Di seberang sana, tampak ada 3 orang yang sedang mengobrol serius. Dari percakapannya, sepertinya itu pemilik mall yang sedang Aleena kunjungi. Salah satu dari lelaki itu adalah Evano. Evano adalah pemilik mall yang tengah survei langsung ke mall. Evano melihat ke kiri dan ke kanan seolah tengah mengamati detail mall yang dia dirikan beberapa bulan yang lalu. Ya, masih terbilang baru, bukan?
"Mall ini sudah sangat bagus, mungkin tingkatkan segi kebersihan dan juga kekondusifan. Jangan sampai ada sesuatu yang terjadi disini. Dan untuk satpam, saya harap kalian bisa menambahnya sekitar 2 orang yang berjaga di dalam mall," ujar Evano.
"Baiklah, Tuan, kami akan mencarikan tambahan satpam 2 orang. Setelah itu, apa ada lagi, Tuan?"
Seketika pandangan Evano terhenti, dan membiarkan pertanyaan dari rekan kerjanya seolah menggantung di udara tanpa ada jawaban yang dilontarkan oleh Evano.
Evano mengepal tangannya dengan kuat disaat melihat tiga orang wanita yang tengah tertawa dengan bahagia, tentu saja, salah satunya adalah Aleena. Wanita yang dibayar olehnya untuk mendekati Aslan.
Selama satu bulan Evano memang tidak menghubungi Aleena karena banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan olehnya. Evano berharap Aleena bekerja sesuai dengan idenya sendiri. Tapi, selama satu bulan itu Aleena justru tidak melakukan apapun. Dan sekarang, Evano malah mendapatkan Aleena yang sedang makan di restoran steak mahal.
'Kurang ajar sekali, kau Aleena. Kau sedang menghabiskan uang yang saya berikan sedangkan kamu tidak bekerja sesuai perintah saya. Kau mau main-main dengan saya?' batin kesal Evano.
"Tuan?" panggil salah satu pria yang tengah mengobrol dengan Evano.
"Ya?" jawab Evano spontan.
"Ada masalah?"
"Oh, tidak. Saya hanya sedang mengamati pengunjung yang datang kesini. Tidak ada masalah, tenanglah. Kalian lanjutkan pekerjaan kalian dan jangan lupa untuk mencarikan 2 satpam itu."
"Baiklah, Tuan Evano. Ada yang ingin ditambah lagi?"
"Tidak. Untuk bulan ini tambahannya hanya satpam saja, yah. Untuk selanjutnya, kita akan lihat bulan depan. Jika ada kekurangan, kita akan segera perbaiki di bulan depan."
"Baiklah, Tuan Evano, akan kami laksanakan. Kami permisi."
Kedua orang itu langsung beranjak pergi meninggalkan Evano. Sedangkan Evano masih berdiam diri di tempat yang sama sambil menatap geram ke arah Aleena yang menyantap steak dengan semangat dan tanpa beban sedikitpun.
Evano langsung mengambil ponsel miliknya dan berniat menelpon Aleena. Aleena yang tengah memakan steak langsung mendapatkan ponselnya berdering di dalam tasnya. Dengan segera, Aleena mengambil ponselnya dan melihat nama penelpon. Seketika Aleena membulatkan matanya melihat nama Tuan Evano di layar ponselnya.
'Hah? Tuan Evano? Kenapa dia menelpon disaat yang tidak tepat? Apakah dia tidak bisa membuat saya tenang barangkan beberapa bulan saja? Dia hampir mencelakai saya, seharusnya dia memberikan waktu untuk saya bersantai,' batin Aleena.
"Aleena, siapa?" tanya Hanum.
"Hah? Eh, bukan siapa-siapa. Ini nomor orang yang kemarin. Dia suka iseng, saya tidak ingin mengangkatnya."
"Sini, biar saya saja yang mengangkatnya," ucap Faraya sambil menadang tangannya ke arah Aleena.
"Tidak. Dia seperti orang yang agak kurang. Hm, ayo kita lanjut makan saja, jangan dipikirkan. Dia hanya mengganggu saja." Aleena meletakkan ponselnya di meja, dan melanjutkan makannya yang sudah sedikit kurang berselera.
"Kurang ajar! Dia tidak mengangkat telepon saya. Apa maksud kamu, Aleena? Ingin mencoba melarikan diri dari saya? Hm, tidak segampang itu, Aleena," gumam Evano di seberang sana.
Dret! Dret!
Ponsel Aleena kembali berbunyi, bedanya kali ini yang masuk adalah sebuah pesan. Aleena melihat tanda notifikasi pesan dari Evano, dengan segera Aleena mencoba membukanya.
[Kau mencoba melarikan diri dari saya, Aleena? Tidak mengangkat telepon saya tapi kau asyik makan steak dengan kedua temanmu seolah tanpa ada beban.]
Aleena langsung membulatkan matanya saat membaca pesan yang masuk yang dikirimkan oleh Evano.
'Hah? Darimana dia tahu?' Aleena langsung melebarkan pandangannya, melihat ke kiri dan ke kanan, mencari sosok Evano yang dia yakini jika Evano ada di mall tersebut. Namun, Aleena tak menemukannya.
Dret! Dret!
Pesan kembali masuk. Aleena mencoba membukanya dengan perlahan.
[Temui saya di lantai atas, tepatnya di ruang operator. Saya tunggu 30 menit lagi. Itupun jika kau ingin selamat.]
Lagi dan lagi, Aleena hanya membulatkan matanya saat mendapatkan pesan ancaman lagi dari Evano. Yang hanya bisa Aleena lakukan adalah mengikuti perintah Evano jika ingin selamat. Ya, Aleena menyadari jika bukan Evano yang menjadi tandingannya. Kekayaan Evano dibandingkan Aleena, jelas jauh berbeda. Menghancurkan Aleena, tentu bukan pekerjaan yang sulit bagi Evano.
"Aleena, kau kenapa? Wajahmu memucat," ujar Hanum yang melihat gelagat mencurigakan dari Aleena.
"Hah? Wajah saya memucat? Benarkah?"
"Iya, kau pucat, Aleena. Apa kau sakit? Tapi, tadi kamu baik-baik saja," timbal Faraya.
"Hanya perasaan kalian saja kayaknya. Saya sama sekali tidak sakit, kok."
"Jika kamu sakit, lebih baik kita pulang saja. Saya tidak ingin kamu kenapa-kenapa," ucap Hanum lagi.
"Hanum, Faraya, saya baik-baik saja. Tidak ada yang dikhawatirkan. Kita lanjutkan saja jalan-jalannya."
"Kau benar-benar tidak apa-apa, Aleena? Saya hanya takut kamu ambruk di mall ini."
"Hei, saya tidak selemah itu, Hanum."
"Sudahlah, Hanum, mungkin memang Aleena tidak kenapa-kenapa. Ya kan, Aleena?"
Aleena mengangguk tanda mengiyakan ucapan Faraya. Kini steak yang mereka makan sudah habis tak tersisa. "Saya bayar dulu, yah."
Aleena langsung beranjak untuk membayar tiga steak yang mereka pesan. Tak sampai 15 menit, Aleena sudah kembali lagi ke meja makan.
"Sudah?" tanya Faraya.
"Sudah."
"Terima kasih, yah, Aleena. Semoga kau banyak rezekinya," ujar Hanum.
"Ya. Terima kasih doanya."
"Sekarang kita nonton, yuk? Ada film bagus katanya," ajak Faraya.
"Kalian duluan saja ke bioskop, jangan lupa pesankan saya juga," ucap Aleena langsung.
"Kau mau kemana?" tanya Hanum.
"Ke toilet, sekalian ada urusan sebentar. Tidak lama, kok. Hanya sebentar saja setelah itu saya langsung ke bioskop."
"Aleena, kita kesini bareng-bareng, ya berarti kita harus bareng-bareng juga dong selama disini. Begitu saja, kami temani kamu setelah itu kita ke bioskop," ujar ide Hanum.
'Hah? Tidak. Mereka tidak boleh ikut dengan saya. Kalau sampai mereka ikut, bisa-bisa semuanya terbongkar. Tuan Evano akan marah besar dengan saya,' batin Aleena.
"Hei, ini weekend, nanti tiket bioskop sudah habis. Sudahlah, ayo cepat ke bioskop dan pesankan saya juga. Lagi pula saya tidak akan lama, tidak perlu ditemani karena saya bisa sendiri," jawab Aleena.
"Kau benar-benar tidak mau ditemani?" tanya Hanum sekali lagi.
"Iya. Saya tidak akan hilang cuman karena saya berjalan sendirian. Kalian terlalu berlebihan sekali."
"Baiklah kalau begitu, saya dan Faraya akan duluan ke bioskop."
"Ya, kalian duluan saja, nanti saya hubungi kalian jika saya sudah mau ke sana."