"Will ... kau bisa ... mem-bunuh ... ku. Hekk!" racau Gabriella yang sudah kehabisan pasokan oksigen di paru-parunya karena cengkeraman William tepat di batang tenggoroknya.
Mendengar rintihan Gabriella—yang mungkin benar-benar akan tewas jika William tak melepaskannya—ia kendurkan cengkeramannya, dan membebaskan wanita itu untuk menghirup oksigen sebanyak yang ia butuhkan.
Gabriella terbatuk, lega telah terlepas dari kekejian William yang nyaris membinasakannya.
Ia tak heran, William memang dari kaum yang pemarah dan impulsif. Namun, Gabriella tak menyangka kalau sifatnya itu justru semakin menjadi ketika pria itu memiliki seorang kekasih. Meski ia tahu bahwa Marion belum ia tandai seperti sebagaimana seharusnya.
"Kau sebaiknya segera menandai Marion, jika tidak, kau pasti akan menyesal," ucap Gabriella di sela napasnya yang tersengal. Ia masih memegangi lehernya, mengambil segelas air kemudian meneguknya hingga tandas. "Kau hampir saja membunuhku, Will."