Satu tahun kemudian.
Bandara Internasional Bei.
Dalam balutan gaun hitam selutut dengan kaca mata hitam menutupi setengah wajahnya, Elena sangat percaya diri melangkahkan kaki jenjangnya sambil menarik koper di sisinya keluar dari pintu kedatangan. Dia sudah bertransformasi menjadi wanita cantik dan memesona. Lemak-lemak yang dulunya menggantung di kaki, tangan dan bagian perutnya telah sirna semua berganti kulit putih kencang dan cantik, dambaan dari setiap wanita. Bahkan, pemandangan terindah di muka bumi merasa iri dengan kecantikan yang dimiliki oleh Elena Zhang saat ini.
Dalam hitungan detik, ratusan pasang mata tertuju ke arah Elena Zhang. Meskipun sebagian wajahnya tertutup kaca mata hitam, ratusan pasang mata tersebut yakin bahwa Elena Zhang adalah wanita yang memiliki kecantikan paling sempurna. Bisa dikatakan kecantikan Elena Zhang setara dengan kecantikan alam surgawi.
Siapa wanita itu?
Apa dia aktris dari Korea?
Pertanyaan itu terlontar bukan tanpa alasan. Mereka bertanya seperti itu lantaran melihat penampilan Elena Zhang menyerupai penampilan aktris Korea yang digemari banyak orang.
Elena Zhang membuka kaca mata hitam mengekspos mata almonnd miliknya. Dia kemudian melemparkan pandangan ke arah sekitar. Secara bersamaan, bulu mata lentiknya berkedip membuat semua orang sedang melihat ke arahnya seketika terpesona dengan kecantikan alaminya.
Lewat gerakannya barusan, membuat jantung semua pria berfluktuasi sangat hebat. Bahkan, tidak sedikit dari mereka menabrak satu sama lain lantaran tidak memerhatikan jalan.
Dewi!
Beberapa pria berdiri tidak jauh dari Elena menyerukan kata itu.
Tidak salah lagi, dia pasti dewi turun dari langit! lanjut pria lainnya kian mengagumi kecantikan Elena Zhang.
Elena Zhang tersenyum samar mendengar pujian dari orang-orang di sekitarnya. Dia tidak pernah menduga akan mendapatkan antusias begitu besar seperti saat ini. Mendapatkan pujian itu, tidak serta-merta membuat Elena Zhang besar kepala dan sombong. Dia tersenyum lembut ke arah semua orang, yang sejak tadi menatapnya seakan dia adalah lukisan seni bernilai tinggi.
Ditatap Elena Zhang dengan sebuah senyuman indah bak musim semi, membuat gelombang kekacauan terjadi dalam hitungan detik.
Para pria yang mendambakan kecantikan sejati kian terpanah, tidak dapat berpaling untuk satu detik pun melihat sosok sempurna Elena Zhang. Secara serempak, para pria itu mengangah sampai membuat diri sendiri terlihat bodoh.
Memanfaatkan keheningan itu, Elena Zhang bergerak cepat berjalan menuju lobi. Agar tidak kembali membuat kekacauan, Elena Zhang kembali memakai kacamata hitam juga melingkarkan syal di lehernya sampai mulutnya untuk menutupi setengah kecantikan darinya.
Sampai di lobi bandara, Elena Zhang memanggil taksi. Dia sengaja pulang tanpa memberitahu orang tuanya terlebih dahulu. Dia akan menghilangkan jet lag pergi ke hotel dekat bandara.
Sopir taksi menghampiri Elena Zhang, mengambil alih koper di tangan Elena Zhang untuk membawanya ke dalam bagasi mobil. Sebelum itu, dia membukakan pintu mempersilakan Elena Zhang masuk ke dalam mobil.
Setelah mengatur barang bawaan Elena Zhang di dalam bagasi, Sopir berjalan memutar, masuk ke dalam mobil duduk di kursi kemudi. Dia memasang sabuk pengaman bertanya sangat sopan kepada Elena Zhang, "Nona, mau diantar ke daerah mana?"
"Tolong ke Hotel Hillton Hills, Pak." beritahu Elena Zhang sambil tersenyum lembut.
Mobil perlahan melaju dengan kecepatan normal melintasi jalan raya. Beberapa menit berkendara, taksi berhenti di depan lobi Hotel Hillton Hills. Sopir memberitahu Elena Zhang sudah sampai di tujuan. Ketika Elena Zhang merespon, sopir bersiap mau keluar membukakan pintu untuk Elena Zhang. Akan tetapi, Elena Zhang sedang bersandar punggung lebih dulu menarik handel pintu mobil, membukanya, lalu turun.
Karena Elena Zhang sudah keluar duluan, sopir taksi lantas bergegas menuju bagasi mengeluarkan koper milik Elena Zhang.
Elena Zhang sudah membayar lewat aplikasi juga sudah menambahkan uang tip untuk sopir sehingga tidak perlu repot mengluarkan uang tunai saat sampai tempat tujuan. Setelah keluar dan memastikan barang bawaanya aman, sopir baru berpamitan pergi dan Elena Zhang masuk ke dalam lobi Hotel Hillton Hills menarik kopernya untuk check-in.
Baru berjalan beberapa langkah, Elena Zhang dikejutkan dengan pemandangan begitu ambigu. Dia melihat Rayyan Wang sedang berlari terburu-buru sambil membenarkan posisi dasi dan lengan tangan kemejanya secara bergantian. Dari pengamatan Elena Zhang, sangat nampak ada hal begitu mendesak mendorong Rayyan Wang untuk meninggalkan hotel. Di belakangnya, ada seorang wanita ikut berlari mengejar Rayyan Wang. Sambil berlari, dia menggunakan mantel ke tubuhnya dengan kancing kemeja terbuka lebar hampir mengekspos belahan dadanya. Tidak bertanya pun, mata orang melihatnya sudah tahu bahwa sebelumnya telah terjadi perang dewasa diantara Rayyan Wang dan Melinda Ye.
"Kak Rayyan, tunggu aku!" suara Melinda Ye terdengar lembut dan manja. Elena Zhang sampai dibuat mau muntah ketika mendengar suara Melinda Ye memanggil Rayyan Wang.
"Jangan ikuti aku! Aku harus segera kembali ke rumah!" Rayyan Wang terus berlari, tidak mengindahkan permintaan Melinda Ye. Bahkan, dia pun tidak menatap Elena Zhang sedang berjalan di depannya sehingga melewatinya begitu saja.
Untung Elena Zhang tidak lagi mengharapkan Rayyan Wang. Kalau hal ini terjadi dimasa lampau, sudah tentu dia akan melabrak kedua orang tidak tahu malu di depannya ini. Dia tidak menduga baru pulang sudah diberi pemandangan begitu menjijikkan seperti ini. Kalau bisa memilih, dia lebih baik melihat setumpuk kotoran anjing dibandingkan harus bertatap muka dengan kedua pezina di depannya saat ini.
Karena tidak memerhatikan jalan dengan benar, Melinda Ye menabrak Elena Zhang. Kesal dengan Rayyan Wang tidak mau menunggnya, dia pun melampiaskan amarahnya kepada Elena Zhang. "Kau!" rahangnya mengetat diikuti tatapan tajam mau membunuh Elena Zhang. "Apa tidak lihat jalan?!"
Elena Zhang tersenyum simpul berkata, "Nona, kupikir Andalah yang harus memerhatikan jalan. Orang yang menabrak itu adalah kau. Kalau tidak percaya kita bisa pergi ke bagian keamanan untuk melihat hasil rekaman CCTV." Elena Zhang pantang dirundung oleh orang lain. Mungkin kalau dulu dia lebih baik menghindar karena bentuk tubuhnya. Namun, tidak untuk sekarang. Jangan harap dia akan bermuarh hati kepada orang lain. Dia akan mengembalikan semua perbuatan orang terhadapnya sama dengan apa yang mereka lakukan kepadanya.
"Kau!" Melinda Ye menggertakan giginya menunjuk Elena Zhang dengan jari telunjuknya berkata, "Kau beruntung hari ini. Kalau aku sedang tidak terburu-buru, aku akan membuat perhitungan denganmu!" Melinda Ye tahu salah. Karena tidak mau menanggung malu, dia pun tidak mau mengakui kesalahan malah berpura-pura membuat perhitungan dengan Elena Zhang. Agar Elena Zhang tidak mendebatnya lagi, dia pun buru-buru berlari menyusul Rayyan Wang.
"Kak Rayyan, tunggu aku ...." Melinda Ye mempercepat langkah kakinya.
Melihat Melinda Ye berlari mengejar Rayyan Wang, Elena Zhang tersenyum menyeringai menggelengkan kepalanya, kemudian melanjutkan berjalan menuju meja resepsionis.
Lain kali sebelum mulai beraktivitas, dia harus mengecek ramalan bintang terlebih dahulu agar tidak perlu mengalami hal sial seperti saat ini, keluh Elena Zhang dalam hati.
Nona Resepsionis menyambut ramah kehadiran Elena Zhang. Elena Zhang melempar senyum, lalu mengeluarkan ponselnya untuk menunjukkan bukti reservasi hotel dari sebuah aplikasi terinstal di dalam ponselnya.
Sialnya, pada saat bersamaan ponselnya kehabisan baterai, dan dia tidak memiliki pengisi daya di sisinya lantaran tertinggal di Apartemn tempat tinggalnya di Negara Korea.
"Nona, bolehkah meminjam pengisi daya sebentar, ponselku kehabisan baterai." Elena Zhang sudah mengetahui hal ini saat turun dari pesawat. Oleh karena itu, sejak tiba sudah mengusahakan berjalan secepat mungkin, tapi malah menemukan masalah tidak terduga bertemu dengan Rayyan Wang dan selingkuhannya.
Bagian resepsionis meminta maaf karena pihak hotel tidak menyediakan barang tersebut di bagian resepsionis. Nona Resepsionis menyarankan Elena Zhang untuk menunggu di ruang tunggu sebentar dikrenakan di sanalah mereka menyediakan peralatan seperti itu.
Masalahnya, Elena sudah tidak tahan ingin segera tidur. Dia tidak memiliki uang tunai dan kartu bank miliknya juga ikut tertinggal di Apartemenya di Korea, sehingga tidak memungkinkan bagi dirinya untuk memesan kamar baru.
Sungguh sial nasibnya kali ini. Niat hati mau cepat beristirahat malah tertimpa kemalangan seperti ini.
"Nana!" Suara bersemangat milik seorang pria memanggil nama masa kecilnya.
Ketika mengantre di belakang, Ethan Zhu sudah memerhatikan gerak-gerik Elena Zhang. Saat yakin bahwa itu benaran Elena Zhang, yang dikenal olehnya, barulah dia memanggilnya. Ethan Zhu adalah teman masa kecil Elena, tentu mudah baginya untuk mengenali penampilan Elena Zhang, mau bagaimnapun bentuk tubuhnya; gendut maupun kurus.
Elena Zhang refleks menoleh ke belakang mendapati Ethan Zhu sedang tersenyum menatap ke arahnya. "Ethan!" Elena balik tersenyum ke arah Ethan Zhu.
Tidak ada perubahan banyak dari penampilan Ethan Zhu. Satu-satunya perubahan yang nampak hanya bentuk wajahnya terlihat lebih jantan dari penampilan remajanya yang cenderung imut dan menggemaskan. Dia tampan, hangat, dan bersahaja layaknya sosok pria yang didambakan banyak wanita.
"Ada masalah apa?"
Ethan Zhu mengetahui Elena Zhang sedang mengalami kesulitan makanya bertanya demikian. Dia memang sosok teman perhatian, selalu ada saat dibutuhkan.
"Bukan apa-apa, aku mau chek-in, tapi ponselku kehabisan baterai."
"Butuh bantuan?" Ethan Zhu menawarkan kemurahan hatinya.
Elena Zhang sempat ragu, tapi segera menepis keraguanya. Apa salahnya meminta bantuan dengan teman lama. Kalau tidak meminta bantuan dengan Ethan Zhu, mau meminta bantuan sama siapa lagi? Anggap ini bantuan datang dari Tuhan, pikir Elena mengucap syukur dalam hatinya.
"Bolehkah meminjamkanku sedikit uang, aku ingin memesan kamar."
"Tentu."
Ethan tidak banyak bertanya langsung maju ke depan meja resepsionis untuk memesan kamar. Kebetulan Ethan Zhu juga datang untuk beristirahat di Hotel Hillton Hills. Dia memesan dua kamar; satu untuknya satu lagi untuk Elena Zhang.
Selesai memesan kamar, Ethan Zhu menyerahkan kunci kamar untuk Elena Zhang. "Untukmu."
"Terima kasih, bagaimana aku mengembalikan uangmu hari ini?"
Meskipun teman, hutang tetaplah hutang yang harus dibayar. Prinsip ini telah dijaga olehnya agar tidak dicap buruk oleh orang lain.
"Tidak perlu, hanya beberapa ribu dolar saja tidak akan membuatku miskin." Kata Ethan sangat bermuah hati. Zhu Grup milik keluarganya berkembang sangat baik. Uang ribuan dolar bukanlah masalah besar untuk dirinya.
Karena Ethan Zhu tidak ingin menerima uangnya, Elena Zhang menawarkan cara lain untuk membayar kemurahan hati Ethan Zhu saat ini. "Bagaimana dengan makan siang?"
Ethan tentu tidak enak hati menolak Elena Zhang. Dia pun menyetujiinya, "Baik, kau yang memintanya, ya. Aku tidak memaksamu melakukanya."
"Ya, aku akan menghubungimu akhir pekan ini. Nomormu tidak ganti, 'kan?"
"Tidak. Aku tunggu kabar darimu."
"Ethan, aku duluan, ya, mataku sudah tidak kuat lagi mau segera tidur."
"Pergi bersama saja. Kamar kita ada di lantai yang sama dan bersebelahan," kata Ethan Zhu menjelaskan situasi letak kamar mereka berdua.
Elena Zhang dan Ethan Zhu berjalan sejajar menuju pintu lift. Sampai di depan lift, Ethan Zhu menekan tombol lift kemudian memersilakan Elena Zhang masuk terlebih dahulu. Keduanya baru berpisah saat tiba di lantai kamar masing-masing.
Begitu memasuki kamar hotel, Elena Zhang meletakkan ponselnya ke atas pengisian daya wireless. Selepas itu, dia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur menarik selimut kemudian mematikan lampu, tidur sampai puas.
Elena Zhang baru bangun saat malam hari. Begitu terbangun, dia menyalakan lampu turun dari tempat tidur berjalan ke balkon untuk menghirup udara segar. Elena Zhang menguap menggeliatkan tubuhnya memandangi pemandangan malam.
Perut bergemuruh sangat lapar. Dia kembali ke dalam kamar mengangkat telepon kamar hotel menelepon layanan kamar. Dia memesan beberapa hidangan sehat untuk menjaga berat badanya agar tetap ideal; tidak kembali ke bentuk semula.