Lima tahun lalu.
Thyria berkaca di cermin. Dia menatap wajahnya sendiri dari dekat dengan mulut terbuka, memperhatikan sederet gigi depannya di mana dua gigi taringnya entah mengapa terlihat tumbuh meruncing seperti stalaktit.
Itu adalah saat dia berusia lima belas tahun. Thyria mengabaikannya dan tetap beraktivitas seperti biasa di dalam rumah. Belajar secara privat, mengikuti kelas biola -karena dia menyukai biola-, bermain di taman belakang rumah yang luas sendirian, terkadang bersama Lancer.
Kemudian pada tahun ke enam belas, Thyria mulai merasa tidak bernapsu lagi pada makanan yang disajikan. Awalnya dia mengira karena tidak suka dengan makanan itu, tetapi ketika disajikan makanan kesukaannya, dia benar-benar tidak berselera.
Lancer yang mengamati itu merasa aneh. "Tidak biasanya kau akan menolak makanan kesukaanmu," kata Lancer pada suatu hari yang cerah. Pemuda itu sudah lama memperhatikan tingkah Thyria yang perlahan-lahan berubah.
Lancer mendekati adiknya yang berbaring malas di tempat tidur. Bahkan ruang tidur Thyria belakangan ini selalu terlihat gelap dengan tirai yang ditutup rapat setiap kali pelayan membukanya. Lancer duduk di tepi ranjang. "Hari ini juga kau sering bangun kesiangan hingga melewatkan sarapan pagi," imbuh pemuda ini.
"Apa kau punya masalah? Kau bisa menceritakannya padaku," kata Lancer berusaha membujuk dengan halus. Menatap gundukan selimut tebal itu yang berisi Thyria. Gadis ini menutupi seluruh tubuhnya.
"Aku tidak apa-apa," balas suara Thyria yang teredam bantal.
"Huh? Kalau kau tidak apa-apa, mengapa kau jarang makan dan selalu bangun kesiangan sehingga hampir melewatkan kelas pertama."
Sejenak tidak ada balasan lagi dari Thyria yang membuat suasana kamarnya jadi hening. Lalu gadis itu menampakan wajahnya dari balik selimut. Membuat dia kelihatan imut di mata Lancer, hampir saja pemuda ini mencubit pipi tembam sang adik tercinta jika tak menahan diri.
"Kalau begitu jadwal belajarku diundur saja setelah makan siang sampai malam," ucap Thyria memberi saran.
"Baiklah, asalkan kau tetap belajar," kata Lancer setuju.
"Di luar sedang cerah, apa kau mau melihat bunga-bunga yang bermekaran di taman?" ajak Lancer.
Thyria menggeleng. "Aku tidak suka jika langit di luar bersinar cerah." Kemudian dengan tiba-tiba dia beringsut duduk. Rambut hitam pendeknya terlihat berantakan. "Kakak, aku merasa aneh pada diriku. Kakak juga menyadarinya, bukan? Aku tidak suka makanan kesukaanku lagi, aku tidak suka berkeliaran di luar rumah saat matahari sedang bersinar terik, dan yang paling membuatku bingung adalah aku sering mencium aroma manis dari tubuh seseorang."
Lancer memegang dagunya dengan pose berpikir. "Hm? Mungkinkah kau mengalami pubertas?" ujar pemuda ini, sedikit melenceng dari apa yang dapat dia simpulkan di dalam otaknya.
"Apa? Aku membaca buku, ciri-ciri gadis pubertas bukan seperti yang kualami," ucap Thyria merendahkan suaranya dan dia terlihat sedih.
Senyum manis tersungging di wajah tampan Lancer. Pemuda itu menepuk kepala Thyria yang tertunduk lesu. "Kau tidak perlu khawatir. Itu bukan masalah besar. Tidak lama lagi kau akan tahu," katanya menenangkan. Dia mengelus kepala Thyria dengan lembut. Sebagaimana tatapannya yang tidak pernah berubah ketika menatap gadis ini.
Esok pagi, ketika Thyria masih tertidur pulas di kamarnya yang gelap, Lancer dan ayahnya sedang sarapan berdua. Momen ini dimanfaatkan Lancer untuk mengatakan apa yang terjadi pada gadis kecil mereka. Lancer mengungkapkan semuanya, dan sang ayah tampak diam memikirkan.
"Mungkin sudah saatnya dia menemukan jati dirinya. Aku harus menyiapkan stok untuk makanannya mulai sekarang. Lancer, awasi dia ketika dia berusia tujuh belas tahun. Di usia itu biasa akan berada pada masa 'pubertas' bagi ras itu."
Perkataan sang ayah dapat dengan mudah Lancer pahami. Dia pun mengangguk patuh dengan raut muka yang terlihat serius.
"Baik, ayah."
***
Dengan sorot mata dalam yang penuh arti, Lancer memandangi wajah tidur Thyria. Lima tahun itu telah berlalu. Gadis kecil itu sekarang sudah tumbuh menjadi wanita dewasa. Menjadi sosok yang dari waktu ke waktu kian membuai perasaan Lancer.
"Thyria, salahkah aku memiliki hati ini?" Lancer bicara sendiri. Dia tidak berharap Thyria mendengarnya dari dalam mimpi.
Apa yang dipendam Lancer selama ini semakin menyiksa hidupnya. Lancer pernah berpikir untuk hidup jauh dari rumah agar mereka berdua tidak dapat sering bertemu. Namun, agaknya cara itu tidak sanggup Lancer lakukan ketika ayahnya malah membutuhkan dia untuk menjaga gadis ini, karena tidak ada orang lain lagi yang bisa dipercaya menjaga rahasia Thyria sebagai vampir.
"Harus sampai kapan kau membuatku seperti ini?" Lagi, Lancer berbicara pada Thyria. Walau sekali lagi tidak ada respon dari gadis ini. Kata-kata lelaki itu terdengar tidak berdaya, gemetar dan setengah frustasi. Lancer akui dirinya selalu lemah jika itu bersangkutan dengan Thyria.
Thyria adalah kelemahan hidupnya. Orang lain tidak boleh sampai tahu hal itu. Lancer telah diberi amanat oleh Kepala Keluarga mereka. Menjaga Thyria dengan nyawanya adalah bentuk naluri kepatuhan Lancer secara tulus.
"Jangan khawatir, Thyria. Aku akan melindungimu meskipun seluruh dunia memusuhimu."
Ucapannya setulus kertas putih yang bersih. Lancer meraih tangan putih pucat Thyria. Dulu, tangan ini tidak sepucat mayat hidup. Dulu, tangan kecil ini tidak sedingin es. Tapi sekarang kehangatan pada tubuh Thyria sudah tersapu kebangkitan jati dirinya sebagai vampir sejati.
Kemudian, dikecupnya punggung tangan itu dengan segenap hati. Siapa sangka seorang kakak telah diam-diam mendambakan adik perempuannya sendiri sebagai lawan jenis. Namun perasaan ini mau ditentang siapapun tidak melanggar moral. Secara fakta mereka bukan saudara sekandung. Ras mereka berdua berbeda.
Lancer sendiri masih ingat kapan pertama kali dirinya mulai membiarkan dirinya terjatuh dalam jurang yang dalam. Musim semi yang indah menjadi awal perasaan ini tumbuh menjadi seindah taman bunga ketika pandangannya terhadap Thyria berubah.
"Tidurlah yang nyenyak. Bermimpilah dengan indah," bisik suara Lancer dengan napas tercekat. Lalu dia mendekat ke wajah Thyria untuk diciumnya kening gadis ini singkat.
***