Aleena menghentikan kendaraan umum disaat kendaraan tersebut sudah sampai tepat di depan sebuah perusahaan mewah. Tulisan Perusahaan Alva Properti kini sudah terlihat dengan sempurna oleh Aleena. Seketika, helaan nafasnya terdengar pelan. Mencoba menenangkan diri dari gugupnya.
Ya, keputusan Aleena untuk mencoba melamarkan diri di perusahaan Alva Properti agar terus bertemu dengan Aslan. Tentu saja, keputusan ini atas dasar dirinya tanpa campur tangan Evano. Bahkan, Evano pun tidak mengetahui jika Aleena akan melamar kesana.
Aleena menatap ke sembarang arah, terlihat beberapa lelaki dan perempuan yang berpakaian sama dengan dirinya. Mungkin dia adalah pelamar juga, pikir Aleena.
"Saingan yang begitu banyak," gumam Aleena saat menghitung jumlah mereka sudah lebih dari 5 orang.
Aleena kembali menghela nafasnya, menyadari jika kemungkinan besar dia tidak dapat diterima oleh perusahaan itu.
"Oke, tenang. Semua akan berjalan dengan baik."
Aleena berjalan dengan perlahan menuju lobby perusahaan, Aleena makin membulatkan matanya melihat beberapa pelamar yang lebih banyak daripada yang dilihatnya, tepat di depan meja resepsionis, tengah memberikan sebuah berkas dengan map berwarna coklat, sama persis seperti yang dilihat Aleena.
Ya, memang penerimaan dibuka hari ini. Secara besar-besaran, beberapa kedudukan yang diperebutkan seolah perusahaan ini baru saja buka dan membutuhkan semua bagian itu. Lalu, terlintas dalam pikiran Aleena, kemana karyawan yang sebelumnya? Perusahaan ini sudah sangat lama berdiri, harusnya semua tempat sudah pernah terisi, bukan?
Aleena melanjutkan jalannya, menatap ke meja resepsionis dan membiarkan pandangan orang-orang yang menatapnya tengah berjalan, mungkin mereka berpikir Aleena adalah saingan mereka, jadi wajar saja kalau mereka menatap dengan sinis.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" ujar ramah seorang wanita yang tengah menyapa Aleena.
"Saya ingin mengajukan lamaran. Ini lamarannya." Aleena menyodorkan sebuah lamaran ke arah wanita itu.
"Baiklah. Terima kasih sudah melamar di Alva Properti. Berhubung banyak sekali antusias dan minat pelamar, kami tidak bisa langsung memutuskan untuk melakukan tes. Kami membutuhkan waktu, jadi, kami akan mengabari anda jika lamaran anda masuk dalam tes tertulis dan tes wawancara."
'Ho, jadi begitu, yah? Saya pikir akan dites sekarang,' batin Aleena.
Aleena tersenyum, membalas senyuman ramah yang ditampakkan oleh resepsionis itu. "Baiklah. Terima kasih, saya akan menunggu kabar baiknya." Wanita yang ada dihadapan Aleena hanya bisa tersenyum kepadanya.
Aleena membalikkan tubuhnya disaat terdengar suara keramaian di belakangnya, semua orang langsung sibuk berkumpul dan melihat ke suatu arah. Ya, arah lift yang memperlihatkan seorang pria tampan. Tampan memang, tidak ada yang meragukan ketampanan itu. Semua wanita kegirangan dengan memanggil histeris pada satu nama yaitu Tuan Aslan.
Aleena menghela nafasnya, menyadari jika rencana untuk mendekati Tuan Aslan tidaklah semudah yang dibayangkan. Wanita yang berada di sana jauh lebih cantik dan seksi dibandingkan Aleena. Jadi, bukan tidak mungkin jika Aslan tidak akan menggubris adanya Hanna dalam hidupnya.
'Aleena, kau seolah sedang menyatukan air dan minyak, tidak akan bisa bersatu,' batin Aleena.
Tubuh Aslan perlahan menghilang dibawa mobil hitam mewah, lengkap dengan pengawalan satu mobil di belakangnya. Sungguh, diluar nalar Aleena untuk mendekatinya.
"Saya memang gila!"
"Hah?"
Seorang wanita yang ada disamping Aleena langsung bersuara saat mendengar ucapan Aleena yang terdengar sedikit samar.
Aleena langsung menoleh ke sebelahnya, menatap seorang wanita dengan wajah kebingungannya. Wanita dengan baju yang sama dengan Aleena. Sudah bisa dipastikan jika dia juga akan melamar di tempat yang sama dengan Aleena melamar pekerjaan.
"Kau berbicara gila?" tanya wanita itu.
"Ya, saya sedikit gila karena menyukai lelaki tampan seperti itu," jawab Aleena ngasal.
"Oh. Memang orang yang jatuh cinta kadang tidak berpikir secara baik. Akalnya penuh dengan kebodohan. Lihatlah mereka, histeris karena melihat lelaki yang sama sekali menurut saya biasa saja," ucap wanita itu.
Memang seperti tidak ada ketertarikannya kepada Aslan. Aneh sekali, bukan?
"Kau tidak menyukainya?"
"Tidak. Mereka hanya mengandalkan ketampanan tapi minim empati dan simpati." Wanita itu menghela nafasnya perlahan sebelum kembali melanjutkan ucapannya.
"Jika tidak terdesak, saya tidak akan melamar pekerjaan disini."
Aleena tersenyum tipis, sepertinya wanita yang ada dihadapannya ini sama dengannya. Terpaksa melamar pekerjaan karena keadaan.
"Anda harus tahu bahwa keadaan itu adalah guru paling baik yang bisa mengajarkan banyak hal."
"Kau benar." Wanita itu langsung menyodorkan tangannya ke arah Aleena.
"Nabila. Nabila Syakira, wanita lemah tak berdaya namun kuat karena keadaan," ucap wanita itu memperkenalkan diri.
Aleena mengerti dengan sodoran tangannya yang hendak berkenalan dengan Aleena.
"Aleena. Senang bertemu denganmu," jawab Aleena.
"Semoga harimu beruntung Aleena. Saya permisi karena ada pekerjaan ditempat yang lain."
"Baiklah. Semoga harimu juga beruntung dan bahagia."
Kedua wanita itu kini telah berpisah. Aleena tersenyum melihat tingkahnya yang menurut Aleena sangat unik sekali.
"Jika ada kesempatan untuk bertemu, rasanya ingin bertemu lagi dengan wanita itu. Unik sekali. Harimu sepertinya tidak dipenuhi oleh pikiran. Terasa enjoy menjalani hidup." Begitulah pikiran Aleena kepada wanita dengan paras cantik bernama Nabila.
Dret! Dret!
Ponsel Aleena bergetar, disaat itu juga Aleena mengambil ponselnya dari tas yang dia bawa sedari tadi. Aleena melihat nama Evano dilayar ponselnya. Sebelum mengangkatnya, Aleena terlebih dahulu melihat sekitar. Mencari sosok Evano yang diyakini ada disana.
Aleena berjalan menuju ke tempat yang sekiranya sedikit sepi. Lalu menggulir tombol hijau agar panggilan telepon itu terhubung.
"Halo, Tuan," jawab Aleena yang tak menyebutkan nama. Khawatir jika ada yang mendengar tentunya.
"Kau melamar pekerjaan di perusahaan Alva Properti?" tanya Evano langsung tanpa basa basi.
Aleena menghela nafasnya perlahan. Seperti dugaannya, Evano mengetahui semuanya. Entah bagaimana dia bisa mengetahuinya.
'Anda seperti hantu saja, Tuan. Kenapa keberadaan saya selalu anda ketahui, apa jangan-jangan dia memiliki mata-mata yang selalu mengawasi saya?' pikir Aleena.
"Anda tahu dari mana, Tuan?" pertanyaan bodoh yang akhirnya keluar dari mulut Aleena.
"Kau masih dalam genggaman saya, Aleena. Apapun yang kamu lakukan sudah pasti saya ketahui. Jadi, jangan pernah macam-macam. Dan untuk rencanamu ini sangat bagus, saya tidak menyangka kamu akan secerdas ini." Gelak tawa langsung terdengar oleh Aleena. Aleena memahami jika lelaki itu tengah mengejek Aleena dengan sengaja.
'Saya tidak sebodoh itu, Tuan Evano. Berhentilah menganggap saya sebodoh itu,' batin Aleena.
"Saya hanya melakukan perintah anda dengan baik tanpa kesalahan, Tuan. Apa saya salah?"
"Tidak salah sama sekali. Saya bilang rencanamu ini sangat bagus, hari ini saya memuji otak cerdasmu. Baiklah, lakukan selanjutnya yang bisa kau lakukan, untuk sementara saya tidak bisa menemanimu bekerja, jadi kerjakan sendiri. Saya akan selalu mendukungmu dan memastikan jika kamu akan diterima di Alva Properti."
"Baiklah, Tuan. Terima kasih atas bantuannya."
Panggilan terputus.