis

Myujin mendengus untuk kesekian kalinya. Sudah lebih dari 2 tahun lalu ia terbebas dari tempat dan tugas gila ini. Tapi sekarang ia harus kembali mengubur tumpukan badan yang sudah tidak berantakan.

"Jika melawan, bisa saja tubuhmu menjadi salah satu yang akan ku kubur."

Myujin menoleh cepat ke arah sumber suara tersebut. Nampak Frank yang tengah tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit. Ia merangkul bahu pria yang ada di sampingnya tersebut.

"Bagaimana? Kau rindu pekerjaan ini?" tanya Frank.

Myujin mendecih pelan. "Lebih tepatnya aku merasa muak dengan pekerjaan ini."

"Haha, baguslah!" Frank menepuk bahu Myujin cukup keras. "Kalau begitu kita harus segera menyelesaikan ini agar kau tidak muak."

Baru saja Frank hendak menarik mayat yang ada di dekat lubang, Myujin langsung mencekal pergelangan tangannya dengan keras. Mau tidak mau ia berbalik menatap rekan lamanya tersebut. Frank melepas helmnya, lalu menatap Myujin dengan bingung.

"Ada apa, kawan?" tanya Frank.

Bukannya mendapat jawaban, Frank malah dihadapkan oleh pertanyaan lagi.

"Bagaimana kau tahu kalau ini aku?"

Frank menunjuk ke arah helm yang dikenakan oleh Myujin. "Itu desain tahun lalu. Ambil helm baru di gudang."

Myujin langsung berlari secepat mungkin sebelum banyak yang melihatnya. Begitu tiba di gudang, ia menghela napas lega. Banyak sekali helm yang serupa dengan petugas lainnya. Ia melepas benda yang melekat di kepalanya itu. Lalu ia mengibaskan rambutnya ke kanan dan kiri.

Cukup lama ia memandangi sekitar, hingga suara berisik dari luar membuatnya dengan cepat memakai helm yang baru. Ia segera berlari untuk melihat kondisi di luar sana. Rupanya ada seorang tentara yang datang dan menyiram mayat-mayat itu dengan minyak tanah.

"Menjauh sebelum kalian juga ku siram dengan minyak!" teriak tentara itu sembari mengangkat jerigen minyaknya tinggi-tinggi.

Semua tentara menjauh, kecuali Frank. Ia masih bersikeras menodongkan sekopnya pada tentara gila tersebut. Myujin bergegas menghampiri keramaian tersebut. Langkahnya semakin dipercepat, apalagi saat tentara itu dengan berani mengarahkan jerigen bensin ke arah Frank.

Dor!

Tanpa rasa takut Myujin menembak tentara itu tepat di kepalanya. Semua menoleh cepat ke arahnya dengan wajah terkejut. Sementara Frank kembali menggali tanah. Ia menempelkan telunjuk ke bibirnya, mengisyaratkan semua orang agar diam.

"Hah, kau ceroboh sekali."

Myujin menggaruk kepalanya sembari tertawa kaku. "Dorongan alam."

Frank mengernyitkan dahinya. "Kau bisa saja diadukan pada Ben."

"Ya ...," gumam Myujin pelan. "kau benar."

Frank menunduk, lalu mengambil sekop yang tergeletak di tanah. Ia menyodorkan benda itu pada Myujin. Tentara di sekeliling sudah kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Nampaknya kejadian itu sudah tidak mengejutkan lagi di mata mereka.

"5 menit lagi Ben datang." Frank mengembuskan napasnya pelan. Nampaknya ia masih sama seperti 4 tahun lalu. Membenci Ben.

Myujin menarik tubuh tentara yang tewas itu ke dekatnya. Lalu ia menggali secepat mungkin agar tentara itu bisa dikubur sebelum Ben datang. Berkat bantuan Frank, lubang sedalam dua meter itu berhasil digali dalam waktu 3 menit. Myujin mendorong mayat itu masuk ke sana.

Tepat setelah lubang ditutup, Ben dan dua orang kepercayaannya datang dengan gagah. Seperti biasa, suara tembakan ke udara langsung menghiasi kedatangannya. Myujin menoleh ke arah Frank, sekilas ia bisa melihat tubuh pria itu bergetar.

"Jangan takut, beberapa jam lalu dia dipukul istriku."

Frank membulatkan kedua matanya. "Kau serius?"

Myujin mengangguk cepat. "Dia hanyalah manusia biasa, Frank."

Frank terkekeh pelan. Mereka harus berbincang dengan sedikit berbisik agar tidak menarik perhatian Ben. Bisa-bisa mereka dimasukkan ke ruang radar dingin.

"Jadi kita bisa memukul dia?" tanya Frank.

Myujin mengangguk lagi. "Kita bahkan bisa membunuh dia."

Frank tersenyum miring dibalik helmnya. Ia nampak puas mendengar jawaban pria yang berdiri di dekatnya tersebut. Lalu ia menancapkan sekopnya ke tanah sembari berbalik hingga berhadapan dengan Myujin.

"Jadi kapan kita bisa membunuhnya?"

~~~

Satu hari berlalu, tapi Leffander masih terus dihubungi oleh warga sekitar. Ia mengacak rambut dengan frustasi. Lalu dari arah belakang, Joyi melemparnya dengan kunci mobil. Pria itu cukup terkejut dan langsung berbalik.

"Jika aku terluka, mungkin kau yang harus mengurus pemanah gila itu!" kata Leffander dengan ketus.

Joyi mendecih pelan. "Lagipula luka yang akan kau dapat hanya benjolan kecil di kepala. Tidak akan memengaruhi kinerjamu."

"Justru kepala yang paling penting dalam bekerja, Deputi!" ujar Leffander yang merasa tidak terima.

Pria itu dengan kesal mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di lantai. Lalu ia berjalan cepat keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Joyi yang masih berdiri sembari bertumpu pada lemari besar. Setelah punggung Leffander menghilang dari pintu, barulah wanita itu bergerak mengikutinya.

Sheriff tampan itu nampak sudah masuk ke dalam mobil Explorer Police Interceptor Utility, satu-satunya aset terbaik yang disediakan untuk Leffander. Joyi sendiri belum pernah naik ke mobil itu, apalagi mengemudikannya. Leffander melambaikan tangannya dari dalam mobil. Ia mengisyaratkan agar rekan kerjanya itu segera masuk.

"Aku akan pergi dalam hitungan ke sepuluh!" teriak Leffander.

Joyi berlari dengan langkah seribu dan langsung masuk ke dalam mobil. Ia lebih memilih duduk di belakang daripada harus berada di samping sheriff angkuh tersebut. Ia tidak mengindahkan ucapan Leffander yang terus menyuruhnya untuk pindah ke depan.

"Pindah ke depan!" titah Leffander.

Joyi menggeleng sembari menyandarkan kepalanya. "Jalan saja sebelum lebih banyak laporan yang masuk ke rumah Fornard."

Akhirnya pria itu mengalah. Ia langsung mengemudikan mobil itu keluar dari kawasan OC Sheriff's Departement. Selama di perjalanan, Leffander terus melihat banyak sekali poster yang menempel secara berantakan. Lalu di sekitar jalan juga berserakan selebaran yang sudah kotor karena terinjak-injak. Sheriff itu menepikan mobilnya, lalu keluar dari mobil untuk melihat kondisi sekitarnya. Sementara Joyi masih tetap berada di dalam mobil, namun ia membuka kacanya.

"Ada apa, Sheriff?" tanya Joyi.

Leffander berjongkok, lalu mengambil selebaran yang ada di dekat kakinya. "Kau tahu orang ini?"

Joyi mengernyitkan dahinya. "Oh, itu pemanah gila, 'kan? Kau tidak tahu?"

Leffander meremas kertas yang ada digenggamannya. Lalu ia bergegas masuk ke dalam mobil. Tidak seperti sebelumnya, ia mengemudikan mobil itu seperti orang kesurupan. Ia teringat kembali dengan kejadian beberapa tahun lalu.

Laki-laki itu dijuluki Anak Panah Iblis.

"Sebaiknya kau hubungi polisi terdekat," ujar Leffander dengan suara beratnya.

"Mengapa? Bukannya kita hanya perlu menangkap orang ini?" tanya Joyi.

Leffander tidak menjawab, ia memilih untuk fokus mengendarai mobilnya yang beberapa detik lalu hampir menabrak pembatas jalan. Nyeri di bahunya seakan kembali terasa. Apalagi jika mengingat kejadian yang menimpa ayahnya. Jelas pria dengan panah itu bukan orang yang mudah ditangkap oleh sheriff sepertinya dan deputi wanita. Mereka memerlukan lebih banyak bantuan karena....

"Dia iblis, bukan manusia."