Chereads / Revenge in Marriage / Chapter 27 - Panggilan

Chapter 27 - Panggilan

Dinginnya malam ini membuat ketiga sahabat itu dengan sangat cepat menghabiskan bakso yang ada di hadapan mereka. Ya, tepat sekali udara dingin berteman dengan hangatnya bakso. Serasa mereka adalah pasangan yang paling tepat.

Kini, ketiga sahabat itu menyandarkan tubuhnya di kursi masing-masing. Seolah merasa kekenyangan dengan aksi memakan bakso dengan penuh semangat itu. Beberapa kali Aleena mengontrol nafasnya karena sesak di perutnya dan terasa sangat penuh.

"Aleena," panggil Hanum.

"Ya?"

"Terima kasih sudah mentraktir kami terus. Kami jadi tidak enak."

"Tidak masalah, saya mentraktir kalian karena sedang ada rezeki saja, kalau tidak punya uang pun saya tidak akan membelikan kalian makanan," ucap Aleena sambil setengah tertawa.

"Tapi, gaji kita kan sama, kenapa rasanya uang kamu tidak ada habisnya, Aleena? Padahal pengeluaran kamu sangat banyak, bahkan bayarin kontrakan kita bulan ini," ujar Faraya yang benar-benar merasa curiga kepada Aleena.

Aleena seketika terdiam, pertanyaan itu selalu saja muncul dari kedua sahabatnya itu. Padahal, Aleena sudah sangat sering mengatakan jika uang itu adalah uang tabungannya. Tapi, kedua sahabatnya selalu sulit untuk mempercayainya.

"Aleena, jangan melakukan apapun untuk merendahkan dirimu," peringatan berulang kali yang disampaikan oleh Hanum.

"Hanum, kenapa selalu merendahkan saya seperti itu," ucap Aleena lagi.

"Kami hanya takut kau melakukan apa-apa. Bukan maksud merendahkan."

"Tenang saja, saya tidak melakukan apapun. Saya sudah mengatakan berulang kali jika uang saya halal. Jadi, kalian bisa tenang. Lagipula saya tidak serendah itu memberikan kesucian saya hanya demi uang."

"Hm, baguslah, awas saja jika kamu ketahuan melakukan hal yang aneh-aneh. Saya pastikan jika saya akan menjadi orang yang paling membenci kamu."

"Tenang saja. Kalian mau makanan lagi? Saya traktir," ucap Aleena lagi seolah mengalihkan pembicaraan.

"Boleh, deh. Gimana kalau jagung bakar yang disana? Sepertinya enak," jawab Faraya yang berhasil teralihkan oleh ajakan Aleena.

"Hanum, kau tunggu disini, saya dan Faraya membeli jagung dulu," ujar Aleena.

"Hm, baiklah. Saya akan menunggu disini."

Kini, Aleena dan Faraya meninggalkan Hanum sendirian. Mereka berdua membeli jagung bakar untuk disantap. Padahal, perut mereka terasa penuh, tapi entah kenapa ajakan Aleena seolah tidak bisa ditolak oleh Faraya.

Hanya 10 menit berlalu, kini kedua sahabat itu kembali ke arah Hanum duduk dengan membawakan jagung bakar yang sangat menggairahkan. Seolah tidak ada rasa kenyang, kini mereka kembali melahap jagung bakar itu dengan bersemangat, sambil sesekali tertawa karena menertawakan sesuatu yang mereka anggap sangat lucu, padahal tidak. Ya, selera humor mereka memang sangat rendah.

"Aleena, jadi kau tidak pindah bekerja, kan?" tanya Faraya membuka topik pembicaraan yang serius.

"Saya tidak bisa memastikan itu, Faraya. Katanya satu minggu dari tes tulis kemarin akan dikabari. Tapi, sampai sekarang belum ada kabar. So, mungkin saja saya tidak lolos."

"Bagus kalau begitu, artinya kau tidak akan meninggalkan kami," ujar Faraya senang.

Aleena hanya bisa tersenyum kecut. Entah harus bahagia atau sedih. Ya, jika tidak di terima di perusahaan Aslan, itu artinya Aleena harus mencari cara lagi untuk bisa mendekatkan diri dengan Aslan.

Dret! Dret!

Tak lama dari itu, ponsel yang berada di tas Aleena berdering. Ada sedikit ketegangan bagi Aleena akan penelpon yang sedang menelponnya. Entah itu Evano atau bukan, karena beberapa hari kebelakang ini hanya Evano yang sering menelponnya.

Aleena pun segera mengambil ponselnya, dengan segera melihat pemanggil telepon dari nomor yang tidak Aleena kenal. Seketika Aleena mengerutkan dahinya.

"Siapa?" tanya Hanum saat melihat Aleena tak jua mengangkat teleponnya.

"Oh ini, saya juga tidak tahu soalnya nomor tidak dikenal," jawab Aleena.

"Angkat saja, barangkali penting," saran Hanum.

Aleena mengangguk dan mulai beranjak menjauhi Hanum dan Faraya untuk mengangkat telepon tersebut.

"Halo."

"Apa benar ini dengan Nona Aleena?" tanya seseorang di seberang sana yang sangat diyakini oleh Aleena adalah seorang perempuan.

"Ya, benar. Maaf ini siapa?"

"Saya salah satu karyawan di perusahaan Alva Properti yang bertugas untuk penerimaan karyawan baru."

Deg! Jantung Aleena langsung berdetak tidak karuan.

"Oh, iya, ada apa?"

"Tadi siang saya sudah mengirimkan email kepada anda. Apa anda sudah membacanya? Soalnya saya tidak menerima balasan pesan dari anda," ujar perempuan tersebut.

"Oh, saya belum melihatnya. Bagaimana?"

"Hari senin kami mengharapkan anda datang untuk tes wawancara dengan atasan kami. Apa anda bisa hadir?" tanyanya.

"Hah? Maksudnya saya diterima?"

"Belum tentu, Nona Aleena. Semua harus di tes kembali. Tuan Aslan tidak mungkin sembarangan mempekerjakan karyawan baru. Semuanya harus sesuai kriteria dan standarnya."

Seketika Aleena terdiam mendengar ucapan penelepon itu.

"Jadi, anda bisa datang? Kami akan mengatur jadwalnya jika anda bisa hadir."

"Oh, iya. Saya bisa hadir."

"Bailah. Kami menyediakan waktu pukul 10 siang untuk anda tes besok."

"Baiklah, terima kasih sudah memberitahu lewat telepon."

"Tidak masalah, sudah kewajiban kami."

"Hm, baiklah."

Panggilan telepon kini langsung terputus. Aleena langsung terdiam saat mendapatkan panggilan untuk wawancara hari senin. Itu artinya masih ada peluang untuk dirinya mendapatkan posisi di perusahaan Aslan. Tapi, disatu sisi Aleena juga bingung karena dia tidak terlalu ingin pindah bekerja.

'Tidak, tidak. Aleena, kau sudah banyak mendapatkan uang dari Tuan Evano, tidak mungkin kau membatalkan semuanya. Tuan Evano pasti akan marah jika saya tidak mendapatkan posisi menjadi karyawan di perusahaan Alva Properti,' batin Aleena.

"Aleena, ada apa?" teriak Faraya dari kejauhan.

Aleena langsung tersadar dari lamunannya disaat mendengarkan pertanyaan dari Faraya. Dengan segera Aleena berjalan menuju ke arah Hanum dan Faraya dengan wajah yang sedikit kurang mengenakkan.

"Kenapa, Aleena?" tanya Hanum.

Senyuman langsung terpancarkan oleh Aleena. Ya, tentu saja yang ditunjukkan adalah senyuman palsu.

"Saya mendapat panggilan telepon dari karyawan perusahaan Alva Properti."

"Lalu?"

"Hari senin saya diminta ke perusahaan untuk tes wawancara."

"Apa?" ucap serentak Hanum dan Faraya.

"Ya. Mungkin tes tulis kemarin saya lolos."

Wajah sedih Hanum dan Faraya langsung jelas terlihat. Kedua sahabat Aleena ini memang tidak senang jika Aleena berhenti bekerja di restoran.

"Jadi, kau akan segera pindah?" tanya Hanum sedih.

"Hei, berlebihan sekali. Kalau saya lolos pun, kita masih bisa satu rumah, kan? Dan juga, ini baru tes wawancara. Jadi, masih ada kemungkinan kemungkinan. Saya belum tentu lolos karena saingannya sangat banyak."

"Kalau seperti itu, bolehkah saya mendoakan kami agar tidak lolos waktu tes wawancara?" tanya Faraya polos.

"Hei, Faraya, jangan asal ngomong. Kita punya kehidupan masing-masing. Saya tahu ini berat tapi keputusan tetap ada pada Aleena. Kita tidak bisa mengatur kehidupan Aleena. Saya harap kamu bisa mengerti," ujar Hanum yang paling dewasa.

"Senang sekali memiliki sahabat yang bisa mengerti dengan saya," ujar Aleena yang lagi-lagi tersenyum dengan penuh kepalsuan.