Sekilas saat Queensha melangkah tepat di samping Rival, matanya yang tajam melirik Rival. Rivak tahu, namun sepertinya ia tidak begitu mempedulikan hal tersebut.
Rival bisa merasakan energi negatif dari Queensha, sedikit energi positif yang ia dapatkan. Rival pikir wanita itu menyerah begitu saja yang sebenarnya Queensha mencoba untuk mencari waktu yang tepat saja untuk mengajak Rival untuk bicara secara pribadi.
Tapi sepertinya Rival lebih tertarik berbincang dengan Truly dibandingkan dirinya. Dari kejauhan ia terus memantau kedua orang itu di kafe luar area sekolah.
"Sampai kapan kita memata-matai mereka?" tanya seorang wanita.
"Queensha?" panggil satu temannya yang lain.
Wanita bernama Queensha mengepal tangan kanannya dengan kuat menahan emosi.
~*~
"Kau murid itu?" tanya Truly.
Rival tersenyum, mengangguk pelan. "Ya."
Truly terus memandang Rival tidak percaya, karena laki-laki yang tertusuk parah itu sangat jelas sudah tidak ada harapan hidup, tapi baru kali ini ia melihat langsung orang yang mengalami hal itu.
"Sebenarnya aku tidak punya kekuatana spesial seperti kalian." ucap Rival mencoba jujur, sebenarnya ini sangat sulit baginya jika soal memberitahukan kekuatan apa yang ia miliki.
"Benarkah, itu artinya kau sama seperti Ravindra." ucap Truly tidak sadar jika ia berbicara omong kosong.
"Siapa?" tanya Rival penasaran dengan nama yang Truly Sebut barusan.
Truly baru teringat, ia mulai panik. "Sepertinya jam istirahat sudah selesai, aku harus pergi ke kelas." Dengan cepat Truly bergegas meninggalkan Rival yang masih duduk di sana.
Truly bersyukur Rival adalah pria yang baik jika dalam menahan emosi, biasanya kisah di dalam novel atau film si lawan bicara akan memaksa untuk mencari informasi orang yang baru saja disebut. Tapi tidak dengan Rival, dengan tenang ia tetap menatap dirinya di dalam genangan air pada gelasnya. Dengan perlahan kelopak matanya terangkat, menatap kepergian Truly.
"Sama seperti Ravindra? Siapa dia?" tanya Rival berbicara sendiri.
~*~
Seluruh murid mencoba berkonsentrasi dengan penjelasan guru di depan, Lisa sangat bosan dengan semua ini.
[ "Kau bosan? Keluarlah dan temui aku di atas sekolah." ]
Lisa tahu siapa orang yang berbicara batin dengan dirinya, senyuman tipis terlukis di ujung kedua bibirnya dengan semangat ia mengangkat tangan.
"Ya Nona Lisa?" Guru merepon saat melihat itu.
"Saya ingin ijin keluar bu, boleh?" Lisa berusaha meminta ijin.
"Ya silakan, jangan ke tempat lain ya, selain ke toilet." Pintah guru.
"Baik bu." Lisa bergegas keluar kelas, berlari menuju toilet yang kebetulan dekat dengan tangan menuju lantai atas.
Sikap Lisa membuat Lyne dan Green penasaran, mereka pun mencoba meminta ijin dengan bekerjasama beralasan Green kurang sehat, tentu saja guru mempercayai mereka, karena reputasi Green yang lemah disetiap waktu pembelajaran. Namun sayangnya mereka kehilangan jejak Lisa, terus mencari Lisa di mana saja, namun tidak ada hasilnya.
Langkah Green terhenti.
"Ada apa?" tanya Lyne.
"Aku tau Lisa dengan siapa." Green berlari meninggalkan Lyne.
Lyne tetap diam berdiri melihat kepergian Green, ia tahu siapa orang yang dimaksud. "Persetan dengannya." Hardik Lyne berjalan, berniat kembali saja ke kelas. Entah apa yang terjadi, ia pun berbalik dan mengejar Green untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dengan perlahan Lyne mencoba bersembunyi di balik dinding. Entah kenapa ia sangat membenci Rival, sehingga tidak bisa dekat seperti teman-temannya.
~*~
"Apa kau kenal dengan seseorang bernama Ravindra?" tanya Lisa pada Green yang baru saja sampai dan bergabung karena persembunyiannya diketahui Lisa saat ia berusaha menguping mereka.
Green yang mendengar nama itu terkejut, begitu juga dengan Lyne yang sedang menguping mereka.
"Ti-Tidak, aku tidak tau." jawab Green.
Rival menghela napas."Begitu ya. Baiklah, terima kasih, maaf sudah mengganggu kalian." Rival berjalan menuju tepi balkon.
"Apa yang ingin dia lakukan?" tanya Lisa.
Green menggeleng. "Entahlah."
Mereka melihat Rival duduk di penyangga balkon, memberikan senyuman tipis.
"Perasaanku tidak nyaman." ucap Lisa.
Dan dugaan Lisa benar saja, Rival menjatuhkan diri dari sana dengan kepala lebih dulu. Membuat kedua wanita itu berteriak histeris, berlari mendekat untuk melihat keadaan Rival di bawah. Nyatanya remaja laki-laki itu berjalan dengan santai seperti tidak ada beban sedikitpun, mereka pun bernapas lega.
Lyne mengambil kesempatan untuk bergegas pergi.
~*~
Rival mencoba membuka pintu kelas, seluruh murid dan Mrs.Mellish melihat kedatangannya.
"Tuan Rival, dari mana saja anda?" tanya Mrs.Mellish.
"Hidupku penuh dengan masalah." ucap Rival berjalan menuju mejanya.
"Berhenti! Saya ini guru anda, bisakah anda hormat sedikit pada saya!" Mrs.Mellish tidak suka dengan perilaku Rival yang tidak sopan padanya.
Langkah Rival terhenti, memilih untuk berbalik dan keluar dari kelas tersebut. Itu tidak menjadi masalah untuk dirinya, sekolah ini sama saja seperti sekolah biasa yang ada di Bumi bedanya setiap penghuninya memiliki kekuatan dan tambahan pembelajaran untuk meningkatkan kekuatan yang mereka miliki.
Rival mencoba duduk di kursi taman melihat para murid yang seperti bolos dari pembelajaran yang mereka tidak suka atau salah satu dari mereka ada yang hanya ikut-ikutan teman karena tidak mau sendiri di kelas.
Rival mencoba melihat jam taman yang menunjukkan jam 3 siang, benar saja bel sekolah berbunyi tanda pembelajaran telah usai, murid yang sedang bercengrama di sana pun bergegas pergi seperti mengatur bagaimana selanjutnya, Rival hanya bisa mendengis menahan tawanya. Namun tawanya menghilang saat ia melihat sosok Habil berjalan mendekatinya.
"Kau bolos lagi?" tanya Habil sesampainya di dekat Rival.
"Sepertinya kau harus memasukkan ku ke tingkat tinggi karena aku sudah menguasai segalanya." ucap Rival membanggakan diri, bersandar pada penyangga kursi taman.
"Apa ada masalah lain yang mengusik pikiranmu?" tanya Habil.
Rival mencoba mendonggakkan kepalanya pada penyangga kursi taman, menatap langit yang biru tanpa awan namun sedikit orang, pertanda sore akan datang. Habil masih menunggu jawaban dari Rival, lelah menunggu membuatnya harus duduk di sebelah Rival dan mulai bersandar pada penyangga kursi taman tersebut.
"Apa yang akan terjadi jika aku terus membuat masalah? Apa aku akan dilempar ke Bumi?" tanya Rival masih melihat langit.
"Tidak. Tapi kau akan di musnahkan, karena dinilai tidak berguna." jawab Habil.
"Apa di sini pernah ada murid yang bernama Ravindra?" tanya Rival kembali kepoisi semula, menatap Habil dengan tatapan serius.
"Aku tidak tau. Kau tau nama itu dari siapa?" tanya Habil sama penasarannya dengan Rival.
Rival menarik napas. "Truly. Katanya aku mirip dengannya."
Kringggg!!!
Bel sekolah berbunyi tanda jam pembelajaran telah usai, para murid keluar dari gedung sekolah berjalan menuju kamar asrama masing-masing. Dari kejauhan Rival bisa melihat orang-orang yang ia kenal.
"Apakah kau dan yang lain berasal dari Bumi?" tanya Rival.
"Sebagian dari kami, ya dan sebagian penduduk asli di luar sekolah." jelas Habil.
Rival menoleh. "Kau sendiri?"
Habil menunduk, raut wajahnya berubah drastis.
"Sayangnya aku tidak bisa memberitahu." ucap Habil serak.
Rival kembali melihat para murid, walaupun ia ingin mengetahui masa lalu seseorang, ia juga harus tahu diri. Tidak mungkin menanyakan hal sensitif itu, ia sendiri tidak ingin memberitahukan pada orang lain, sepertinya itu tidak cukup adil.
Dari kejauhan Rival melihat Lyne berjalan terburu-buru menjauh dari Green dan Lisa.
"Ada apa dengan mereka?" tanya Rival dalam hati.