"Wah, anak Mama memang hebat ya! Sudah pintar, jago olahraga, tampan, duh mirip banget kamu sama Papa kamu. Andai waktu bisa di putar ulang." Semula wajah Rara bahagia, jadi sedih dengan ucapannya sendiri ketika mengingat Riski. Riski benar-benar hebat menurut Rara. Teman, namun menjadi suami. Bahkan meninggalkan kenangan anak yang baik, pintar, dan juga rupawan.
"Ma, kok Mama jadi sedih seperti itu?"
"Hem, tidak apa-apa kok. Oh iya, anak Mama ini 'kan baru saja mendapatkan penghargaan dari sekolah. Terus mau apa dari Mama?"
"Aku tidak minta apa-apa kok, Ma. Tapi kalau bisa, Mama buat acara syukuran saja. Atau kalau tidak memberikan sedikit rejeki untuk mereka yang membutuhkan."
"Masya Allah, kamu benar. Ya sudah, besok Mama siapkan makanan untuk orang-orang tidak mampu ya!"
"Iya, Ma. Besok aku bantu ya!"
"Iya, Sayang."
***
"Alin, aku ingin katakan sesuatu sama kamu. Tapi kamu janji jangan marah ya!"
"Apa, Rehan?"