Chereads / Love and Eternity / Chapter 4 - Mimpi Buruk

Chapter 4 - Mimpi Buruk

Dua pasang mata biru itu saling beradu intens. Wajah pria berambut hitam pekat, semakin lama semakin dekat dengan wajah Emily. Sebuah pesona ketampanan tanpa cela yang tidak pernah ia lihat semasa hidup. Sosok lelaki yang telah menanggal pakaiannya kini, tampak sangat sempurna di mata Emily.

Ada sedikit entakkan tiba-tiba kala tangan sang pria menyentuh pipi Emily dengan lembut. Gadis itu merasakan sesuatu yang dingin, seperti sepotong daging beku yang baru saja keluar dari lemari es.

Emily sangat ingin memberontak. Namun sayang, tubuhnya sama sekali tidak bisa bergerak. Sementara tangan sang pria semakin liar menjelajahi setiap inci tubuh mungil Emily. Tak ada yang bisa gadis itu lakukan selain menerima meski harus menahan risi tak terkendali.

Kebimbangan masih terus merajai diri. Emily masih belum ingat mengapa ia bisa berada di tempat aneh ini. Ditambah, tubuhnya kini tengah terperangkap dalam dekapan seorang pria. Bahkan, Emily sendiri tidak mengenal sosok yang tengah asyik mencumbunya itu, siapa.

"Kuharap, kau menikmatinya. Aku tidak akan meneruskan ini jika kau tidak mengizinkan," ucap pria pemilik tatapan tajam itu sesaat setelah berhasil membuat Emily keluar keringat dingin.

Emily yang berada tepat di bawah sang pria, hanya bisa menatap nanar tanpa tahu bagaimana caranya menjawab pertanyaan. Jangankan untuk berkata, "Jangan lakukan!" Untuk menggelengkan kepala saja, Emily tidak bisa.

Sementara gadis di bawahnya hanya diam, sang pria justru semakin mantap tersenyum lebar. Ia menganggap, diamnya seorang wanita adalah sebuah penerimaan. Dengan begitu, sang pria bisa dengan leluasa meneruskan apa yang sempat tertunda karena keraguan.

"Aku tahu kau tidak akan menolak. Aku berjanji akan melakukannya dengan lembut. Kau hanya perlu mengikuti alurnya saja," bisik sang pria tepat di telinga wanitanya.

Emily memejamkan mata dan refleks mengeluarkan suara desahan dari dalam dada dan tercekat di kerongkongan. Ujung lidah pria itu dengan gerilya berputar di telinganya. Jika saja Emily bisa bergerak, pasti tubuhnya sudah menggelinjang dengan sangat hebat.

Bulu roma seakan-akan patuh dan kompak berdiri tegak. Emily merasakan sensasi nikmat dan geli yang bercampur menjadi satu. Sensasi cumbuan itu sungguh tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Apa yang telah sang pria lakukan, membuat Emily hanyut terbawa simfoni cinta dan membiarkan diri tenggelam di dalamnya.

Rayuan dan bisikan saat mencumbu, seperti sebuah alunan nada klasik. Gerakan tubuh sang pria begitu senada dengan desahan yang tertahan dari mulut gadisnya. Ini sungguh membuat Emily lepas kendali. Ia benar-benar menikmati tiap sentuhan yang sang pria labuhkan padanya.

Beberapa saat setelah melakukan gerakan-gerakan gila di atas tubuh tak berdaya, sang pria tiba-tiba mengerang hebat seperti seekor monster yang berhasil menerkam mangsanya.

Di saat yang bersamaan, tubuh Emily yang tanpa sehelai benang, menggelepar tak berdaya dengan penuh keringat di sekujur tubuhnya. Tampak bahu Emily bergerak naik turun. Wajah gadis itu menggambarkan raut letih dan nyeri yang tergabung menjadi satu.

Emily yang tidak bisa bergerak, dibiarkan begitu saja sementara sang pria, lekas meraih seluruh pakaian dan mengenakannya kembali. Ada rona kepuasan di balik tatapan dingin pria tersebut, yang gegas menuju ke arah pintu, tanpa memedulikan keadaan Emily yang hanya mampu meliriknya lesu.

Beberapa detik setelah sang pria membuka pintu, tiba-tiba sekelompok vampir datang. Mereka berusaha untuk masuk meskipun sang pria telah berusaha menghadang.

Sang pria berpakaian kerajaan, sempat beradu kekuatan dengan sekelompok vampir bersayap dengan mata merah menyala. Pria tampan tersebut rupanya memiliki ilmu bela diri yang cukup mumpuni. Namun sayang, kekuatan pria tersebut tetap tidak mampu mengalahkan serangan para vampir yang terus saja menggunakan kuku-kuku dan gigi taring mereka untuk membekukan lawan.

Tidak sampai sepuluh menit, tubuh pria tampan pun terhuyung dan jatuh ke tanah dengan luka-luka cakaran dan gigitan di sekujur tubuhnya.

Para vampir tertawa menyaksikan sang pria yang sudah tidak lagi berdaya. Setelah selesai menghabisi pria tersebut, kini giliran Emily yang akan menjadi sasaran selanjutnya.

Mata Emily melotot tajam menyaksikan sekelompok vampir mengelilingi tubuhnya. Lima vampir tersebut terus menyeringai memperlihatkan taring mereka yang dipenuhi air liur yang terus menetes ke tubuh Emily.

Para vampir itu tampak seperti seekor serigala yang kelaparan. Sementara di hadapannya, ada santapan lezat yang menunggu untuk dihabisi bersama-sama.

Tubuh Emily yang lemas, perlahan-lahan berubah kaku. Air mata gadis itu mengucur deras, membayangkan bagaimana nasibnya jika para vampir menyeramkan itu, benar-benar akan menjadikannya mangsa.

Belum pulih benar tubuh Emily setelah dinikmati oleh pria asing yang sempat berusaha menyelamatkannya. Kini, ia harus kembali dihadapkan dengan makhluk mitologi menyeramkan, yang dikenal suka menghisap darah manusia.

"Tubuhnya sangat harum. Aku sudah tidak sabar ingin menikmatinya," ucap salah satu vampir yang tidak berhenti mengendus tubuh Emily sejak tadi.

"Sayangnya, kau tidak bisa melakukan hal itu. Gadis ini sudah dipilih yang mulia untuk dijadikan makanan bayi-bayinya yang akan lahir nanti," jawab vampir yang tampak lebih bersikap tenang dari yang lain.

Mendengar hal itu, keempat vampir sontak memekik sambil beterbangan ke sana kemari menunjukkan kekecewaan mereka. Sementara Emily, terus membeliak tidak percaya bahwa sebentar lagi, tubuhnya akan dijadikan santapan makhluk pemuja keabadian itu.

***

Tuuut ....

Tuuut ....

Suara bising peluit lokomotif, berhasil membangunkan Emily dari tidurnya. Gadis itu sempat melirik ke sekitar dan bingung mengapa ia bisa berada di dalam kereta api malam-malam.

Merasa pusing, Emily pun memilih tetap duduk sambil memijit pelan keningnya. Ia kemudian mengambil botol air dari dalam ransel, lalu minum hingga tersisa setengah.

Emily segera mengelap keringat di wajahnya menggunakan lengan baju. Gadis itu merasa heran, kenapa ia begitu berkeringat seperti habis melakukan aktivitas yang melelahkan.

Rupanya, Emily tidak sama sekali mengingat mimpi buruk yang baru saja ia alami. Sungguh, jika saja Emily mengingat mimpi menyeramkan itu, ia tidak akan berani melanjutkan perjalanan ke kota di mana salah satu koloni vampir, masih hidup dan bertahan sampai saat ini.

Saat memasukkan kembali botolnya ke dalam ransel, Emily melihat surat edaran lowongan pekerjaan yang sengaja ia sembunyikan di bawah botol minum. Sejak saat itulah, Emily mengingat bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju Transylvania Utara untuk memenuhi panggilan kerja.

"Astaga, aku tertidur terlalu lama." Emily sedikit membanting kepalanya ke sandaran bangku. Menyadari di sekelilingnya sudah tidak ada penumpang lain, Emily segera beranjak membawa barang-barang bawaannya turun dari kereta.

Dinginnya udara malam hari, menyambut lembut kedatangan Emily di kota tersebut. Bahkan, atmosfer di sekitar tempatnya berdiri pun, terasa begitu asing dalam paru-paru Emily.

Tatapan Emily berkelana mencari ke mana arah kakinya harus melangkah.

Melihat Emily yang kebingungan, seorang petugas stasiun yang tengah berjaga malam itu, lekas menghampiri dan membantu membawakan barang-barang Emily menuju pintu keluar stasiun.

"Kau sepertinya berasal dari wilayah jauh, Nona," kata petugas yang tengah sibuk menarik koper di samping Emily.

"Ya, aku berasal dari Wilayah Constanta. Aku datang ke sini untuk bekerja," jawab Emily tanpa memalingkan wajah dari tulisan 'Exit' di ujung jalan.

Mendengar jawaban itu, petugas stasiun langsung melirik Emily dengan tatapan aneh. Aneh karena gadis belia yang tinggal di perkotaan, memilih bekerja di kota yang sepi dan jauh dari kesan ramai.

"Kalau begitu, kamu perlu menginap di hotel malam ini," timpal petugas memberikan saran.

"Ah, tidak! Aku sudah dipesankan tempat menginap, tidak jauh dari stasiun. Aku mungkin akan ke sana sekarang." Emily menolak sambil mengambil alih kopernya dari tangan petugas.

"Syukurlah! Kau akan menginap di mana? Mungkin saja, aku bisa membantu menunjukkan di mana tempatnya." Petugas seusia orang tua Emily itu masih berusaha menawarkan bantuan.

"Ya, tentu. Ini alamatnya!" Dengan sigap, Emily mengeluarkan surat edaran dari dalam ransel, lalu menyerahkannya kepada petugas stasiun.

Saat melihat surat edaran tersebut, petugas tampak terkejut dengan alamat yang tertera di dalamnya.

"Apa ada masalah? Bapak tahu alamat ini?" Pertanyaan Emily membuat sang petugas terkesiap.

Petugas berkacamata tebal itu sontak menghujani Emily dengan tatapan ragu. Pasalnya, alamat yang terdapat dalam surat edaran tersebut adalah, sebuah gudang tempat penyimpanan bahan makanan, yang di-supply secara langsung dari sebuah pabrik ilegal dekat hutan.

Konon, di pabrik tersebut sering terjadi hal-hal yang mengerikan. seperti kecelakaan yang menyebabkan kematian, sampai ada rumor yang mengatakan, kalau pekerja di sana banyak yang tidak kembali dalam keadaan hidup.

Entah benar atau tidak. Penduduk pribumi kerap mempercayai kalau pemilik pabrik tersebut adalah seorang keturunan vampir. Mereka sengaja membangun pabrik makanan beku sebagai pasokan makanan kepada koloni vampir lain yang tersebar di seluruh dunia.