Riri Natali duduk sendirian di ruang tamu yang berukuran sangat besar, dengan saputangan kecilnya ia siap untuk menampung air mata yang akan menetes di pipi. ia ingin menangis karena sedang sedih memikirkan masalahnya. sedangkan hari sudah mulai gelap dan situasi sangat hening, di ruang tamu itu juga dipenuhi dengan perabotan kuno, tirai yang tampak kusut, dan di sekelilingnya tergantung dengan beberapa potret, disisi kanan ruang tamu terdapat potret seorang kakek tua yang sedang mengenakan wig, sementara di depan tergantung sebuah foto wanita berhidung mancung dengan topi tebal dikepalanya.
Riri Natali sebenarnya memang punya alasan untuk bersedih, karena dia tidak memiliki ibu, dan baru-baru ini juga ayahnya telah meninggal, sehingga saat ini Riri natali harus tinggal bersama neneknya di rumah ini. Riri tinggal bersama neneknya kuranglebih seminggu lamanya, dan, meskipun wanita tua tersebut telah mencoba dengan berbagai cara untuk membuat Riri bahagia, namun pada akhirnya tidak juga berhasil. karena Riri natali tidak seperti anak anak pada umumnya.
Neneknya telah memberinya kebebasan bermain serta melakukan semuanya di rumah ini, sudah dua hari Riri Natali bersenang-senang serta berkeliaran senaknya di rumah ini, oleh karena rumah ini adalah rumah tua, tentu saja ruanganya penuh dengan segala macam sudut, kamar kamar mewah, dan lorong terdapat sebuah lorong gelap. sementara Jendela-jendela kacanya tampak pecah di sana sini, ada juga balkon-balkon kecil yang menutupi taman, juga ada aula panjang.
Neneknya bahkan telah mengizinkan Riri untuk mengobrak-abrik ruang kamar yang lantainya terbuat dari porselen berukuran besar tempat peristirahatan yang nyaman, walaupun rumah itu kaya akan semua "barang" barang yang disukai oleh anak-anak, tetapi Riri natali tampaknya tidak terlalu peduli dengan barang barang yang bagus ini. dan ketika semua harapan nenek untuk mencoba membahagiakan cucunya itu gagal, Nenek menyerah dalam keputusasaan.
Neneknya pernah juga mencoba menjahit boneka yang cantik, dengan harapan dapat membuat hati cucunya menjadi senang. Tapi Riri kurang tertarik pada boneka merah muda yang cantik itu. di dalam keputusasaan Kemudian wanita tua itu akhirnya mengajak anak lain yang tinggal di sekitar lingkungan itu untuk datang dan bermain dengan cucunya.
tetapi tidak di sangka masalah datang kembali, saat itu Riri sangat merasa gemas dengan anak kecil yang dibawa oleh neneknya itu dan selanjutnya berkata pada nenek bahwa dia sangat mirip boneka lilin sehingga dia ingin mencubitnya dan ingin melihat apakah dia akan menangis. Jadi anak kecil itu akhirnys dikirim pulang kembali, dan nenek yang kelelahan akhirnya meninggalkan Riri ke kamarnya sendiri selama satu hari.
***
Cuaca yang buruk juga penyakit pilek membuat Riri natali tetap berada di dalam rumah, dan dia menghabiskan sebagian besar waktunya di perpustakaan tempat buku-buku dari ayahnya disimpan. Di dalam perpustakaan dia banyak membaca, pernah juga menangis walau cuma sebentar dan memimpikan banyak tentang kehidupan yang cerah sebagaimana anak-anak lain menemukan kenyamanan dan kegembiraan dalam masa kecilnya. Ini sepertinya lebih baik daripada apa pun, tetapi pada hakikatnya itu tidak baik untuknya, dia menjadi pucat, matanya sering mengantuk dan lesu, meskipun nenek memberinya cukup makanan bergizi. dan nenek mengelusnya seperti anjing pudel.
Melihat ini, nenek memeras otak untuk membuat jenis hiburan yang baru dan bertekad untuk melakukan tindakan yang berani, meskipun tidak terlalu berharap akan keberhasilannya. nenek tidak mengatakan apa-apa kepada Riri tentang rencana mereka untuk Sabtu sore ini, tetapi membiarkan riri mengetahui sendiri sebagai kejutan besar, berharap bahwa anak aneh itu akan menemukan kesenangan untuk dirinya sendiri di tempat yang paling tidak terduga.