"Apa kekuatan mu!?" Suara murid laki-laki bergema di dalam ruangan kelas.
Rival mencoba melihat siapa yang mengatakan hal itu, mata mereka saling bertemu dan menatap tajam. Rival kenal siapa dia, ya dia adalah Aidan remaja yang membuat masalah tadi pagi.
"Ya, bisakah kau memberitahu kami?" tanya murid lainnya yang sama penasaran dengan kekuatan Rival, mereka terus menerus bertanya membuatnya sedikit emosi, namun ia berusaha untuk tetap tenang.
"Anak-anak hentikan, biarkan Rival duduk." ucap Mrs.Mellish. Itu membuat seluruh murid kecewa.
"Ayo Rival duduklah di kursi kosong di belakang sana." Mrs.Mellish mencoba menunjukkan tempat duduk untuk Rival.
Aidan yang duduk di tengah dekat jendela pun memilih pindah, mencoba merebut kursi murid lain agar bersebelahan dengan Rival di belakang. Mereka saling melihat satu sama lain, saat Rival melihat Aidan, remaja itu tersenyum meledek Rival yang sudah tidak ingin diganggu.
"Apa kau masih junior?" tanya Aidan.
Tidak ada jawaban dari Rival, remaja itu masih sibuk mendengarkan penjelasan bu Mellish di depan, semakin Rival mendiamkan Aidan, semakin Aidan bersikap semaunya dan bertindak berani terhadapnya. Sampai akhirnya kesabarannya benar-benar hilang.
Buk!
Pukulan keras tepat mendarat pada pipi Aidan, membuat ia jatuh tersungkur dari tempatnya duduk, seluruh murid dan bu Mellish mendengar pukulan tersebut.
"Ada apa ini?" tanya Mrs.Mellish berjalan mendekati mereka.
Dengan susah payah Aidan mencoba berdiri, matanya terus melihat Rival dengan tajam tidak bersahabat, begitu pun dengan Rival memutuskan untuk melepas kacamata yang ia kenakan, matanya yang berwarna hitam pun berangsur berubah menjadi merah. Melihat itu Mrs.Mellish melangkah mudur, mencoba berlari ke depan untuk menekan bel peringatan. Padahal belum terjadi apapun, tapi sepertinya Mrs.Mellish tahu apa yang akan terjadi jika ia tidak melakukannya.
Suara alarm peringatan pun terdengar di ruang Fiacro para penjaga sekolah sihir, Habil dan Qabil pun ada di ruangan tersebut.
"Dari kelas Mrs.Mellish!"
Qabil melihat Habil. "Apa kau yang melakukannya?" tanya Qabil.
"Ya." jawab Habil singkat, namun bagi Qabil itu sudah jelas sekali.
Qabil pun melangkah mendekati sekumpulan para penjaga yang bersiap menuju kelas yang mendapat bahaya.
"Berhenti! Biar kami saja yang memeriksa!" Pinta Qabil dengan Habil di belakangnya.
"Ya, mungkin saja ini bukan keributan yang besar." jelas Habil mencoba meyakinkan para Fiacro.
Mereka berpikir. "Baiklah, jika ada sesuatu yang terjadi, langsung laporkan pada kami."
"Baiklah, anda tenang saja." Qabil melangkah keluar ruangan bersama Habil.
Berlari menuju kelas Mrs.Mellish, sesampai di sana mereka terdiam karena tidak terjadi apapun, Habil mencoba mengetuk pintu kelas, Mrs.Mellish pun membukanya.
"Hai, kalian kemari? Maaf aku tidak sengaja menekan tombol itu, karena sangat takut sekali." jelas Mrs.Mellish.
"Sekarang di mana Rival?" tanya Qabil.
"Rival? Dia keluar entah ke mana saat aku memarahinya dan dia keluar bersama dengan Aidan." jelas Mrs.Mellish.
"Kalau begitu kami akan mencarinya." ucap Qabil.
Habil dan Qabil pun mencoba untuk mencari kembali Rival, mereka bisa saja tidak begitu tidak peduli dengan remaja itu, namun ini sudah menjadi tugas dan pekerjaan mereka, sehingga harus bertanggung jawab penuh dengan murid yang mereka jemput dari Bumi.
"Kita berpencar." ucap Qabil memberi ide.
"Baiklah." Habil menyetujui.
Mereka pun melompat ke lantai bawah dan berlari ke lain arah untuk mencari Rival dan Aidan.
~*~
Napas Aidan tersengal-sendal begitu lelah saat selesai mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk melawan Rival. Ia mencoba berdiri dengan gaya agar lawan bertarungnya tidak melihat jika dirinya sudah setengah menyerah. Setidaknya ia berhasil menjatuhkan Rival dan kemenangan ini jatuh padanya. Senyuman liciknya merangsur menghilang saat ada reaksi dari tubuh Rival, remaja itu terbangun dari pembaringannya dengan wajah yang sudah setengah terbakar dan berdarah.
Mata Aidan terkejut dengan apa yang ia lihat, wajah Rival yang ia bakar berangsur menjadi utuh kembali menjadi sempurna, melihat itu Aidan kini tahu apa kekuatan dari Rival.
"Apa kau sebenarnya?" tanya Aidan bergetar.
"Entahlah, mungkin itu sebabnya aku berada di sekolah ini." jelas Rival melihat langit yang dipenuhi pohon-pohon yang menjulang tinggi. Rival bisa merasakan angin dengan lembut menyentuh wajahnya.
Aidan masih melihat Rival, rasa ingin melawannya kembali tentu saja masih, secara diam-diam ia mencoba membuat senjata dari kekuatan apinya.
"Cukup sampai di sini!" Cegah Qabil yang baru saja sampai di sana, berhasil menemukan mereka.
Dengan cepat Habil pun menutup Rival dengan kain. Aidan yang tidak terima dengan kekalahan ia berontak berusaha untuk membalas rasa malu yang ia rasakan sekarang ini.
"Lepaskan!! Aku tidak terima dengan kekalahan ini!!" Teriak Aidan.
"Biarkan," ucap Rival, mencoba membuka kain yang menutupi dirinya. "Biarkan dia melakukannya." tambahnya.
"Apa kau serius?" tanya Qabil tidak percaya dengan ucapan Rival.
Aidan mencoba melepaskan diri. "Mundurlah dan tonton saja kami." ucap Aidan membanggakan diri.
"Rival apa kau serius?" tanya Habil berbisik.
"Kau ingin tau kekuatan ku bukan?" tanya Rival.
"Ya."
"Kalau begitu diam dan lihatlah."
Habil dan Qabil pun menurut untuk melangkah mundur. Aidan bersiap mengeluarkan semua kekuatan apinya.
"Fire blades!" Aidan sudah membuat apinya menjadi pedang yang terbakar dan siap untuk bertarung.
Qabil dan Habil terkejut dengan tindakan Aidan yang berlebihan, Qabil mencoba menghentikan Aidan namun dengan cepat Rival memberikan isyarat gelengkan kepala tanda untuk tidak mengganggu mereka. Qabil pun menurut dengan melangkah mundur kembali.
"Aidan apa kau tau ini dilarang!!" Teriak Qabil masih berusaha mencegah pertarungan ini.
"Ya, aku tau itu, tapi tidak salahnya kan aku membunuh putra dari raja kegelapan!" ucap Aidan merasa bangga.
Habil dan Qabil terkejut. sekarang identitas asli remaja yang mereka jemput kini mulai terungkap secara perlahan, itu sebabnya tuan Eric memerintahkan agar tidak membuat marah Rival. Tapi sekarang mereka melihat bahaya telah mengancam Aidan karena mencari masalah dengan Rival. Qabil bisa melihat senyuman lebar Rival dibalik kepalanya yang menunduk, cahaya mata merahnya terpancar. Niat ingin mencegah Aidan harus sirna, karena remaja laki-laki itu sudah berlari menuju tempat Rival berdiri dan bersiap menusuknya.
"Habil!!" teriak Qabil.
Habil tahu apa yang kakaknya suruh, dengan cepat ia mencoba menutup Rival dengan kain kembali agar tidak mengeluarkan kekuatan pada Aidan. Namun itu tetap membuat Rival tertusuk pedang Aidan, remaja itu tanpa terkejut dengan apa yang ia perbuat, niat membunuhnya yang berkobar-kobar menjadi rasa ketakutan karena sudah menusuk seseorang dan ini pertama kalinya ia membunuh seseorang.
Aidan melangkah mundur dengan tubuhnya yang gemetar. "Apa dia mati?" tanya Aidan takut.
Darah segar menampakkan dari balik kain putih yang menutup Rival. Aidan semakin takut, dengan cepat Qabil menutupnya dengan kain.