"hey ri, ngapain kamu disini?." ucap kak fitri menghampiriku. "gak papa kak, cuman mau denger puisi- puisi mereka."
"gak ada puisi yang lebih bagus dari puisi kamu itu ri, kek nya ini juga bakalan susah nyari pemenangnya, soalnya puisi mereka hampir sama semua." kak fitri memberikan kumpulan puisi dari para peserta lomba yang sudah dikumpulkan.
"gak lah kak, puisi mereka juga bagus- bagus kok, cuman kurang dipoles dikit aja." ucapku. "ri, kamu pacaran ama si riska?" kak fitri memandangku dengan nada yang begitu lembut.
"gak lah kak, kita cuman sahabatan aja." "tapi kok kalian kayak deket banget gitu?, dia juga lebih deket ke kamu daripada ama si yayan."
"gak ada apa- apa itu kak, kita bertiga memang sahabatan aja, emang kenapa kak?" ucapku.
"gak papa, cuman nanya aja." kak fitri tersenyum lalu melihat kearah panggung.
"kamu udah punya pacar kan?" kak fitri menanyakan hal itu namun masih melihat kearah yang sama. "gak tau kak, susah jelasinnya."
"bilang aja, kakak cuman mau denger aja." ucapnya. "aku masih mengingat seseorang yang telah pergi enam tahun yang lalu." kak fitri terheran dan menatapku, "kamu masih mengharapkan seseorang yang telah meninggalkanmu selama enam tahun? kamu gak capek ri?"
"kak fitri tau yang kumaksud?" kak fitri diam sejenak.
"yayan menceritakannya, kamu masih mengingat seseorang yang telah pergi sejak enam tahun, yayan bilang sejak saat itu juga kamu tak pernah pacaran lagi kan? karena masih setia dengan orang itu." kak fitri terus memandang kesana.
"jangan bodoh ri, tak ada yang bisa menjaga janjinya selama itu selain kamu, mungkin disana dia sedang berbahagia dengan pacar barunya." ucap kak fitri.
"tapi tak ada salahnya untuk berharap kak, kita tak tau apa yang dia lakukan disana, tapi aku yakin dia masih mengingatku juga." ucapku.
kak fitri menoleh kearahku, "tak ada ri, jangan hanya karena berharap dia juga merasakan hal yang sama, kamu menjadi mengurung dirimu pada harapan itu. kamu juga harus memikirkan segala kemungkinan yang ada, aku tak pernah melihatmu tertawa lepas bahkan saat ada hal lucu didepanmu. yayan bilang kalau kamu adalah periang, kamu adalah orang yang selalu suka bercanda, namun aku tak pernah melihat hal itu." kak fitri menatapku dengan mata penuh harap.
"udahlah kak, gausah dibahas soal itu." ucapku.
kak fitri berhenti menatapku dan meninggalkanku yang masih berdiri mengarah panggung. kak fitri memang ada benarnya, aku juga merasakan bahwa bulan disana telah melupakanku.
sebab memang tak ada kabar darinya sejak enam tahun itu, namun aku masih saja mengingatnya itu lah mengapa aku akan tetap menunggunya.
###
setelah selesai sholat isya, aku dan yayan duduk didepan teras. "lu ngapain sih ceritain soal bulan ama kak fitri?" ucapku.
"kak fitri itu baik ama lu ri, dia selalu merhatiin lu, dia nanya ama gua kenapa lu gak pernah riang. makanya gua ceritain soal itu".
"ya napa lu ceritain sih, gua males aja gitu ngedenger orang- orang yang sok tau soal hidup gua, cuman lu yang paham soal hidup gua yan".
"ya karena itu ri, karena gua tahu hidup lu makanya gua gak tega liat lu gini terus" yayan menyalakan rokoknya.
"lu itu periang ri, lu itu penghangat tongkrongan. gua tau kalo lu itu lebih dari ini, jangan hanya karena terpaku pada kenangan masa lalu lu menyembunyikan jati diri lu sendiri." ucap yayan sambil menghembuskan rokoknya.
"gua gak menyembunyikan jati diri gua, gua cuman males untuk mencoba memulai kembali yan, meskipun gua disini memikirkan soal bulan tapi gua bahagia karena itu." ucapku.
"bahagia? lu bilang bilang lu bahagia ri?,, hampir tiap malam gua ngeliat lu duduk disini sambil berpuisi tentang kesedihan dan harapan, gua juga tau kalo lu masih nyimpan foto bulan di lemari lu, jangan bilang kalo lu sedang bahagia ri."
"gua lebih tau lu daripada diri lu sendiri, kenapa gua bisa tau? karena lu sedang menipu diri lu sendiri. karena bulan lah kita kehilangan dua sahabat kita"
"karena dia jugalah sekarang kita hanya berdua. ingat ri, jangan begitu terpaku pada harapan yang kau ciptakan sendiri, gua gak tega liat lu kek gini." yayan terus mengatakan hal itu padaku.
"terus gua harus bagaimana yan?, gua udah meninggalkan tempat yang penuh kenangan bersamanya, bahkan gua tak lagi menggunakan motor yang pernah kami naiki bersama.
setiap mau tidur gua selalu teringat akan wajahnya yan, maka itu gua duduk disini agar tak terbayang diingatan gua tentang wajahnya.
gua udah nyoba buat buka hati lagi yan, tapi seakan gua ngerasa kalo udah mengkhianati bulan disana." ucapku menjelaskan.
"semuanya ada pada kehendak lu ri, jika lu emang mau buka hati buat orang lain lu dengan mudah melupakan bulan. tapi kalo lu masih ragu dan masih berharap pada bulan itu gak ada gunanya ri, apa sih kurangnya kak fitri itu menurut lu? dia suka ama lu ri, mungkin kalo lu buka hati lu buat kak fitri lama kelamaan lu juga bakalan lupain bulan." ucapnya.
"udahlah yan, biarin aja gua gini, gak akan ada yang bisa gantiin bulan dihati gua".
"lu dikasih tau malah gitu sih ri, kagak dengerin orang- orang disekitar lu, gua peduli ama lu karena lu sahabat gua ri, gua yakin lu bisa lupain bulan." ucap yayan terus meyakinkanku.
tak lama didepan rumah riska datang dengan motornya, "hey, jalan- jalan yuk, gak bosen apa dirumah mulu." riska membuka pagar lalu menghampiri kami.
"mau jalan- jalan kemana emang?" ucapku, "keliling- keliling kota aja, terus nanti kita duduk disamping lampu besar." karena riska terus mendesak aku dan yayan pun setuju untuk keliling- keliling sebentar.
aku berdua dengan riska naik motornya sedangkan yayan sendirian, kami keliling kota dengan suasana yang begitu indah ditambah dengan langit yang juga begitu terang tanpa awan.
setelah selesai berkeliling kami bertiga duduk dibelakang lampu besar diatas bukit dipinggiran kota, disini kami bisa melihat indahnya kota ini. riska duduk ditengah dan tiga botol kopi yang kami beli sebelum tiba disini.
"oh iya, bulan besok kalian udah mulai pergi pertukaran mahasiswa itu kan?" ucap riska menghentikan tawa yang dimulai darinya juga.
"iya, kita cuman bakalan pisah satu semester aja ris, gausah sedih." yayan menepuk pundak riska yang tampak mulai sedih. "keknya kita gak cuman satu semester sih pisahnya." kami berdua menatap riska yang suaranya sudah mulai menahan tangis.
"aku bakalan pindah kampus, papa mama cerai jadi aku ngikut mama yang bakalan ninggalin kota ini." riska menatap kami bergantian dengan senyum dan air mata di pipinya.
aku merangkul riska "jangan terlalu sedih ris, kita ngerti perasaan kamu, kemana pun kamu bakalan pergi nanti, kita bakalan selalu jadi sahabatmu." riska menyenderkan kepalanya dibahuku.
dengan tangis riska berkata "kenapa sih, kenapa harus sekarang hal ini terjadi."
yayan membuang rokoknya lalu ikut memeluk riska yang sudah tak lagi bisa menahan tangisnya'
"jangan lupain kita ris, kita akan menjadi sahabat selamanya, kita akan jadi sahabat." yayan pun ikut menangis sambil mengusap kepala riska.
sekali lagi, seseorang yang penting meninggalkanku secara tiba- tiba. entah mengapa setelah tau akan berpisah dengan riska rasanya lebih sedih daripada ditinggalkan oleh aldi dan rian.
meski persahabatan kami adalah persahabatan cinta yang tak jadi, namun masih akan meninggalkan bekas yang begitu dalam nantinya.
sekarang akan tersisa aku dan yayan, yang mungkin aku pun tak tau sampai kapan.