"Hey, Wira! Mana bayaran hariannya?" panggil seseorang disaat aku baru saja duduk.
"Fredrik! Hentikan perundungan yang kamu lakukan itu!" peringat salah satu gadis yang merupakan ketua kelas.
"Merundung? Aku tidak melakukannya kok! Hanya meminta bayaran keamanan dirinya saja seperti biasanya kok, Siska," sahut Fredrik.
"Itu sama saja bodoh! Memangnya kamu kira aku tidak tahu kalau kamu selalu menghajarnya setiap kali tidak punya uang?" balas Siska kesal.
"Huh? Aku tidak tahu tuh apa yang kau katakan!" ujar Fredrik berpura-pura tidak tahu.
Yup, dia berbohong. Fredrik dan teman-temannya selalu menghajar diriku setiap kali tidak memiliki uang ataupun uang yang aku berikan padanya tidak cukup. Dia bahkan tidak pernah mengembalikan barang yang dia ambil dariku, bahkan ponsel milikku dihancurkan olehnya dengan alasan itu terlalu bagus untuk seorang sampah sepertiku gunakan.
Kejam bukan? Kedua orangtuaku telah membuat laporan, tetapi tidak ditanggapi karena orang tua Fredrik terlalu percaya dengan perkataannya saat diadakan rapat penyelesaian. Bahkan sekalipun dia ketahuan berbohong, orang tuanya akan menyuap semua guru yang ada untuk tetap diam dan tidak mengeluarkan anaknya dari sekolah.
Sungguh cara yang licik untuk menghindari masalah, bahkan Kepala Sekolah saja berani mereka suap demi anak nakal seperti Fredrik dan itu berhasil. Karena itulah, kedua orangtuaku ingin memindahkan aku ke sekolah lain. Tetapi dilarang oleh Kepala Sekolah dengan alasan Semester Akhir 3 bulan lagi akan selesai. Ini berarti, aku harus menahan penderitaan ini hingga 3 bulan lagi.
"Fredrik, sebaiknya kamu hentikan perbuatan burukmu itu," peringat seorang pria tampan.
"Kenapa? Kau ingin menjadi pahlawan kesiangan untuknya? Sirius Diego," sahut Fredrik yang dibalas dengan tatapan tajam dari Sirius.
"Cih, ayo pergi kawan-kawan!"
Fredrik pun berdecak kesal dan mengajak teman-temannya pergi keluar kelas. Dia mengalihkan pandangannya kepadaku, seolah memberikan kode untuk mengikutinya. Lalu selang beberapa saat, aku pun berdiri dari tempat dudukku, berniat menyusul mereka dengan segera. Tentu saja, setelah mengucapkan beberapa patah kata kepada dua orang yang mengkhawatirkan diriku.
"Terimakasih atas kekhawatiran kalian, Ketua Kelas, Sirius. Tapi aku baik-baik saja, kok!" ujarku membuat senyuman palsu.
"Wira, kamu tidak seharusnya mendatangi mereka," ucap seorang gadis dengan penuh perhatian.
"Kamu sangat perhatian yah, Nayla. Tapi jangan khawatir, ini akan segera berakhir kok!" balasku berjalan meninggalkan kelas.
Aku berjalan menyusuri lorong, pergi menuju ketempat dimana mereka selalu menghajar diriku. Yaitu, tempat pembakaran sampah. Sangat cocok untuk seorang sampah masyarakat yang menyedihkan seperti diriku bukan?
"Bos! Lihat, dia datang tuh!" ujar salah satu teman Fredrik dengan badan bongsor.
"Hahaha, sepertinya dia benar-benar ingin dihajar yah?" sahut yang lainnya dengan badan tinggi.
"Tidak ada yang boleh menghajarnya sebelum aku, begitulah perjanjiannya bukan?" balas Fredrik.
"Aku membawa uangnya padamu! Aku bahkan melebihkannya hanya untuk hari ini," ucapku.
"Wah, wah! Kesambet apa kau, sampai rela memberikan semua uang saku milikmu?" tanya Fredrik menepuk-nepuk kepalaku.
"Tidak ada, lagipula ini akan jadi yang terakhir aku memberikannya pada kalian," ujarku.
Raut wajah Fredrik dan teman-temannya menjadi jelek, mereka sepertinya sangat kesal setelah aku mengatakan hal tersebut.
"Apa kau sudah mulai memberontak lagi? Kau tahu apa akibatnya bukan?" ucap Fredrik dengan tatapan penuh amarah.
"Apa peduliku?" jawabku.
BUK! GUBRAK!
Sebuah bogem mentah mendarat tepat di wajahku bagian kiri, membuatku terjatuh ke tumpukan sampah disana. Fredrik menarik kerah bajuku dan memperingatkan sesuatu yang sudah sering aku dapatkan setiap kali melaporkan perbuatannya.
"Dengar, sampah! Kau boleh melaporkan hal ini pada satpam, BP, Kepala Sekolah, serta lain sebagainya. Tapi ingatlah hal ini, kau tidak akan bisa menuntut diriku," bisiknya memukul perutku dengan keras.
Aku mengerang pelan dan menunduk kearah tanah sembari memegang perutku. Fredrik memberikan kode kepada teman-temannya, mereka dengan semangat menghajarku hingga babak belur. Bahkan mereka tidak berhenti setelah aku kehilangan kesadaran.
***
"Ugh, badanku sakit semua," gumamku.
Aku terbangun ditempat pembakaran sampah, sembari menahan sakit akibat semua pukulan yang aku terima dari mereka. Aku melihat matahari telah meninggi, artinya aku telah pingsan selama 6 jam. Tidak ada yang menolongku, karena para petugas kebersihan membakar sampah saat sore hari.
Aku pun berjalan sempoyongan menuju sebuah gedung sekolah yang tak terpakai, dengan niat untuk mengakhiri nyawaku. Yah, kalian tidak salah dengar. Aku akan mengakhiri nyawaku dengan melompat dari sana.
Letih, aku sudah lelah dengan semua yang aku alami. Tidak ada yang benar-benar bisa menyelamatkanku kecuali kematian. Aku tahu ini keputusan yang buruk, karena ini sama saja dengan mengkhianati mereka yang benar-benar peduli padaku. Tetapi, aku sudah putus asa! Aku benar-benar membenci semua ini. Jika saja, ada sebuah dunia dimana aku bisa hidup dengan tenang. Maka aku akan memilih untuk hidup disana.
"Ayah, ibu. Maafkan atas semua kebodohan anakmu ini. Ketua Kelas, Sirius. Terimakasih karena telah membelaku selama ini. Juga, Nayla, aku benar-benar mencintaimu. Selamat tinggal," ucapku menjatuhkan diri dan memejamkan mataku.
Dapat aku lihat, sebuah kisah hidupku dari lahir hingga sekarang. Semuanya adalah kenangan yang indah bagiku, aku juga sudah bersiap dengan kematian ini. Tetapi sepertinya, takdir pun mengkhianatiku.
"Oh! Selamat datang para penyintas! Terimakasih karena telah memenuhi panggilan kami," sambut seseorang.
Aku tidak tahu siapa dirinya. Karena tepat setelah membuka mataku, semua orang kecuali kami, mengenakan pakaian para pendeta. Hal ini membuat kebingungan melanda semua orang disini. Tapi satu hal yang pasti, aku beserta semua orang di kelasku dipanggil ke dunia lain.
"Apa yang kamu katakan? Memenuhi panggilan kalian? Ini lebih seperti penculikan!!" ujar Ketua Kelas.
"Siska, tenangkan dirimu. Pertama, kita harus mencari tahu maksud mereka memanggil kita kesini," sahut Sirius.
"Seperti yang diharapkan dari Sirius. Dia bahkan tetap tenang dengan hal ini?"
"Benar-benar definisi orang yang bisa diandalkan!"
Tidak, kalian serius mengatakannya? Jika kalian melihatnya dengan teliti, Sirius memaksakan dirinya untuk tetap tenang, sementara dia sendiri juga tengah gemetaran. Sepertinya dia melakukan itu agar kami semua tidak panik.
"Maafkan aku, Sirius. Aku terlalu panik karena kejadian mendadak ini," ujar Ketua Kelas.
"Tidak masalah, sudah menjadi tugas seorang pemimpin untuk menenangkan bawahannya," balas Sirius.
Aku lupa menceritakannya, Sirius adalah seorang Ketua OSIS di sekolah. Inilah yang menjadi alasan kenapa Fredrik tidak mau menyinggungnya. Itu karena OSIS jauh memiliki hak mengatur sekolah, bahkan mereka bisa mengeluarkan murid tanpa persetujuan sekolah.
Tetapi mereka juga harus membutuhkan bukti kuat untuk melakukannya. Aku hanya menduga, kalau Sirius memiliki bukti untuk mengeluarkan Fredrik dari sekolah. Tetapi dia masih menahan diri karena suatu hal yang tidak dapat dijelaskan.
"Terimakasih atas pengertiannya. Kalau begitu, mari ikuti saya. Yang Mulia telah menunggu kalian semua di ruang tahta. Beliaulah yang lebih berhak menjelaskan semua ini kepada kalian," ujar pendeta wanita yang menyambut kami sebelumnya.
Dia pun mengajak kami menuju ke ruangan dimana Yang Mulia mereka berada. Tetapi ditengah perjalanan, seorang gadis berlari menuju kearah diriku dengan penuh rasa khawatir.
"Wira! Syukurlah kamu ada disini! Aku khawatir karena kamu tidak kembali ke kelas," ujar gadis tersebut.
"Terimakasih atas kekhawatiran yang kamu berikan, Nayla. Tapi seharusnya, kamu sudah bisa menebak alasannya setelah melihat wajah bobrok milikku ini bukan?" balasku menunjuk wajahku.
Nayla menatapku dengan aneh, dia bahkan membolak-balik wajahku untuk memeriksa luka-luka lebam yang aku alami. Sungguh, benar-benar gadis yang perhatian!
"Hey, Wira. Kenapa kamu berbohong?"
"Eh?"
"Wajahmu sama sekali tidak memiliki luka lebam apapun lho! Lihatlah sendiri dengan ponselku!"
Nayla menunjukkan ponselnya yang tengah menjalankan aplikasi kamera. Dapat terlihat dengan jelas wajahku sama sekali tidak terluka sedikitpun. Tentu saja ini mengejutkan diriku. Bahkan aku sampai meraih ponsel Nayla untuk memastikan dengan jelas.
"Kamu benar. Ini sangat aneh,"
"Kamulah yang aneh Wira!"
"Hey! Sampai kapan kalian ingin mengobrol disana! Cepat susul teman-teman kalian, sebelum kalian tertinggal jauh!" peringat seorang ksatria yang berjalan dibelakang kami.
"Ah! Maafkan kami! Kami akan segera pergi!" balas Nayla.
"Ayo, Wira!" ajaknya menarik tanganku.
"Ah, Nayla, tunggu!"
***
Saat ini, kami telah berada di ruang tahta. Dimana seorang pria tua dengan mahkota di kepalanya, juga sebuah jubah dan pakaian seorang Raja. Benar, dialah Yang Mulia yang dimaksud oleh gadis pendeta tadi.
"Selamat datang di kerajaan kami, para penyintas! Aku menyambut kedatangan kalian," sapa Beliau.
"Kalian pasti masih bingung dengan semua yang menimpa kalian. Jadi, izinkan aku memperkenalkan diri," lanjutnya yang berjalan menuruni tangga dan berhenti tepat dihadapan kami.
"Namaku adalah Julius Silviesta von Einhard! Raja dari Kerajaan Einhard," ucap Beliau mengenalkan dirinya dengan meletakkan tangan kanannya pada dada kiri dan sedikit membungkuk setelah menarik kaki kirinya ke belakang.
Sirius pun maju ke depan dan meniru gaya perkenalan Raja Julius, "Sirius Diego! Saya adalah pemimpin mereka. Jika berkenan, bisakah Yang Mulia jelaskan pada kami alasan memanggil kami kemari?"
"Oh! Pantas saja aku melihat jiwa kepemimpinan darimu, Tuan Sirius Diego," ujar Raja Julius.
"Yang Mulia bisa memanggil saya Sirius. Karena mereka juga memanggil saya seperti itu," sahut Sirius.
"Baiklah. Kalau begitu, saya akan segera menjelaskan alasan kami memanggil kalian," balas Raja Julius yang mulai menjelaskan semuanya pada kami.
Dari yang Beliau jelaskan, dunia ini bernama Castredia. Memiliki 5 benua, Benua Utara atau disebut Dragon Continent, Benua Timur atau Human Continent, Benua Selatan atau Spirit Continent, Benua Barat atau Demon Continent dan Benua Tengah atau Commercial Continent.
Dahulu, seluruh benua saling membantu satu sama lain. Tetapi entah kenapa semenjak Demon Lord Diabolica naik tahta, Demon Continent memutuskan untuk menjadikan Human Continent sebagai musuh. Mereka benar-benar ingin membinasakan umat manusia, atau itulah yang mereka inginkan.
Namun, karena Benua Tengah adalah wilayah netral yang selalu mengedepankan perdagangan, Benua Timur dan Barat dilarang melewati wilayah mereka dengan niat berperang. Karena hal inilah, mereka akan mulai berperang disebuah pulau besar yang terletak diantara kedua benua yang akan berperang nantinya.
Sirius yang mendengar penjelasan tersebut terlihat sedang memikirkan pilihan terbaik untuk kami. Jadi aku harap pilihan tersebut benar-benar yang terbaik. Kemudian setelah beberapa lama, Sirius pun mengatakan kalau semuanya akan diserahkan kepada kami untuk membantu ataupun tidak.
"Kalau begitu, kami akan mengecek status yang kalian miliki. Jika ada pemilik Job Hero, dia diharuskan untuk ikut berperang!" ujar Raja Julius.
"Aku mengerti, jadi bagaimana caramu melakukan itu?" tanya Sirius.
"Ucapkan kata "Status" maka akan ada sebuah panel transparan yang hanya bisa dilihat oleh kalian sendiri," jawab Raja Julius.
Kami pun segera mengatakan hal yang Beliau pinta, termasuk diriku. Aku yang melihat layar tersebut hanya bisa pasrah dengan status yang aku miliki saat ini.
Status
Name: Wira Hardianto
Race: Manusia
Level: 1
Title: Orang yang Terpanggil, Yang Terlemah, Pemimpi Dunia Lain, Reinkarnasi.
Job: Freelancer
HP: 100
MP: 100
STR: 10
INT: 10
AGI: 10
VIT: 10
Skill: Unknown
Ultimate Skill: -
Aku menghela nafas saat melihat title dengan judul "Yang Terlemah", ini menandakan seberapa lemahnya diriku di dunia ini. Kami pun diberikan masing-masing sebuah gulungan yang katanya dapat menyalin status tersebut, setelahnya mereka mengambilnya kembali dan memeriksanya satu persatu.
"He-hebat! Yang Mulia, kita telah menemukan seorang Great Wizard bernama Fredrik Yoga, Saint bernama Nayla Riska Aprilia dan Hero yang merupakan Tuan Sirius Diego itu sendiri!" ujar gadis pendeta tersebut yang memperlihatkan status ketiga orang tersebut.
Status
Name: Fredrik Yoga
Race: Manusia
Level: 1
Title: Orang yang Terpanggil, Penyihir Agung.
Job: Great Wizard
HP: 200
MP: 2000
STR: 10
INT: 200
AGI: 10
VIT: 20
Skill: Fire Magic, Water Magic, Wind Magic, Earth Magic, Light Magic, Dark Magic.
Ultimate Skill: Inferno Magic, Ice Magic, Storm Magic, Crystal Magic.
Status
Name: Nayla Riska Aprilia
Race: Manusia
Level: 1
Title: Orang yang Terpanggil, Gadis penyayang.
Job: Saint
HP: 500
MP: 1500
STR: 20
INT: 150
AGI: 10
VIT: 50
Skill: Holy Magic.
Ultimate Skill: Divine Magic, Regeneration.
Status
Name: Sirius Diego
Race: Manusia
Level: 1
Title: Orang yang Terpanggil, Sang Pahlawan.
Job: Hero
HP: 2000
MP: 2000
STR: 200
INT: 200
AGI: 200
VIT: 200
Skill: Self Recovery, Sword Art's, Martial Art's, Fire Magic, Water Magic, Wind Magic, Earth Magic, Non Attribute Magic, Holy Magic.
Ultimate Skill: Judgement, Punishment, Execution, Inferno Magic, Ice Magic, Storm Magic, Crystal Magic, Divine Magic.
"Oh! Seperti yang diharapkan dari 3 Job Legendaris!"
"Mengagumkan!"
"Aku sudah menduganya!"
"Hmph! Sepertinya dunia ini tidak terlalu buruk, karena bisa mengerti bakat yang aku miliki," ujar Fredrik bangga.
"Bos sangat hebat!"
"Luar biasa Bos!"
Aku hanya menghela nafas, sekaligus kagum dengan status ketiganya. Siapa yang menyangka kalau Nayla akan menjadi seorang Saint di dunia ini. Meskipun aku mungkin sudah menduga kalau Sirius adalah seorang Hero.
"Apa ini?"
"Ada apa?"
"Ma-maafkan saya yang mulia. Tetapi sepertinya pemuda bernama Wira Hardianto ini, tidak bisa diharapkan. Bahkan di statusnya saja, jauh lebih rendah dari seorang bayi!" ujar gadis pendeta itu dengan menunjukkan statusku pada semua orang.
Bahkan di dunia ini pun, aku jauh lebih lemah dari bayi? Sepertinya, takdir tidak mau membuatku hidup bahagia yah.